Inspirasi Menulis dari Cahyadi Takariawan

(Dirangkum oleh Inku Hikari)

     Menulis itu warisan para ulama. Generasi muslim terdahulu multitalenta, banyak ulama yang memiliki keahlian lebih dari satu bidang keilmuan, dan mereka memiliki banyak karya tulis yang hingga kini karyanya tidak menredup kecermelangannya.

    Imam Ibnu Jauzi salah satunya. Dia ulama yang sangat banyak menulis kitab dalam berbagai bidang ilmu. Ibnu Warid berkata, "Bila lembaran buku yang berhasil ditulisnya dikumpulkan, lalu dibandingkan dengan umurnya, rata-rata beliau menulis sembilan buku per hari." Karya Ibnu Jauzi ada 519 kitab.

    Sementara Imam Bukhari berkelana keliling dunia untuk mengumpulkan hadits-hadits shahih. Dia menuliskan kitab Shahih Bukhari-yang hingga kini menjadi kitab rujukan, selama 16 tahun. Sedangkan Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani menulis kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari berjumlah 17 jilid selama 29 tahun.

    Tradisi tulis-menulis sudah dikenal umat Islam sejak dahulu, sebuah tradisi yang baik yang saat ini justru jarang dimiliki generasi muda umat Islam. Sebenarnya ada banyak manfaat yang bisa didapatkan melalui menulis. Tulis menulis itu dunia tanpa batas. Melalui menulis saya bisa terhubung dengan dunia luar, bagi saya menulis ibarat jendela. Melalui jendela saya bisa melihat keluar, dan orang bisa melihat saya ke dalam. Melalui menulis juga saya bisa menginjakkan kaki ke tempat-tempat yang jauh yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan akan pergi ke sana.

     Menulis itu menyehatkan dan membahagiakan. Kebahagiaan tidak hanya dinilai dari sisi materi. Profesi menulis di Indonesia belum bisa dijadikan sandaran hidup. Hanya sedikit penulis yang merasakan kecukupan dari profesi ini, kebahagiaan justru didapatkan dari hal-hal lain. Menulis itu hanya sarana agar kita terhubung dengan orang banyak, dan hubungan yang terjalin itu yang akan membuka peluang lain.

     Menulis yang dilakukan dalam jangka panjang, bisa mengurangi kadar stress, meningkatkan kekebalan tubuh, memperbaiki mood dan mengurangi gejala trauma, sehingga penulis merasa lebih baik.




Don't Worry, Be Happy

“Janganlah kau putus asa karena tidak melihat jalan keluar.
Kalau begitu, di manakah Allah dan taqdir-Nya?”
(DR. ‘Aidh Bin Abdullah Al-Qarni)

     Sobat, pasti kamu pernah merasakan yang namanya galau atau sedih. Sebenarnya perasaan sedih itu normal-normal aja sih, tapi jangan sampai berlarut-larut ya. Kalau keterusan nanti kamu bisa kena depresi. Apa tuh depresi?

     Sobat, depresi itu termasuk salah satu  jenis gangguan kejiwaan lho. Biasanya depresi disebabkan oleh perasaan sedih yang mendalam, tidak berdaya, putus asa, dan tidak berharga yang berlangsung lama hingga berminggu-minggu sampai mengganggu aktivitas kamu.

     Duh, jangan sampai kamu kena depresi ya sobat. Jujur deh, rasanya enggak enak banget lho! Gara-gara depresi kamu susah tidur, bahasa kerennya insomnia, bayangin aja kalau kamu enggak tidur berhari-hari.

     Kamu jadi gampang menangis tanpa sebab yang jelas, lagi melamun menangis, lagi makan menangis, lagi nonton film komedi menangis. Tiada hari tanpa menangis. Kayaknya menangis udah jadi hobi barumu.

     Terus kamu enggak punya semangat hidup. Seakan-akan masalahmu itu berat banget, sampai-sampai enggak mau hidup lagi. Aih, serem ya sobat. Udah enggak jamannya lagi anak muda menyerah dan mengakhiri hidup, enggak keren!

     Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, bahkan Allah SWT sudah menyediakan kemudahan di setiap kesulitan yang kita hadapi. Enggak percaya? baca deh Al-qur’an.

     Maka dari itu kalau sedih jangan berlama-lama ya, sobat. Sedih kok dipiara, don’t worry be happy. Aku kasih tahu rahasianya supaya jangan bersedih (Ssst...ini rahasia kita).

    Pertama, mendekatkan diri pada Allah SWT. Allah SWT itu sayang banget lho sama kamu. Iya, gimana enggak sayang? Allah SWT memperhatikan semua kebutuhanmu, mendengar permintaanmu, dan selalu menjagamu.

     Kedua, membaca dan mempelajari Al-qur’an. Al-qur’an itu berfungsi sebagai obat, termasuk obat untuk hatimu yang sedang sedih, kecewa atau marah.

    Ketiga, berdoa. Doa itu mujarab sobat, ibaratnya itu senjatamu untuk menumpas kesedihan supaya jangan berkembang biak di dalam hatimu.

     Nah, yang terakhir carilah teman yang sholeh atau sholehah dan berpikiran positif. Bayangin aja kalau kamu curhat sama teman yang pesimis, kamu lagi sedih mengharu biru eh...malah bertambah kesedihannya gara-gara temanmu ikut menangis (jadi kayak sinetron). Hari-harimu digelayuti mendung. Beda ceritanya kalau temanmu optimis, dia bisa membuka matamu bahwa badai pasti berlalu dan mentari akan bersinar terang.

