Tips Tidur Nyenyak

Kamu insomnia alias susah tidur? Coba deh tips asyik di bawah ini supaya bisa tidur nyenyak.



 sumber gambar: www.printsforartssake.com
1. Mematikan Handphone.


Hayo ngaku! siapa yang hobinya baca WA sebelum tidur? Atau tengah malam masih asyik facebookan?

Jejaring sosial salah satu penyebab seseorang menunda tidur. Tidak sadar sudah berjam-jam chatting, akhirnya justru mengusir kantuk.

Coba deh matikan dulu handphone-mu.


2. Berwudhu
 
Air wudhu membuat kamu lebih santai. Selain itu menghilangkan keringat yang menempel, jadi lebih nyaman rasanya.


3. Tidur Sesuai jam Biologis


Sebagian orang insomnia jika melewati waktu kebiasaannya tidur.

Misalnya, dia biasa tidur jam sembilan malam, tapi jam sepuluh masih terjaga. Akibatnya kantuk yang sebelumnya telah datang pergi entah kemana.


Nah, untuk mencegah hal itu tidurlah sesuai jam biologismu.


4. Mendengar Murottal Al-Qur'an


Biasanya nih, orang yang insomnia gelisah di atas kasur. Kesal menunggu mata yang tak kunjung terpejam.


Nah, daripada kamu uring-uringan, mending mendengar murottal Al-Qur'an. Selain membuat hatimu adem, pikiran tenang, dapat pahala lagi. Kurang untung apa coba?


5. Jangan Paksakan Diri untuk Tidur


Tenang saja, yakin kantuk itu pasti datang. Mintalah kepada Allah agar Dia membuatmu tidur.


6. Menanamkan Nilai Positif


Jika kamu susah tidur karena banyak pikiran, penat karena di siang hari sibuk berinteraksi dengan banyak orang, coba deh santai sejenak.


Tanamkan nilai yang positif sembari berbaring di atas kasur. Katakan pada diri sendiri di dalam hati, "Tidur itu enak, aku mau istirahat, alhamdulillah ..."


7. Mengatasi Penyebab Susah Tidur


Setiap orang itu unik. Termasuk kamu. Coba kenali diri sendiri apa yang menyebabkan kamu insomnia, lalu atasi.


Ada orang yang sulit tidur karena lapar, suhu panas, atau terlalu banyak menonton televisi.


Jika televisi penyebabnya, sebelum tidur kurangi aktivitas menonton. Konon terlalu lama menonton televisi sebelum tidur bisa menyebabkan insomnia.


Ya sudah, itu saja. Selamat tidur nyenyak.

Suatu Malam di Kota Mbaiki

Hari itu aku menuju Kota Bangui, Ibukota Negara Afrika Tengah untuk mengantarkan barang dagangan. Jalanan antara kota Mbaiki-Bangui tampak sepi dan lengang, lain dari biasanya. Hanya sedikit kendaraan yang lalu lalang, biasanya bis-bis, truk, bahkan sampai gerobak keledai lalu lalang dengan aktivitasnya masing-masing. Toko-toko di sepanjang jalan tutup, tak ada orang yang berjalan di pinggir jalan, dan penduduk mengunci pintu juga menutup jendela rumahnya.

Ada apa gerangan? Tapi hari itu aku sudah berjanji akan mengantarkan barang dagangan ke rekan bisnis di Bangui. Ya, Aku seorang pedagang bumbu-bumbu dapur yang sudah dihaluskan. Sudah sejak puluhan tahun yang lalu aku menekuninya, selama seminggu sekali menempuh perjalanan sepanjang 100 kilometer dari Mbaiki-Bangui dengan sepeda motor.

Hanya tinggal 30 kilometer lagi aku akan memasuki Bangui, tapi tiba-tiba di tengah perjalanan beberapa orang polisi mencegat motorku.
   
“Anda tidak bisa memasuki Bangui hari ini, terlalu berbahaya. Berbalik arahlah!”
   
“Apa yang terjadi?”
   
“Ada kerusuhan hebat.”
   
