Anak-anak makhluk yang tercipta dengan sempurna. Mereka
memiliki banyak potensi dan kecenderungan, termasuk kecenderungan seksual.
Biasanya kecenderungan seksual akan muncul pada usia-usia tertentu, anak-anak
mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya.
Setelah anak mencapai usia kematangan seksual, yang
ditandai dengan mimpi basah pada anak laki-laki dan menstruasi pada anak
perempuan, mereka telah memiliki kemampuan reproduksi. Pada usia ini anak-anak
sudah dianggap dewasa dan akan dimintai pertanggungjawaban atas semua
perbuatannya.
Orang tua berkewajiban untuk mendidik dan mengarahkan
kecenderungan seksual mereka sejak dini, agar anak-anak dapat berkembang dengan
baik, terhindar dari perilaku seks beresiko, atau dari penyimpangan seksual.
Hanya saja ada beberapa hal yang seringkali dilupakan
orang tua terkait pendidikan seks anak-anak. Berikut kesalahan-kesalahan itu:
1.
Tidak membiasakan
anak meminta izin saat memasuki kamar orangtua
Anak-anak,
terutama anak usia dini, terbiasa berlari-lari dan menjelajah ke seluruh
ruangan di dalam rumah. Membiasakan mereka untuk meminta izin saat memasuki
kamar orang tua memang bukan hal yang mudah, dibutuhkan kesabaran, mengingatkan
terus-menerus hingga anak terbiasa.
Pada
anak usia dini, sebaiknya diajarkan untuk meminta izin pada waktu-waktu tertentu
ketika kedua orang tua biasa beristirahat di dalam kamar. Misalnya pada waktu
sebelum subuh, saat orangtua tidur siang, atau setelah isya.
Sedangkan
untuk anak yang sudah mencapai usia kematangan seksual dibiasakan untuk meminta
izin setiap saat akan memasuki kamar orang tua.
Tujuannya
agar anak tidak masuk kamar dengan tiba-tiba dan melihat kedua orang tua dalam
keadaan yang tidak pantas untuk dilihat. Pemandangan yang tidak sengaja
terlihat itu dapat merusak jiwa anak-anak.
2.
Tidak mencegah
anak dari rangsangan seksual
Di era serba
digital, rangsangan seksual datang dari berbagai arah. Televisi, internet,
ponsel pintar, bahkan video game tidak sepenuhnya aman, orang tua perlu
mendampingi mereka.
Tetapkan
aturan bersama tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan saat
berinteraksi dengan kecanggihan teknologi. Berdasarkan data dari Kemenkominfo
fakta mengejutkan terungkap, saat ini Indonesia menduduki peringkat pertama
negara pengakses video porno.
Menurut
psikolog Baby Jim Aditya, sebanyak 68% siswa SD sudah pernah mengakses situs
porno.
Anak-anak
yang terpapar gambar atau video yang mengandung unsur seksual berpotensi
kecanduan. Mereka akan terus mencari kepuasan dengan melihat gambar dan situs
porno, jika dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin anak-anak mencari
pelampiasan dengan cara yang salah, dan menggiring mereka ke perilaku seks
beresiko hingga kelainan seksual.
Sangat
penting bagi orang tua untuk selektif memilih tontonan yang sesuai dengan usia
mereka.
3.
Tidak memisahkan
tempat tidur anak
Jika
memiliki lebih dari satu orang anak, orang tua perlu mempertimbangkan untuk
menyediakan kamar bagi masing-masing anak. Jika tidak memungkinkan, sebisa
mungkin memisahkan tempat tidurnya.
Pemisahan
tempat tidur dapat dilakukan saat anak memasuki usia tujuh tahun, pada usia ini
kecenderungan seksual mulai tumbuh. Jangan biarkan anak tidur di satu kasur dan
satu selimut, kondisi ini dapat mempercepat tumbuhnya naluri seksual mereka.
4.