     Oke deh sobat, sebagai penutup aku mau cerita nih. Seorang ulama Ibnul Jauzy berkata, “Pernah suatu perkara membuatku terasa sempit hingga aku dirundung kecemasan yang tiada hentinya. Aku kerahkan semua kemampuan berpikirku untuk mengusir kesedihan ini dengan semua cara dan sarana yang kumampu . Akan tetapi, aku tidak melihat adanya jalan keluar. Aku pun teringat akan firman-Nya : ‘Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.’ (QS.65:2).

     Akhirnya aku menyadari bahwa hanya taqwalah yang dapat membebaskan diriku dari segala kesusahan. Tidak lama kemudian, begitu aku melaksanakan taqwa, ternyata aku menemukan jalan keluarnya.”

(Tulisan ini telah lolos dalam event kepenulisan Berguru pada Tokoh Agama yang diselenggarakan oleh Penerbit Diva Pers)


TKW Juga Bisa Jadi Penulis

      Awalnya penulis berkenalan dengan wanita yang bernama N. Nuraini (24) di sebuah jejaring sosial. Penulis tertarik dengan karyanya yang berkisah tentang kanker serviks, cerpen itu berhasil mengalahkan ratusan peserta lain yang ikut serta dalam sebuah lomba kepenulisan di sebuah komunitas menulis.
Ada banyak hal yang penulis dapatkan dari sosok wanita yang lahir pada tahun 1990 ini. Atas permintaan penulis, wanita yang saat ini tinggal di Kuwait bersedia untuk berbagi kisah.
  1. Bisa diceritakan bagaimana awal mulanya sampai Mbak bekerja keluar negeri?

    Saya masih ingat tahun 2009 lalu, ketika saya memilih kerja ke luar negeri karena ingin membantu orang tua. Jujur, tidak punya alasan lain hanya ingin membahagiakan keduanya. Sebelum pergi sudah banyak cerita yang menciutkan nyali, tetapi saya percaya kalau niatnya baik akan mendapat ridho-Nya. Namun begitulah, izin untuk pergi bekerja sebagai TKW susah didapatkan dari orang tua, terutama Bapak. Saya tak menyerah dan terus menerus meminta izin untuk pergi, hingga akhirnya disetujui. Waktu itu saya memilih negara Timur Tengah, tepatnya Kuwait.
  2.  Suka dukanya selama bekerja di sana apa?
    Tugas saya dari pertama datang sebagai pengasuh anak. Waktu itu, anak asuhan baru berusia 3,5 tahun dan sekarang dia sudah duduk di Grade dua. Duka bekerja di luar negeri yang pertama ketika rindu kepada keluarga di kampung.

    Itu duka terbesar, ketika rindu dengan keluarga sangat besar jika diterima dengan mental yang kuat dan mengingat niat kemudian berkomitmen dengan segala keadaan, insya Allah duka itu tak terasa, tapi sebaliknya, kalau mental tidak kuat jadi banyak melamun, pekerjaan terbengkalai, banyak perintah yang salah dikerjakan.

    Sukanya, sih saat nerima salary. Rasanya senang, bisa mengirim uang kepada orang tua, sedikit-sedikit membantu saudara, membahagiakan diri sendiri.
    Selama saya di sini, bertahun-tahun, tak pernah ingat ini hari apa, esok hari apa, tak pernah menghitung hari, mengingat bulan, tapi cuma mengingat tanggal 28 saja setiap bulannya.

  3. Ada tidak momen yang paling membekas selama bekerja di sana?

    Momen yang paling membekas saat pertama merayakan lebaran jauh dari keluarga. Terasa banget segala pedih dan perihnya, ketika mendengar lantunan takbir tak satu pun wajah yang biasanya berada di dekat saya. Hanya saja waktu itu saya berpikir, tak cuma saya yang demikian, beratus bahkan mungkin beribu orang yang merasakan hal yang sama.

    Saya juga yakin, saya pergi untuk kembali, mereka masih menunggu. Tentu saja saya harus pulang dalam keadaan selamat, itulah kebahagiaan yang dirindukan mereka masih setia menunggu dan melihat saya sehat wal’afiat.

    Alhamdulillah, lebaran-lebaran selanjutnya lebih kuat menahan semua kesedihan, apalagi setelah kontrak dua tahun selesai dan majikan memberikan tawaran yang cukup menarik, selain kenaikan gaji juga bisa cuti pertahun selama beberapa minggu. Kesempatan yang jarang didapatkan para house maids tentunya.

  4. Mbak kan suka menulis, ceritakan bagaimana prosesnya sampai bisa berkenalan dengan dunia literasi?

    Tulis menulis sebenarnya sudah saya sukai semenjak SMP. Saya pernah mengikuti lomba menulis cerpen pada peringatan HARDIKNAS di Kecamatan, alhamdulillah mendapat juara 2.

    Selanjutnya aktif sebagai pengurus mading, namun ketika di SMA saya termasuk orang yang pemalu, masuk di SMA yang kebanyakan siswanya anak-anak berprestasi membuat saya tertekan dan merasa tak layak bersaing. Saya menjadi siswi yang paling tidak aktif bahkan langganan pingsan setiap hari senin.

    Hampir delapan tahun hobby menulis terkubur dan hanya menghasilkan diary-diary tebal. Isinya cuma keluhan, gak lebih (narasumber bercerita sambil tertawa).