Tak ada pilihan lain, sangat berbahaya jika memaksa menempuh perjalanan. Akhirnya aku kembali pulang ke rumah dengan barang dagangan yang masih terikat rapi di jok motor. Setiba di rumah aku menelepon rekan bisnis.
   
“Assalamu’alaikum, Abdalla... ini Ahmadou.”
   
“Walaikum salam...” Jawab suara di ujung sana, suara-suara gaduh dan teriakan orang-orang membuat suara Abdalla tidak terdengar dengar jelas.
   
“Maaf, hari ini aku tidak bisa mengantarkan pesananmu... dalam perjalanan, polisi melarang aku memasuki Bangui.”
   
“Ya, kondisi di sini memang sangat gawat... orang-orang muslim dibunuh, tak peduli wanita dan anak-anak, masjid-masjid dibakar... aku sendiri hanya bisa pasrah kepada Allah...” Suara di ujung telepon mulai terputus-putus.
   
“Di mana kamu sekarang?”
   
“Aku berlindung di dalam toko.” Tiba-tiba saja sambungan telepon terputus.
   
Mendengar berita itu membuatku mengkhawatirkan kondisi Abdalla. Semoga dia baik-baik saja. Kondisi di Afrika Tengah semakin memburuk semenjak Seleka yang merebut kepemimpinan di Afrika Tengah membubarkan diri. Milisi-milisi atau kelompok sipil bersenjata tumbuh bagaikan jamur, mereka merajalela. Menyerang kota-kota, membunuh dan menjarah rumah-rumah penduduk. Ah, aku tak tahu bagaimana kekacauan ini bisa berkembang biak.
   
Aku mulai membuka ikatan karung yang berisi barang dagangan, lalu memanggulnya masuk ke dalam toko sekaligus rumah lalu menuangkan isi karung ke kotak-kotak berbaris tempat bumbu-bumbu dapur untuk dijual. Ya, akhirnya barang dagangan itu aku jual sendiri. Tak ada kepastian kapan kondisi Bangui akan aman kembali.
   
Malam menyapa Kota Mbaiki, sudah menjadi rutinitasku saat malam tiba waktunya berkumpul dengan istri dan anak. Menikmati hidangan Fufu hangat yang dimasak istriku, sambil menyantap kami biasa menonton televisi. Putriku yang mulai beranjak dewasa menekan remote televisi menampilkan acara berita.
   
Kondisi Kota Bangui semakin memanas, para milisi merangsek ke dalam kota pada pagi hari pukul 06.00 dan kerusuhan terus berlangsung hingga malam ini. Sedikitnya 70 orang tewas dan 94 orang luka-luka. Sebagian besar korban mengalami luka akibat tebasan parang. Beberapa korban diantaranya wanita dan anak-anak. Para korban dilarikan ke rumah sakit terdekat.
   
Aku terdiam menyaksikan berita itu, layar televisi sedang menayangkan gambar korban-korban yang bergelimpangan di koridor rumah sakit. Korban-korban tewas dijejer berbaris di lantai dengan darah yang masih mengucur deras. Membuat lantai rumah sakit berubah warna menjadi merah. Sekilas aku melihat Abdalla, sedang duduk merintih kesakitan dengan kepala diperban. Salah seorang reporter menghampirinya untuk wawancara.
   
“Saat itu masih pagi hari, aku berniat untuk membuka toko. Namun saat aku melihat keluar, dari kejauhan rombongan orang-orang bersenjata berlari dengan cepat. Mereka berteriak-teriak sambil mengangkat parangnya seperti kesetanan...para warga berlari melindungi diri. Aku melihat seorang pria ditebas kepalanya. Dalam keadaan panik aku segera mengunci semua pintu dan jendela... beberapa jam kemudian mereka mulai mendobrak pintu tokoku...kami terlibat perkelahian. Syukurlah aku masih selamat”
   
“Berapa orang jumlah mereka?” Tanya repoter.
   
“Entahlah mungkin puluhan orang...”
   