Membiarkan anak
tidak menjaga pandangan dan memakai pakaian yang terbuka
Mata
merupakan jendela yang menghubungkan anak dengan dunia luar. Anak-anak perlu
mendapat bimbingan dari orang tuanya tentang apa yang boleh dilihat dan apa
yang tidak boleh dilihat. Baik di dalam atau di luar rumah.
Jika memiliki
anak laki-laki dan perempuan, mereka perlu diajarkan tentang batasan bagian
anggota tubuh mana yang boleh terlihat. Saat di dalam maupun di luar rumah.
Bagi
anak laki-laki, memakai pakaian yang menutupi tubuh terutama antara pusar
hingga lutut.
Jika di
dalam rumah hanya berisi keluarga inti-orangtua dan saudara kandung, anak
perempuan boleh memakai pakaian yang memperlihatkan bagian tubuh yang biasa
tampak, misalnya rambut, leher, tangan, dan kaki.
Anak-anak
perempuan saat berada di dalam rumah sekalipun sebaiknya tidak memakai pakaian
yang terbuka, ketat, atau menerawang, yang memperlihatkan bagian tubuh yang
biasanya tertutup, misalnya paha dan dada.
Tujuannya
untuk menghindari timbulnya rangsangan seksual saudara kandungnya yang
laki-laki-terutama saat mereka memasuki usia remaja, atau anggota keluarga lain.
Berdasarkan
data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), jumlah kekerasan yang
dialami anak pada tahun 2012 mengalami peningkatan. Beberapa kasus diantaranya
merupakan kasus perkosaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan
darah (incest)-antara ayah dengan anak di bawah umur, kakak dengan adik, atau
bahkan ibu dengan anak kandungnya sendiri.
Kekerasan seksual yang dilakukan
ayah kandung sebanyak 17 kasus. Kasus-kasus yang terdata mungkin lebih sedikit
dibandingkan dengan kasus yang sebenarnya terjadi. Biasanya pada kasus incest
hanya sedikit keluarga yang melaporkan, karena dianggap membuka aib.
5.
Tidak memberi
tahu anak tentang tanda-tanda kematangan seksual
Setelah anak
memasuki usia yang diperkirakan akan matang secara seksual, orangtua perlu
memberi bimbingan tentang tanda-tanda kematangan seksual mereka. Beberapa anak
merasa segan menceritakan hal-hal yang terkait seksualitas kepada orangtuanya.
Sebaiknya
orangtua berperan aktif memberi pemahaman yang benar, agar anak lebih siap
menghadapinya. Mereka juga perlu mengetahui tugas dan tanggung jawab yang harus
mereka laksanakan setelah mencapai usia kematangan tersebut.
6.
Tidak memberi
pemahaman tentang bahaya seks bebas
Seks
bebas saat ini menjadi momok yang sangat menakutkan. Berdasarkan data yang
dirilis oleh BKKBN, 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah pernah berhubungan
seksual.
Sebuah penelitian yang dilakukan Komnas PA terhadap perilaku seks di kalangan remaja SMP dan SMA, menunjukkan fakta yang juga mengejutkan, dari 4.726 responden, 97% mengaku pernah menonton video porno dan 93,7% mengaku sudah tidak perawan.
Sebuah penelitian yang dilakukan Komnas PA terhadap perilaku seks di kalangan remaja SMP dan SMA, menunjukkan fakta yang juga mengejutkan, dari 4.726 responden, 97% mengaku pernah menonton video porno dan 93,7% mengaku sudah tidak perawan.
Orang
tua memiliki peranan penting dalam menjaga anak-anaknya agar terhindar dari
seks bebas, membentengi mereka dengan norma-norma agama dan sosial, memberi
pemahaman akan bahaya seks bebas, menjalin hubungan yang hangat dengan anak,
dan memantau pergaulan mereka bisa menjadi solusi agar anak tidak terjerumus
perilaku seks bebas.
(Tulisan ini telah dimuat di www.kreasianaknegeri.com)
sumber gambar: internet
0 komentar:
Posting Komentar