    Hingga awal 2014, di facebook, saya masuk ke dalam sebuah grup kepenulisan yang didirikan Pak Isa Alamsyah dan Bu Asma Nadia (Penulis Assalamualaikum Beijing).
    Di sana saya tercengang dengan postingan-postingan para anggotanya, yang langsung dikomentari oleh Pak Isa maupun member lainnya dan mulai iseng-iseng ikut posting cerita, alhamdulillah ilmu-ilmu tentang kepenulisan terus mengalir dari sana. Semua berlangsung seperti itu, hingga pada awal september lalu merasa sudah bosan ngetik-ngetik gak karuan dan hanya untuk dibaca cuma-cuma.

    Lalu seorang teman yang juga teman seperjuangan, seprofesi namun sudah lihai dalam dunia literasi, sebut saja Mbak Niranita. Dialah yang memberi semangat untuk mengikuti event-event yang diadakan oleh puluhan penerbit secara online. Berkatnya saya pun maju, walau cuma sejengkal dan belum bisa menjadi apa-apa.

  5. Adakah prestasi dan kegiatan di bidang literasi yang pernah Mbak ikuti dan dapatkan?

    Sebelum mengikuti event saya pernah jadi admin di sebuah fans page kreasi seni, tugas saya memposting cerpen setiap hari Selasa.

    Itu saya jadikan sebagai ajang latihan walaupun pada akhirnya saya keluar dari FP tersebut. Bulan oktober 2014, langkah awal saya dalam dunia literasi yang mungkin bisa disebut sungguh-sungguh.

    Saya mulai mengikuti berbagai macam event dan bahkan ikut kelas online untuk menambah wawasan dan kemampuan. Dari oktober 2014 sampai saat ini saya mengikuti 23 event menulis dan hanya lolos sepuluh saja (tersenyum).

    Apa yang saya dapatkan tak banyak, kecuali e-sertifikat dan bonus lainnya, tapi ada hal besar yang datang tak diduga, yaitu semangat untuk lebih baik. Lebih produktif, lebih amanah dalam menjalani hobi menulis. Saya tak harus menyakiti orang lain dengan kalimat-kalimat yang saya hasilkan.

  6. Saya lihat Mbak sudah menulis buku, buku apa aja Mbak? bisa diceritakan.

    Buku yang Mbak lihat semuanya antalogi. Saya baru mampu menjadi kontributor saja.
    Ada 10 antalogi yang di dalamnya ada karya saya. Insya Allah beberapa antalogi lain dalam proses. Sebagiannya kisah nyata yang inspiratif yang saya harap memberi kebaikan pada pembaca.

    Kesepuluh antalogi itu tentang muslimah, cita-cita, tentang ibu, seputar profesi dan ada satu karya yang diterbitkan di penerbit besar yaitu kiat-kiat move-on.

    Bagi saya menjadi TKW dulu mungkin bukan pilihan yang tepat, tetapi pada saat ini saya mensyukurinya dengan sepenuh hati. Saya sadar bahwa tak ada yang lebih berkuasa selain Allah SWT.

    Cita-cita menjadi penulis semenjak remaja hingga terkubur delapan tahun tetapi pada akhirnya Allah memberikan jalan untuk kembali meraih cita-cita itu, walaupun saya sudah bukan remaja lagi, dan berprofesi sebagai TKW yang banyak sekali diberitakan bernasib malang melintang di negara orang. Saya memberi kesaksian, bahwa tidak semua yang menjadi TKW menjadi korban perdagangan manusia dan akan selalu mendapat penindasan.

    Alhamdulillah saya sampai ke negara ini dengan prosedur baik dan dokumen yang lengkap, serta berusaha mentaati peraturan yang berlaku. Baik peraturan dari tanah air maupun dari negara ini.

    Seperti yang saya katakan, bahwa saya pergi dari kampung untuk sukses, tentu saja saya tidak akan sukses dengan niat saja. Saya harus menjalankan kiat-kiatnya dan melakukan pertahanan yang kuat.

    Dulu ketika anak asuhan masih kecil, saya belum bisa menulis setenang sekarang, karena tanggung jawab saya besar.

    Saya suka menulis tapi pekerjaan saya harus saya sukai lebih lagi. Akhirnya waktu yang tepat pun datang, anak asuhan saya sekarang sudah besar bahkan sering ikut-ikutan belajar mengetik dan membuat cerita. Semua itu memberi saya pelajaran, bahwa semua sudah Allah atur, dan Allah tahu waktu yang tepat.

    Bayangkan jika dia masih kecil dan Allah sudah membuka jalan saya untuk kembali dengan ambisi menulis, bisa saja saya membuat celaka anak majikan karena lalai, tentu saja akibatnya fatal bagi nyawa saya.

    Semua hanya karena Allah SWT, saya jadi TKW, saya jadi pengasuh, hingga kini berusaha jadi penulis. TKW boleh juga bercita-cita, boleh sukses!

    (Tulisan ini telah dimuat di http://kreasianaknegeri.com)




Secercah Harap untuk Down Syndrom (2)

   Takdir kehidupan  membawa Ibu Arie untuk peduli dengan kondisi anak-anak Down Syndrom. Baginya dititipi anak Down Syndrom bukan akhir segalanya. Berikut hasil wawancara penulis dengan wanita yang saat ini tinggal di Blominton, USA.