Berita beralih menangkap gambar suasana Kota Bangui saat itu, aku melihat sebuah masjid sedang terbakar. Kaca-kacanya pecah berserakan di lantai. Sekumpulan orang dengan parangnya tampak lalu lalang di halaman masjid. Mereka sangat beringas. Sementara itu putriku serius mendengarkan, matanya tak beralih dari televisi.
Sambil menonton dia bertanya padaku, “Ayah, kenapa mereka dibunuh? Kenapa masjid-masjid dibakar?”

“Ayah juga tidak tahu, Nak... Ayah hanya pedagang biasa.” Rasanya terlalu rumit menjelaskan semua kejadian yang dilihat putriku, kondisi politik di Afrika Tengah selama beberapa tahun terakhir memang tidak berjalan mulus. Aku sendiri tidak mengerti mengapa kondisi itu jadi berkembang ke pengusiran dan pembunuhan muslim di Afrika Tengah. Seiring waktu berjalan putriku akan mengerti.

Hanya gambar ilustrasi

                                                 ***

Siang itu aku menuju ke Masjid Lobaye untuk Shalat Jum’at, seorang imam masjid naik ke mimbar. Dia imam masjid sekaligus wakil walikota Mbaiki.  Sesaat kemudian dia mulai mengisi kutbah dengan wajah menyiratkan kesedihan.

“Saudara-saudaraku, beberapa hari yang lalu telah terjadi tragedi kemanusiaan di Kota Bangui. Banyak saudara-saudara kita yang tewas, sisanya mengungsi dan keluar dari Afrika Tengah, masjid-masjid dibakar, dan toko-toko dijarah. Setelah Shalat Jum’at kita akan melaksanakan Shalat Ghaib untuk mendoakan saudara-saudara kita yang telah tiada.”

Para jama’ah Shalat Jum’at larut dalam kesedihan, seorang jama’ah yang duduk di sampingku bahkan menangis sampai menetes air di hidungnya. Usianya tak lagi muda, kepalanya sudah ditutupi uban, dan kulit tangannya keriput. Aku pun merasakan kepedihan yang sama, seusai Shalat Ghaib aku menyempatkan diri untuk mengobrol dengannya.

“Kek, tadi aku melihat Kakek menangis...” Ucapku dengan nada bicara berhati-hati.

“Dua hari yang lalu anakku baru saja meninggal setelah dirawat di rumah sakit, dia menjadi salah satu korban kebrutalan mereka... anakku tinggal di sebuah desa kecil, kira-kira 50 km dari Kota Bangui.”

“Jadi kerusuhan sudah mulai meluas ke pinggiran kota?”

“Ya, bukan tidak mungkin mereka akan merangsek ke tempat kita tinggal, Mbaiki... esok aku mengungsi ke negara lain.” Kakek itu mengusap sudut-sudut matanya, air mata bening masih jatuh membasahi pipinya yang tirus.

Sepulang dari masjid aku melihat kesibukan beberapa orang tetangga yang hendak mengungsi, sepertinya berita tentang meluasnya kerusuhan sudah tersebar dari mulut ke mulut. Mereka menumpuk barang-barangnya menjadi satu ke dalam truk, saat aku tiba mereka menghampiri untuk berpamitan. Sedih rasanya kehilangan tetangga yang sudah menjadi bagian dari hidupku.

Gelombang pengungsi semakin hari semakin meningkat. Setiap harinya selalu ada yang pergi meninggalkan Mbaiki. Beberapa truk berbaris, mereka berjejalan di atasnya bersama barang-barang. Sampai hari itu hanya tersisa tiga keluarga, termasuk keluargaku.

Aku sendiri mengkhawatirkan keselamatan anak dan istri. Hanya saja berat rasanya meninggalkan Mbaiki. Bagaimana tidak? Di tempat inilah aku dilahirkan dan membesarkan anakku. Rasanya tidak terbayang harus pergi meninggalkan tanah air ke tempat yang antah berantah. Para tetangga yang tersisa terus membujukku untuk ikut mengungsi, tapi aku masih ingin bertahan di Mbaiki. Biarlah anak dan istriku saja yang mengungsi.

Esok harinya di tengah-tengah kawalan ketat polisi truk-truk berbaris, bersiap-siap untuk mengungsikan keluargaku dan tetangga yang masih tersisa.

Sebelum menaiki truk istriku berkata, “Jika berubah pikiran susul kami ke Sudan.” Matanya berkaca-kaca, dia menggenggam erat tanganku. Aku hanya mengangguk perlahan.

“Jaga putri kita.”

“Apa kamu yakin tidak ingin ikut dengan kami? Ini rombongan yang terakhir... tak ada lagi muslim di Kota Mbaiki selain dirimu...” Ucap salah seorang tetangga.

“Tak apa, pergilah!” Aku berusaha meyakinkan mereka.

Mesin truk dinyalakan, perlahan-lahan truk itu pergi meninggalkanku. Sendirian. Dari kejauhan aku lihat putriku membenamkan wajahnya ke pelukan istriku. Ya, sudah sejak semalam sebelumnya dia menangis tanpa henti saat mengetahui akan berpisah denganku.

                                                   ***

Semburat jingga menghiasi langit Mbaiki, suasana sore itu sangat hening. Kota itu tak lagi sama seperti Kota Mbaiki yang kukenal. Aku memacu sepeda motor melewati Masjid Lobaye, tak ada lagi suara-suara anak kecil yang tertawa riang. Biasanya di sore hari anak-anak berkumpul di masjid untuk mengaji.

Aku menghela nafas, beberapa meter kemudian tampak rumah sekaligus tokoku. Aku memasukkan motor ke dalam rumah, tiba-tiba saja kesepian mendera. Biasanya saat tiba di rumah ada anak dan istri yang menyambut hangat. Ah, kutepis saja semua rasa itu.

Malam semakin larut, aku berada di dalam rumah sambil menyiapkan parang untuk berjaga-jaga. Semua pintu dan jendela dalam keadaan terkunci. Aku tidur di ruang tamu sambil memeluk parang. Tiba-tiba suara langkah-langkah kaki terdengar, semakin lama semakin dekat.

Aku terperanjat. Waspada. Jam dinding menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Mataku mengintip dari jendela, mencari sumber suara. Tiba-tiba saja bayangan beberapa orang berkelebat di halaman rumahku. Aku terlonjak mundur selangkah dari jendela, dada bergemuruh, dan mata terbelalak. Jantungku berdetak sangat kencang.

Mereka semakin mendekat! Aku menggenggam erat parang yang sudah diasah sejak kemarin. Brak! Brak! Mereka berusaha mendobrak pintu. Prang! Kaca jendela dipecahkan. Aku bersiap-siap mengambil posisi menyerang.

“Woaaaa! Woaaa!” Mereka berhasil masuk ke dalam rumah dan berteriak-teriak, parang-parang itu berkilauan terkena cahaya lampu rumah. Aku terus bertahan melancarkan serangan beberapa dari mereka terjerembab ke tanah setelah terkena sabetan parangku.

Kondisi semakin genting, beberapa kawan mereka berdatangan setelah mendengar keributan, aku terdesak masuk ke dalam toko. Tiba-tiba saja sabetan parang  salah seorang dari mereka mengenai lengan dan kakiku.

“Aaaa!” Aku menjerit kesakitan, senjataku terjatuh ke lantai.

Mereka seperti kanibal yang ingin mengunyahku, aku terduduk di lantai. Sedikit demi sedikit mereka melangkah semakin dekat. Tiba-tiba tanganku menyentuh bumbu-bumbu halus yang terusun di kotak berbaris.

Ini bubuk cabai! Aku menggenggam bubuk itu sebanyak-banyaknya. Bagus teruslah mendekat! Mata mereka merah beringas, salah seorang dari mereka mengangkat parangnya tinggi-tinggi.

Ini saat yang tepat! Ya Allah, tolonglah hamba. Dalam hitungan detik aku melempar bubuk cabai itu ke mata mereka. Tak ada satu pun dari yang luput. Mereka menjerit kesakitan dan saling melukai, karena mengira temannya adalah diriku. Mereka tidak dapat melihat dengan jelas.