1. Hal apa saja yang harus diperjuangkan terkait Down Syndrom?


  Kita sedang mengupayakan menghindari terjadinya diskriminasi hak terhadap anak berkebutuhan khusus. Juga berusaha mengedukasi masyarakat bahwa anak-anak Down Syndrom itu ada karena takdir Allah. Punya anak Down Syndrom (ADS) itu blessing on disguise. Punya ADS itu nikmat, dengan kehadirannya kita banyak belajar tentang arti sabar dan syukur. Kita tidak pernah tahu jika tidak mengalaminya sendiri.

2. Bagaimanapun ADS pasti punya potensi yang bisa dikembangkan. Seperti apa kiranya potensi yang dimiliki ADS?


    Rata-rata ADS ada di range mampu didik dan latih. Artinya tinggal bagaimana kita memberi dukungan kepada ADS. Semakin cepat bangun, mengatasi masalah, memberikan kesempatan yang luas pada ADS, akan baik perkembangannya. Sebaliknya jika kita masih dipenjara oleh kesedihan, penyesalan dan lain-lain, anak juga akan terhambat.

3. Biasanya penyakit medis apa yang sering dialami anak DS?


   Menurut ilmu medis, DS merupakan masalah genetis. Jumlah kromosomnya juga sudah berbeda. Perkembangan janin pun lebih lambat, banyak organ yang belum berkembang dengan baik. Seperti mata, jantung, paru, pencernaan, hormon dan lain-lain. Waktu saya hamil, sempat flek, cek ke dokter ternyata sel telurnya sudah memipih. Kemudian diberi obat penguat dan bisa berkembang. Ini membuat saya berpikir, bahwa ADS yang bisa lahir dengan selamat sudah karunia Allah. Janinnya diberi kekuatan.

4. Apakah terapi yang dijalani ADS memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembang ADS?


   Tentu ada pengaruhnya, namun efek terapi tidak akan besar apabila tidak distimulasi sendiri di rumah, orang tua lebih sering bersama anak. Terapis hanya satu atau tiga jam seminggu.


5. Tentang sekolah inklusi, apa ada permasalahan yang sering dihadapi anak DS yang sekolah di sekolah umum?

   
   Tergantung kesiapan sekolahnya. Bila sudah terintegrasi dengan baik, tidak akan terlalu banyak masalah. Karena pihak sekolah sudah punya cara yang tepat untuk mengatasi kesenjangan anak berkebutuhan khusus. Juga dengan respon teman, guru dan orang tua lain. Mereka biasanya diberikan informasi dari sekolah jadi saling mendukung. Menurut saya pribadi sekolah inklusi banyak manfaatnya, karena bisa melihat dan meniru kemampuan temannya.Tapi jika sekolahnya belum siap, akan ada kasus pembullyan terhadap ABK.

6. Apa yang sebaiknya dilakukan orang tua anak DS menghadapi stigma atau pandangan masyarakat yang belum paham benar atau berpandangan negatif terhadap DS?


    Saya sendiri tidak terlalu terpengaruh, karena yang lebih penting bagaimana Allah menilai.

Saya berusaha semaksimal mungkin mengedukasi masyarakat, minimal lingkungan saya dulu.

Saya pernah tidak jadi turun angkot karena asyik menjelaskan DS pada seorang nenek yang tertarik melihat anak saya. Saya juga membuat presentasi dan membagikan booklet tentang DS. Alhamdulillah, Allah kasih jalan. Mereka bisa lebih mengerti dan menyayangi ADS.

7. Adakah pesan yang ingin disampaikan pada orang tua ADS dan masyarakat umum?


    Saat Allah menitipkan kita seorang anak berkebutuhan khusus. Jangan panik dan berlarut dalam kekhawatiran yang tidak jelas. Sabar dan selalu percaya bahwa Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya. Special children for special parent.
Kita adalah hamba-Nya yang terpilih. Bangun dari mimpi buruk dan hadapi kenyataan yang ada di depan mata. Cintai dan sayangi dia dengan tulus sehingga anak akan tumbuh dengan percaya diri dan happy. Berikan kesempatan yang sama dengan saudaranya yang lain. Walaupun akan lebih banyak pengulangan dan kerja keras tim. Izinkan dia untuk mandiri. Jadikan keluarga, terapis, dan lingkungan menjadi tim yang mendukung tumbuh kembangnya.
DS adalah bukti yang diberikan Allah untuk kita bahwa setiap manusia itu berbeda. Setiap manusia itu spesial. Memiliki kebutuhannya masing-masing. Tapi tidak untuk dibeda-bedakan. Dengan kesempatan dan support yang sama. Individu yang dikaruniai Down Syndrom tetap bisa menunjukan potensinya.


Bahwa mereka ada mereka bisa. Ada seorang ADS di Saudi yang hafidz quran. Masyaa Allah.. semoga akan ada banyak ADS kita yang seperti itu. Harapannya jangan pandang sebelah mata ADS. Jangan kasihani mereka. Mereka tidak minta dikasihani, mereka hanya minta diberikan kesempatan yang sama. Banyak hal yang bisa kita tiru dari mereka. Kasih sayang yang tulus dan positif thinking. Mereka bisa selalu happy karena tidak memiliki dendam.

(Tulisan ini telah dimuat di  http://kreasianaknegeri.com)


Secercah Harap untuk Down Syndrom

    Membaca kisah-kisah Down Syndrom membuatku teringat dengan peristiwa tiga tahun yang lalu, saat putri kecilku lahir ke dunia. Semua orang menyambut kelahiran makhluk mungil tak berdosa dengan tawa bahagia.

    Sementara aku menyambutnya dengan kesedihan dan derai air mata. Ketika putriku berusia lima hari dokter memprediksi Down Syndrom. Jarak kedua matanya memang jauh, mata sipit dengan ujung seperti tertarik ke atas dan batang hidungnya datar.