Dengan langkah terseok-seok aku memaksakan dari berlari ke motor. Tak lama motor itu melaju menyusuri jalanan Kota Mbaiki dengan kecepatan penuh. Saat itu aku akan berlindung ke kantor polisi. Nahas, motorku mogok di jalan. Padahal kantor polisi hanya tinggal beberapa meter lagi. Darah mengucur deras dari kaki dan lenganku, sambil menyeret kaki aku berjalan perlahan ke kantor polisi. Tiba-tiba saja beberapa orang milisi menghadangku. Mereka tersenyum sinis.

Mereka terus memukuli, tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk melawan. Dalam keadaan setengah sadar mereka menarik kedua kaki dan tanganku. Samar-samar kulihat mereka mengangkat parangnya. Ya Allah, tolonglah hamba!

                                                ***

Truk itu mengantri di pintu perbatasan Afrika Tengah-Sudan, sudah hampir sepuluh jam aku berdiri di truk berjejalan dengan pengungsi dari kota-kota lain sekitar Bangui. Aku menatap langit Afrika Tengah untuk terakhir kalinya sebelum memasuki Sudan.

Luka-luka akibat perkelahian masih menyisakan nyeri yang amat sangat. Malam itu dalam keadaan setengah sadar sayup-sayup kudengar jeritan-jeritan histeris anggota milisi. Tiba-tiba saja mereka terpental dengan sendirinya beberapa meter ke udara, sementara aku tergeletak tak berdaya di tengah jalan. Suara-suara keras terdengar, seperti bunyi godam raksasa yang menghantam. Aku sendiri tak kuasa mendengarnya. Mereka merintih kesakitan, tak lama setelah itu tak ada lagi suara yang terdengar. Sunyi.

Aku ditemukan oleh beberapa orang anggota polisi dan dibawa ke rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit mereka bertanya padaku, “Apa yang sudah kau lakukan terhadap kelompok milisi itu?”

Aku terbengong-bengong, tak mengerti maksud ucapan mereka, “Aku tidak melakukan apa-apa... ketika itu kesadaranku sedang menurun karena kehabisan banyak darah.”

“Kami menemukan kelompok milisi itu bergelimpangan di sekitarmu dengan wajah yang rusak dan tidak dapat dikenali... seakan-akan wajah mereka habis dihantam benda yang sangat keras.”

Saat itu aku tertegun mendengarnya, mungkinkah Allah SWT mengirimkan pasukan-Nya? Tiba-tiba saja air mata mengalir deras, membuat wajahku basah.

                                               ***
NB:

Fufu: Makanan khas Afrika Tengah berupa sup kacang.

*Cerpen ini terinspirasi dari artikel berita yang pernah dirilis dakwatuna.com yang berjudul Saleh Dido, Muslim Terakhir di Kota Mbaiki.

Penulis Tunanetra yang Menginspirasi

Aku tidak pernah menyangka, mengenal dunia tulis-menulis telah mengeluarkan aku dari tempurung. Dulu hidupku sangat monoton dan membosankan, aktivitas sehari-hari hanya berangkat dari rumah ke sekolah, lalu dari sekolah pulang ke rumah.

Ditambah lagi dengan karakter kepribadian yang cenderung introvet atau tertutup. Aku bukan tipe orang yang menyukai keramaian, sedikit kutu buku, pemalu, dan mudah canggung ketika bertemu dengan orang baru.

Kesukaan pada menulis juga tidak pernah kusadari, dulu semasa sekolah dan kuliah aku memang sangat suka membaca dan mencatat. Tapi tidak pernah terpikir untuk serius menulis. Hingga suatu hari seorang teman mengatakan suka membaca tulisan-tulisanku dan menyarankan untuk menekuni dunia tulis-menulis.

Setelah itu petualangan dimulai, aku baru merasa benar-benar hidup setelah mengenal dunia tulis-menulis. Kemana saja selama ini? menghabiskan waktu selama 29 tahun dengan aktivitas yang itu-itu saja. Benarlah kata Pak Cahyadi Takariawan "Menulis ibarat jendela". Saat ini aku benar-benar menikmati melihat pemandangan di luar jendela. Dunia terasa luas sekarang, ada banyak hal menarik yang bisa dijalani.

Bertemu Penulis Tunanetra yang Menginspirasi

Komunitas Bisa Menulis, rumah pertamaku belajar menulis. Aku menemukan komunitas ini secara tidak sengaja saat iseng-iseng mencari komunitas yang bisa mengajariku menulis dengan gratis. Ya, aku memang suka yang gratisan. Ada satu hal yang paling aku senangi yaitu bertemu dengan orang yang mau membagi ilmunya dengan gratis. Karena ilmu itu sangat mahal harganya, tidak semua orang bisa mendapatkan. Apalagi jika kantong sedang sekarat. Sampai saat ini aku berterima kasih kepada teman-teman yang sudah lebih dulu mengenal dunia tulis-menulis dan rela berbagi.

Singkat cerita, di komunitas itu aku bertemu dengan banyak orang yang suka menulis. Ada yang pemula sepertiku, namun ada juga yang sudah memiliki banyak pengalaman. Di sanalah aku berkenalan dengan teman-teman baru.

Ada satu orang teman yang kukenal di komunitas itu, Ramaditya Adikara. Biasa dipanggil Mas Rama, kami tidak pernah bertatap muka. Hanya beberapa kali berbincang melalui jejaring sosial, kesan pertama yang kudapatkan, dia cukup ramah kepada siapa saja. Termasuk pemula sepertiku. 

Mas Rama terlahir dengan kondisi tunanetra, namun sangat produktif menulis. Dua buah novelnya telah beredar di toko buku nasional, selain itu dia aktif mengisi seminar tentang kepenulisan dan motivasi. Sekali waktu aku membaca testimoni peserta seminar yang diadakan oleh Mas Rama, peserta itu mengaku kagum saat melihatnya mendemonstrasikan cara dia menulis.

Tunanetra bisa menulis? Tentu saja bisa.


sumber gambar: www.saifudin.com

Kemajuan Teknologi Sangat Membantu Rekan Tunanetra

Job Access With Speech (JAWS), software ini sangat berguna untuk membantu rekan tunanetra untuk memakai komputer. Software ini dilengkapi dengan layar yang bisa melafalkan teks atau disebut dengan pembaca layar. Dengan adanya software ini rekan tunanetra dapat terus berkarya tanpa harus bergantung kepada orang lain.

Bagaimana cara kerjanya? layar akan membaca setiap teks yang ditampilkan kata per kata secara otomatis. Selain itu keyboard yang tersedia juga sudah memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan monitor.

Www. kartunet.or.id, Website yang Dikelola Rekan Tunanetra

Rekan-rekan tunanetra yang tergabung di dalam komunitas Kartunet Community Indonesia mengelola website tersebut. Kartunet itu sendiri merupakan singkatan dari kalimat karya tunanetra. Website ini merupakan wadah untuk menampung karya tulis rekan-rekan tunanetra, tulisan berupa karya sastra, opini, artikel, atau berita-berita terkait disabilitas.
 
Sekali waktu berkunjunglah ke website ini, ada banyak pengetahuan dan hal menarik di dalamnya, tampilan yang rapi, tulisan-tulisan yang apik membuat kita sadar bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk terus berkarya dan berbagi manfaat untuk lingkungan sekitar.







Bagaimana Seharusnya Memperlakukan Ari-Ari?

Bagi sebagian masyarakat Indonesia ari-ari atau plasenta dianggap istemewa. Setelah bayi dilahirkan mereka melakukan beberapa tradisi yang terkait dengan ari-ari, misalnya memasukkannya ke dalam kendi, dikubur di dalam tanah lalu diberi lampu.

Sebenarnya bagaimana tuntunan islam terkait dengan perlakuan terhadap ari-ari? Sahabat, di dalam agama islam tidak ada perintah untuk mengistimewakan ari-ari. Ari-ari hanyalah bagian dari tubuh, ketika bayi masih di dalam kandungan ari-ari berfungsi sebagai penyedia makanan , darah, dan oksigen bagi janin.

Setelah bayi dilahirkan ari-ari dipisahkan dari bayi. Jadi tidak ada yang istimewa dari ari-ari, ia hanya bagian tubuh selayaknya kuku dan rambut. Mengubur ari-ari seperti membuang kuku dan rambut yang telah dipotong.