     Hanya ciri-ciri itu yang tampak. Jantungnya baik, tangisnya kencang, dan kuat menyusu.

Mendengar perkiraan itu rasanya seperti tertimpa reruntuhan, sehari semalam aku menangis tanpa henti hingga kelelahan. Rasanya sangat sulit menerima kenyataan, semua pikiran buruk terlintas, membuat kepalaku penat. Tentang biaya terapi yang mahal, anak yang rentan penyakit, lambat perkembangan mentalnya, biaya berobat ke rumah sakit, biaya pendidikan, dan lain-lain.


   Selama beberapa hari aku bahkan enggan menggendongnya, hanya menggendongnya ketika sedang menyusui. Syukurlah keluarga  sangat mendukung.

    “Dia darah dagingmu, bagaimanapun kondisinya harus diterima,” ucap ibuku dengan penuh kelembutan.

    
    Suami juga sangat menyayangi putri kecil kami, dia yang banyak mengambil alih tugas ketika aku terpuruk dalam kesedihan. Melihat ketulusannya aku berusaha bangkit. Jika bukan kami, orang tuanya yang mengurus dan membesarkan, siapa lagi? Perlahan aku berusaha menerimanya sembari mencari pendapat dari dokter lain. Jawaban yang kudapat selalu sama.

    “Anak ibu sepertinya ada Down Syndrom, tapi tidak terlalu tampak… mungkin tingkatannya ringan.”


    Dokter menyarankan untuk tes kromosom. Aku terus mencari informasi tentang Down Syndron, hingga akhirnya bertemu dengan komunitas yang menampung para orang tua dan anak Down Syndrom.

    Aku banyak belajar dari mereka tentang ketangguhan dan kesabaran. Mereka orang tua yang luar biasa. Dititipkan anak spesial bukan akhir dunia. Meskipun terkadang kesedihan menyapa ketika melihat anak lain berceloteh dan berlari di atas kaki mungilnya. Berbagai tanya datang silih berganti. Apa kelak anakku bisa berjalan? Kapan dia bisa memanggilku “Mama”? Apa nanti dia bisa ke kamar kecil sendiri? dan lain-lain.

    Saat itu aku merasakan manusia benar-benar kecil, orang tua hanya bisa berusaha dan pasrah pada-Nya. Setiap melihat sedikit perkembangan rasanya seperti keajaiban. Aku hampir saja melonjak kegirangan ketika mendengarnya mengucapkan kata pertama dan bercerita ke semua orang ketika dia berhasil melangkahkan kaki mungilnya. Seakan-akan ingin berkata pada seluruh dunia, “Lihat! Dia bisa melakukannya.”

    Setahun kemudian tes kromosom menunjukkan hasil negatif, anakku bukan Down Syndrom. Dia sama seperti anak yang lain. Rasanya seperti mimpi, hampir saja aku mencubiti pipi sendiri. Selama setahun aku menganggapnya berkebutuhan khusus. Rasanya beban berat dipundakku hilang seketika.

   Setiba di rumah aku sujud syukur diiringi tetesan air mata yang tak terbendung. Manusia memang tidak pernah tahu kemana jalan takdir membawanya. Peristiwa itu membawa banyak hikmah, membuka jalinan silaturahim dengan para orang tua anak spesial. Jasa mereka tak akan pernah bisa dilupakan.

(Tulisan ini telah dimuat di  http://kreasianaknegeri.com)


Ketika Zaid bin Tsabit Dijahili

     Zaid bin Tsabit berasal dari Khazraj, ia anak yang cerdas. Zaid bin Tsabit dapat menulis dalam dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Arab dan bahasa Ibrani. Saat usianya 11 tahun, ia bertemu dengan nabi Muhammad SAW di kota Madinah. Ketika itu Zaid bin Tsabit diizinkan ikut serta dalam perang Khandaq. Ia membantu mengangkut dan memindahkan tanah galian bersama kaum muslimin lainnya.

     Suatu kali, Zaid mengantuk dan tertidur. Tak lama datanglah Umarah bin Hazm mengambil pedangnya tanpa disadari Zaid. Rasulullah SAW bersabda, “Hai tukang tidur! Engkau tidur sampai pedangmu hilang!” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “ Siapa yang mengetahui tentang pedangnya?”

     Umarah bin Hazm menjawab, “Aku wahai Rasulullah. Aku yang mengambilnya.” Dia pun mengembalikannya. Maka Rasulullah SAW melarang seseorang untuk menakut-nakuti atau mengambil barangnya dengan maksud bermain-main.

     Nah, adik-adik. Berarti kita tidak boleh menjahili teman, biarpun dengan maksud bermain-main, misalnya menyembunyikan sepatunya, menempelkan permen karet di bangku, atau mengejutkan teman dengan tiba-tiba. Mungkin kita merasa lucu melihat tingkah laku teman yang dijahili, namun sadarkah teman-teman? Perbuatan-perbuatan itu membuat teman kita sedih, terkejut dan cemas.

     Bayangkan jika kita yang dijahili, misalkan sepatu kita disembunyikan oleh teman, tentu kita menjadi bingung dan cemas karena memikirkan sepatu yang hilang, mencari ke sekeliling sekolah tanpa alas kaki. Bagaimana jika tiba-tiba kaki kita terluka karena menginjak benda tajam? Bayangkan jika peristiwa itu menimpa teman yang dijahili, tentu kita merasa kasihan. Perbuatan jahil yang kita lakukan mencelakai mereka.

     Kalau perbuatan menjahili teman tidak kita hentikan, bisa saja teman-teman pergi menjauh, mereka tidak merasa nyaman, terganggu, dan takut di jahili. Akibatnya tidak ada yang mau berteman dengan kita. Nah, kita tidak mau kan dijauhi teman karena perilaku kita yang buruk. Tidak enak bermain sendirian.

     Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh ada gangguan (akibat yang merugikan dan menyedihkan) dan tidak boleh ada paksaan.” (HR. Malik).
Jadi perbuatan menjahili teman atau orang lain dilarang oleh agama kita karena menimbulkan gangguan yang merugikan orang yang dijahili. Sebaik-baik manusia yang paling banyak memberi manfaat dan orang-orang disekitarnya merasa aman. Dia tidak suka mengganggu baik dengan perbuatan ataupun ucapannya.

     Jadi kawan, yuk kita berusaha menjadi anak yang sholeh dan sholehah! Perbuatan menjahili orang lain tidak ada manfaatnya, lebih baik kita melakukan kegiatan lain yang bermanfaat dan menyenangkan. Ada banyak kegiatan yang lebih seru dan menarik daripada menjahili orang lain, misalnya bersepeda, membaca buku, olah raga atau bermain bersama dengan teman-teman.
Tanpa menjahili orang lain hidup kita akan lebih tenang, karena tidak ada orang yang marah, dendam, dan ingin membalas perbuatan menjahili yang kita lakukan.

(Tulisan ini telah dimuat di Majalah Anak Cerdas edisi 11)


Penulis dan Popularitas

“Bukan ketenaran yang akan menyelamatkan kita nantinya.”

(Asma Nadia)

     Sahabat, Al-Mawardi adalah salah satu tokoh terkemuka sekaligus pemikir dan peletak dasar keilmuan politik islam. Ia lahir di Basrah, Irak sekarang, pada 386 H.

     Semasa hidupnya ia memiliki karir yang cemerlang dan mencapai puncak karirnya dalam bidang kehakiman saat diangkat sebagai hakim ketua di Baghdad.

     Di tengah-tengah kesibukannya ia masih menyempatkan diri untuk menuntut ilmu dan menulis berbagai buku, baik di bidang politik maupun agama.

     Sahabat, ada sepenggal kisah menarik dari sekian banyak episode kehidupannya. Ia tidak pernah menampakkan karya-karyanya semasa hidupnya. Ia hanya mengumpulkan semua karyanya di suatu tempat.

     Ketika menjelang wafatnya, ia berkata kepada orang yang dipercayai, “Buku-buku yang terdapat di tempat anu semuanya adalah karanganku. Jika kamu melihat tanda-tanda kematianku, dan aku sudah berada dalam sakaratul maut, maka masukkan tanganmu dalam genggaman tanganku.

     Jika tanganku menggenggam erat tanganmu dan meremasnya, itulah tanda karangan-karanganku tidak ada yang diterima. Maka, ambillah buku-buku itu dan buanglah semua ke sungai Dajlah pada malam hari.

      Tapi, jika tanganku membuka dan tidak menggenggam tanganmu maka ketahuliah bahwa karangan-karanganku itu diterima, dan bahwa aku memperoleh apa yang selama ini aku harapkan dari niat yang ikhlas.

      Orang yang dipesan itu berkata, “Ketika kematian Al-Mawardi telah dekat, saya letakkan tanganku pada tangannya. Ternyata ia membentangkan tangannya, itu pertanda karangan-karangannya diterima. Maka sepeninggalnya saya memperlihatkan buku-buku itu kepada orang-orang.”

       Sahabat, Al-Mawardi menghabiskan umurnya dan mengorbankan tidurnya di sepanjang malam untuk menulis buku-buku itu, tapi sepertinya ia paham betul konsekuensi jika buku itu dipublikasikan akan bertambah ketenarannya. Ia takut tidak akan memperoleh apa yang selama ini dicarinya yaitu niat yang ikhlas.

       Sahabat, menjadi seorang penulis sama artinya menjadi seorang publik figur. Ketika tulisan-tulisan yang kita buat dipublikasikan akan bertambah banyak orang yang mengenal diri kita. Inilah yang namanya popularitas.

       Popularitas merupakan ujian bagi orang yang dititipinya, apakah ia mampu memanfaatkan popularitas untuk hal-hal yang baik dan tetap menjaga kebersihan hatinya? Atau justru sebaliknya?

       Maka menjadi seorang penulis juga membutuhkan imunitas hati yang kuat, agar hati terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang karena tipu daya popularitas.



Referensi:

Majalah Tarbawi, edisi 14 Juni 2012

Orang-Orang yang Tidak Suka Popularitas, Walid bin Said Bahakim


sumber gambar: internet

Bahasa Indonesia yang Dulu Dibenci

   sumber gambar: propos.com
 
    "Wuiih...kertas koran!" Seru temanku di ruang ujian ketika guru pengawas membagikan kertas ujian pelajaran bahasa Indonesia. Sudah menjadi kebiasaan di setiap catur wulan kami harus melahap berlembar-lembar karangan dan soal. Di tengah-tengah ujian, beberapa orang teman mulai berkeluh kesah.
    
     Aku tahu tidak semua anak suka membaca. Bayangkan! mereka harus membaca puluhan baris kalimat hanya untuk menjawab pertanyaan "Di manakah rumah pak RT?" jujur saja, bagi sebagian murid proses membaca merupakan bentuk penyiksaan.
    