Sumber gambar: hidayatullahmakassar.com
Lalu bagaimana seharusnya kita memperlakukan ari-ari? Pertama-tama, ari-ari dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam wadah untuk ditanam-wadah apa saja yang bisa dipakai. Tujuan dari penanaman ini untuk menghindari pembusukan, bakteri dan penyakit. Bukan karena suatu hal yang lain. Jika dibiarkan membusuk ari-ari akan menyebarkan bau tak sedap.

Kedua, gali tanah yang cukup dalam. Tujuannya agar tidak digali oleh binatang, tanam ari-ari tanpa menyertainya dengan benda-benda lain. Tidak perlu ragu untuk melakukannya, tepis semua pikiran negatif, mitos dan keyakinan-keyakinan yang tidak masuk akal.

Ketiga, tutup dengan tanah, lalu tinggalkan, tanpa perlu memberinya tanda atau perlakuan khusus.

Kita tidak perlu membuang tenaga dan pikiran untuk melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya di dalam islam.

Remaja Cyber, Cerdas Berinternet

Sobat, kamu-kamu pasti udah kenal sama yang namanya internet. Teknologi yang satu ini memang udah enggak asing lagi di telinga kamu. Bahkan internet udah menjadi kebutuhan hidup, bukan sekadar gaya-gayaan.

Ini zamannya kuda gigit pentium, teknologi bisa memudahkan pekerjaanmu. Tapi ternyata banyak juga lho yang menyalahgunakan kecanggihan teknologi. Negara kita termasuk negara dengan peringkat nomor satu yang mendapat serangan kejahatan melalui internet.

Ah, serius tuh? Weits, berdasarkan berita yang dimuat di nationalgeographic.co.id ada 42.000 serangan cyber crime alias kriminalitas di dunia maya setiap harinya. Data itu dipublikasikan dalam acara Indonesia Cyber Crime Summit yang diadakan di Institut Teknologi Bandung.

Memang sih teknologi itu seperti koin dengan dua sisi, ada baik dan buruknya tergantung tujuan si pemakai. Nah, kamu sebagai pemakai punya peranan besar dalam membentengi diri sendiri supaya enggak menjadi korban cyber crime.

Tapi kan ada petugas keamanan dan kemenkominfo, terus buat apa repot? Sob, jangan sampai nasi menjadi basi–mending jadi bubur bisa dimakan. Penyesalan itu datangnya belakangan. Biarpun ada petugas yang berwenang kamu enggak mau kan merasakan pengalaman menjadi korban cyber crime? Lagipula melacak pelaku kejahatan di dunia maya itu enggak mudah dan membutuhkan waktu yang panjang.

Asli, serem banget lho! Ada banyak modus-modus kejahatan melalui internet, mulai dari penculikan, pornografi, prostitusi online, perdagangan manusia, pedophilia-gangguan seksual penyuka anak-anak, dan masih banyak lagi.

sumber gambar: Internet

Terus bagaimana dong caranya supaya aman saat berselancar di dunia maya? Oke deh sob, lanjutin baca tips asyik di bawah ini.

1.    Tidak Terlalu Mengumbar Kehidupan Pribadi di Internet

Kamu hobi jeprat-jepret, memakai handphone yang bisa dipasangin tongsis? Atau senang banget update segala hal yang terjadi di kehidupan nyatamu. Beli rumah baru, fotonya langsung dipajang, enggak tanggung-tanggung sampai seluruh ruangan kamu foto dan upload di dunia maya.

Duh sob, sebaiknya hentikan kebiasaan itu deh. Membahayakan. Kamu tidak tahu dengan pasti karakter orang-orang yang menjadi temanmu di dunia maya. Kecuali kamu sangat selektif memilih teman, hanya orang yang kamu kenal di dunia nyata saja yang menjadi temanmu.

Foto-fotomu bisa disalahgunakan oleh pelaku kejahatan. Begitu juga jika kamu memasang foto keponakan yang masih unyu-unyu ke dunia maya, apalagi foto keponakanmu yang sedang mandi. Biarpun mereka masih kecil kamu juga perlu menghargai privasinya, mereka juga enggak aman sob!