     Ketika aku duduk di kelas 2 SMA, pelajaran bahasa Indonesia bukanlah pelajaran yang difavoritkan. Kebetulan guruku dulu sudah lanjut usia, suaranya kecil dan cara mengajarnya membosankan. Selama berjam-jam murid-murid harus menahan kantuk hingga matanya berair, tapi dia guru yang baik, tidak pernah marah di kelas, dan senang sekali mengobrol.
    
     Sayang, anak-anak sudah tidak mampu melawan bosan di setiap jam pelajarannya. Hingga suatu hari, sebagian besar anak sepakat untuk 'cabut'. Hanya beberapa orang saja yang tersisa di kelas.
    
      Ketika guruku tiba di depan pintu dia bertanya, "Kemana yang lain?"
     "Cabut, Bu," jawab kami polos.
    
    Guruku tidak jadi mengajar, dia kembali ke ruang guru. Salah seorang teman melihatnya sedang menangis. Esok harinya ketika anak-anak yang 'cabut' tiba di kelas temanku itu menegur, "Parah lo pada! Tuh, Bu X nangis, gara-gara lo pada cabut! Katanya dia udah ga mau ngajar kelas 2A."
    
     Tentu saja teman-temanku itu merasa bersalah, apalagi guruku sudah lansia dan tidak pernah marah di kelas. Akhirnya kami sepakat untuk memberinya sekuntum mawar merah dan meminta maaf.
    
     Belasan tahun kemudian, aku terdampar di dunia menulis. Siapa sangka pelajaran bahasa Indonesia menjadi salah satu pelajaran favoritku sekarang. Membaca, menulis, dan bermain dengan kata ternyata sangat menyenangkan. Siapa bilang bahasa Indonesia itu membosankan. Mungkin ini salah satu doa guruku yang dikabulkan ketika dia sedang merasa tersakiti.
    
     Bisa saja ketika itu dia berdoa, "Ya Allah, jadikan anak-anak itu cinta bahasa Indonesia."
    
     Ya... jika saja para guru bahasa Indonesia bisa lebih kreatif, memberikan kesempatan lebih kepada murid untuk bereksperimen dengan tulisan dan menghasilkan karya, mungkin mereka akan jatuh cinta dengan bahasa Indonesia.

Sepucuk Surat untuk Rektor




Ditinggalkan bapak
Aku berjalan di koridor RS berarsitektur jaman Belanda, sudah beberapa minggu terakhir bapak dirawat di RS karena sakit paru-paru. Saat itu aku masih kuliah di Universitas Airlangga fakultas kedokteran. Sungguh, ini saat-saat yang sulit, bapak hanya pegawai perkebunan dengan gaji yang kecil sementara ibu tidak bekerja.
            Keluargaku termasuk keluarga miskin, jika dibandingkan dengan saudara-saudara bapak yang lain. Syukurlah semua saudara bahu-membahu menutupi biaya perawatan bapak.
            Suatu hari aku mendapat kabar duka, bapak meninggal setelah sekian lama berada di ICU. Bapak meninggal saat aku masih kuliah tingkat satu. Rasa kehilangan menyelimuti hatiku, biarpun bapak orang yang keras memegang prinsip, galak dan disegani tapi satu hal yang selalu kuingat, dalam kondisi serba kekurangan bapak suka menolong saudara-saudaranya yang sedang kesusahan, menampung dan mengijinkannya tinggal di rumah.
            Jenazah bapak dibawa ke Kediri untuk dimakamkan, gundukan tanah kuburan itu masih basah. Aku berjongkok di sisinya, mengirimkan hadiah kecil untuk bapak, surat Al-Fatihah. Kala itu aku hanya bisa pasrah, tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Apakah aku masih bisa melanjutkan kuliah atau tidak? Dijalani saja.
            Esok harinya aku segera kembali ke Surabaya, dengan menumpang truk pengangkut tebu dari Kediri ke Surabaya. Hal itu biasa kulakukan untuk menghemat biaya transportasi, supir truk tidak pernah menarik ongkos atas tumpangan yang diberikan.
***
Kondisi semakin menghimpit
            Selama tinggal di Surabaya, aku menyewa kamar kost bersama dengan kedua sepupuku. Kami bersama-sama menanggung biaya makan sehari-hari dan sewa kost. Alhamdulillah, biaya makan dan kost tertutupi karena patungan.
            Biaya kuliahku masih ditanggung ibu, ibu biasa menggadaikan kain batik untuk menutupi biaya kuliah. Pada tahun 1969, kain batik adalah barang berharga yang bisa digadaikan.
            Sedangkan untuk menghemat biaya transportasi aku pergi ke kampus menggunakan sepeda. Hidup ini memang penuh perjuangan, beberapa sanak keluarga mulai memandang sinis, “Gimana kamu mau jadi dokter, Ris? Lha wong uang aja kamu ndak punya,” kata Pak De Juno.
            Biarlah, apapun yang dikatakan orang lain, aku tak peduli. Sudah kepalang tanggung, apa pun yang terjadi aku harus menyelesaikan kuliah. Hari demi hari kuisi dengan belajar, pagi sampai siang hari kuliah, sore hari praktek dan malam hari waktunya untuk mencatat di perpustakaan.
            Kala itu, jangankan untuk membeli buku teks kedokteraan untuk membeli buku tulis saja tak mampu, untuk mensiasatinya aku biasa mencatat bahan pelajaran di kertas bekas, dan memanfaatkan perpustakaan untuk membaca buku-buku teks kuliah. Terkadang beberapa temanku yang kaya meminta bantuan untuk dikerjakan tugasnya, dengan senang hati aku membantunya. Itu berarti aku bisa membaca buku gratis, alat-alat praktikum pun tak pernah kubeli. Aku meminjamnya dari teman-teman yang kaya.
            Hari demi hari berjalan, masalah-masalah yang ada masih bisa kuatasi. Hingga suatu hari kedua sepupuku putus sekolah dan pulang kampung, mereka sama miskinnya sepertiku. Kondisi semakin menghimpit, aku tak mampu membayar sewa kost dan biaya kuliah tersendat-sendat.
            Dalam keadaan sulit aku meminta bantuan sanak saudara di Surabaya, alhamdulillah, Pak De Dar mau menampung dan mengijinkan untuk tinggal di rumahnya. Paling tidak aku tak perlu lagi memikirkan biaya makan dan sewa kost. Sebagai gantinya aku mengerjakan pekerjaan rumah selama menumpang di rumah Pak De Dar, sebelum berangkat kuliah mencuci piring, mengepel dan mengajak bermain para keponakan adalah hal yang sering kulakukan. Seperti itulah caraku membalas budi. Permasalahannya sekarang tinggal biaya kuliah.
***
Sepucuk surat untuk Rektor
            Sudah beberapa minggu kiriman dari ibu belum datang juga, sedangkan batas akhir pembayaran kuliah tinggal seminggu lagi. Aku tidak mau menyerah, sudah menjadi tekadku sejak pertama kali datang ke Surabaya untuk lulus menjadi dokter. Sudah terlalu banyak pengorbanan ibu dan pengorbanan orang-orang yang menolongku.
Aku berpikir dengan keras, bagaimana caranya agar tetap bisa kuliah? Akhirnya dengan bermodal nekat aku mencoba mengirim surat kepada Rektor. 
Kepada
YTH. Rektor Fakultas Kedokteran
Universitas A
            Di tempat
 
Assalamu’alaikum, wr, wb
            Bapak Rektor yang terhormat, mohon maaf sebelumnya atas surat yang saya kirim. Saya Aris Suwarsono, mahasiswa fakultas kedokteran tingkat satu Universitas Airlangga. Memohon kesediaan Bapak Rektor untuk memberi keringanan biaya kuliah.
            Bapak saya baru saja meninggal. Saya tidak mampu membayar biaya kuliah. Tapi ingin tetap kuliah dan menamatkan pendidikan menjadi dokter.
Sudilah kiranya Bapak Rektor memberikan keringanan. Saya tidak dapat membalas kebaikan Bapak Rektor selain dengan ucapan syukur dan lantunan doa.

Wassalamu’alaikum, wr, wb
Tertanda,
A.S
Ketika itu Pak Rektor dikenal orang yang tegas, galak, berwibawa dan ditakuti mahasiswa. Mahasiswa yang hadir terlambat akan mendapat hadiah, yaitu ditarik jambangnya. Aku sendiri tidak yakin apa ia mau memenuhi permintaanku agar diringankan biaya kuliahnya. Lagi-lagi, hanya bisa pasrah. Segala daya upaya sudah kukerahkan, surat itu dititipkan di bagian kemahasiswaan.
***
Di balik kekerasan ada kelembutan
            Hari demi hari berlalu, batas akhir pembayaran biaya kuliah sudah lewat. Aku masih menanti jawaban dari Pak Rektor atas sepucuk surat yang kukirim. Namun waktu terus berjalan, tidak ada tanggapan. Aku menjalankan aktivitas kuliah seperti biasa.
            Keajaiban terjadi, tidak ada seorang pun dari bagian kemahasiswaan yang menagih biaya kuliah. Hal itu terjadi tidak hanya sekali, bahkan sampai aku lulus kuliah tidak pernah sekalipun pihak kampus menarik bayaran.
            Teringat olehku akan sosok Pak Rektor, apakah ia mengabulkan permohonanku dan membebaskan biaya kuliah? Entahlah, tidak ada pemberitahuan sedikit pun dari pihak kampus.
            Terkadang jika mengingat sosok Pak Rektor rasa haru mengisi hatiku. Di balik kekerasannya ada kelembutan. Ia masih peduli terhadap nasib mahasiswanya.
***
Wisuda yang dinantikan
            Aku berhasil menamatkan kuliah di tahun 1975, selama kuliah tidak ada kesulitan akademis yang berarti. Alhamdulillah, aku selalu lulus untuk semua mata kuliah dan dan tidak pernah mengulang.
            Setelah melewati masa-masa koas, aku di wisuda. Ditemani ibu dan Pak De Dar. Senang, haru, dan lega bercampur di dalam dada. Kulihat ibu, matanya berkaca-kaca, ada senyum keharuan di bibirnya. Bukanlah perjuangan yang mudah bagi ibu membesarkanku sendirian. Seringkali ibu berhutang dan menggadaikan batik untuk mengirimkan sejumlah uang yang tak seberapa untukku. Terima kasih ibu, aku persembahkan gelar dokter ini untukmu. (Kisah ayahanda tercinta).
 sumber gambar: http://www.google.com/imgres?imgurl=http://fuh.my/wp-content/uploads/2013/08/surat-lama.jpg




Focus Private

Les Privat

Les Privat Focus Private adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri sebagai spesialis les privat guru ke rumah untuk mata pelajaran eksakta yaitu Matematika, Fisika, dan Kimia. Info 082312091982
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Total Tayangan Halaman