Di dunia maya beredar predator anak alias paedophilia. Foto keponakanmu yang unyu itu bisa disalahgunakan, menjadi foto pornografi anak. Bahkan bisa saja mereka menargetkan keponakanmu untuk diculik. Apalagi jika kamu memasang alamat sangat lengkap di dunia maya.

Menurut data dari KPAI, sepanjang waktu 2011 sampai 2014 ada banyak anak yang menjadi korban pornografi dan kejahatan online. Sebanyak 21% menjadi korban pornografi anak online, 20% prostitusi anak online, 15% menjadi objek cd porno, dan 11% anak menjadi korban kekerasan seksual online.

Fakta mengejutkan terungkap, setiap tahunnya bertambah 50.000 foto baru pornografi anak. Kasihan ya, anak-anak itu.

2.    Tidak Memasang Foto Pribadi

Nah, kalau ini pengalaman pribadi penulis. Jadi ceritanya begini, penulis mempunyai teman di dunia maya. Perempuan shalehah yang menutup auratnya. Suatu hari penulis membaca statusnya. Kurang lebih seperti ini:

“Tolong jika ada yang meng-add menjadi teman atas nama saya jangan di approve. Akun itu palsu. Foto saya diambil dan diedit menjadi seperti tidak memakai jilbab.”

Setelah penulis meluncur ke akun palsu tersebut, beneran sob! Fotonya yang berjilbab diganti dengan gambar rambut. Duh, penulis cuma bisa mengelus dada. Hati-hati deh sob, apalagi kalau kamu perempuan.

3.    Menyeleksi Teman di Dunia Maya

Enggak semua orang yang mau menjadi temanmu di dunia maya harus diterima. Kamu perlu menyaringnya. Cara paling aman hanya memasukkan orang yang kamu kenal di dunia nyata, jika terpaksa menerima pertemanan karena suatu hal perhatikan profil dan data orang tersebut dan lihat jumlah teman-teman yang sama denganmu.

Semakin jelas profil dan semakin banyak jumlah teman yang sama bisa menjadi pertimbangan tersendiri buatmu.

Ada cerita lucu yang dialami oleh teman penulis. Suatu hari seseorang yang tidak dia kenal di dunia nyata meng-add. Akun itu bernama Kuntilanak. Jelas saja teman penulis menolaknya dia menulis status:

“Di dunia nyata aja enggak mau temenan sama Kuntilanak, siapa juga yang mau temenan sama Kuntilanak dan Pocong. Biar di dunia maya juga ogah... hehehe...”

Jadi sob, pilih pertemanan dengan orang yang menggunakan nama asli, bukan nama alay apalagi nama-nama setan. Ih... syerem.

4.    Setting Pengaturan Akun Pribadimu

Kamu pernah enggak punya pengalaman seseorang menge-tag foto tidak senonoh di akun pribadi? Tiba-tiba saja teman-teman mengirim pesan agar kamu menghapus foto itu, padahal bukan kamu yang memasangnya.

Jika pernah, berarti kamu perlu mengatur akun pribadi. Agar informasi yang dibagikan teman tidak secara otomatis muncul di akunmu. Informasi itu baru bisa ditayangkan setelah mendapat persetujuan darimu.

Ada baiknya saat membuat sebuah akun di dunia maya dibarengi dengan mempelajari petunjuk penggunaanya. Supaya akunmu aman dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Nah, sekarang kamu udah mengerti kan kalau menggunakan internet itu ada aturannya. Sebagai pengguna kamu dituntut untuk bisa memakai internet dengan penuh tanggung jawab.

Intinya gunakan internet untuk hal-hal yang baik, jangan sampai kamu tergoda untuk ikut-ikutan menjadi pelaku cyber crime. Gunakan internet sesuai kebutuhan dan tetap berhati-hati. Selamat berselancar di dunia maya!

(Tulisan ini telah dimuat di www.kreasianaknegeri.com)


Focus Private

Les Privat

Les Privat Focus Private adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri sebagai spesialis les privat guru ke rumah untuk mata pelajaran eksakta yaitu Matematika, Fisika, dan Kimia. Info 082312091982
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Total Tayangan Halaman