Inspirasi Menulis dari Cahyadi Takariawan
Don't Worry, Be Happy
TKW Juga Bisa Jadi Penulis
-
Bisa diceritakan bagaimana awal mulanya sampai Mbak bekerja keluar negeri?
Saya masih ingat tahun 2009 lalu, ketika saya memilih kerja ke luar negeri karena ingin membantu orang tua. Jujur, tidak punya alasan lain hanya ingin membahagiakan keduanya. Sebelum pergi sudah banyak cerita yang menciutkan nyali, tetapi saya percaya kalau niatnya baik akan mendapat ridho-Nya. Namun begitulah, izin untuk pergi bekerja sebagai TKW susah didapatkan dari orang tua, terutama Bapak. Saya tak menyerah dan terus menerus meminta izin untuk pergi, hingga akhirnya disetujui. Waktu itu saya memilih negara Timur Tengah, tepatnya Kuwait.
-
Suka dukanya selama bekerja di sana apa?
Tugas saya dari pertama datang sebagai pengasuh anak. Waktu itu, anak asuhan baru berusia 3,5 tahun dan sekarang dia sudah duduk di Grade dua. Duka bekerja di luar negeri yang pertama ketika rindu kepada keluarga di kampung.
Itu duka terbesar, ketika rindu dengan keluarga sangat besar jika diterima dengan mental yang kuat dan mengingat niat kemudian berkomitmen dengan segala keadaan, insya Allah duka itu tak terasa, tapi sebaliknya, kalau mental tidak kuat jadi banyak melamun, pekerjaan terbengkalai, banyak perintah yang salah dikerjakan.
Sukanya, sih saat nerima salary. Rasanya senang, bisa mengirim uang kepada orang tua, sedikit-sedikit membantu saudara, membahagiakan diri sendiri.
Selama saya di sini, bertahun-tahun, tak pernah ingat ini hari apa, esok hari apa, tak pernah menghitung hari, mengingat bulan, tapi cuma mengingat tanggal 28 saja setiap bulannya.
-
Ada tidak momen yang paling membekas selama bekerja di sana?
Momen yang paling membekas saat pertama merayakan lebaran jauh dari keluarga. Terasa banget segala pedih dan perihnya, ketika mendengar lantunan takbir tak satu pun wajah yang biasanya berada di dekat saya. Hanya saja waktu itu saya berpikir, tak cuma saya yang demikian, beratus bahkan mungkin beribu orang yang merasakan hal yang sama.
Saya juga yakin, saya pergi untuk kembali, mereka masih menunggu. Tentu saja saya harus pulang dalam keadaan selamat, itulah kebahagiaan yang dirindukan mereka masih setia menunggu dan melihat saya sehat wal’afiat.
Alhamdulillah, lebaran-lebaran selanjutnya lebih kuat menahan semua kesedihan, apalagi setelah kontrak dua tahun selesai dan majikan memberikan tawaran yang cukup menarik, selain kenaikan gaji juga bisa cuti pertahun selama beberapa minggu. Kesempatan yang jarang didapatkan para house maids tentunya.
-
Mbak kan suka menulis, ceritakan bagaimana prosesnya sampai bisa berkenalan dengan dunia literasi?
Tulis menulis sebenarnya sudah saya sukai semenjak SMP. Saya pernah mengikuti lomba menulis cerpen pada peringatan HARDIKNAS di Kecamatan, alhamdulillah mendapat juara 2.
Selanjutnya aktif sebagai pengurus mading, namun ketika di SMA saya termasuk orang yang pemalu, masuk di SMA yang kebanyakan siswanya anak-anak berprestasi membuat saya tertekan dan merasa tak layak bersaing. Saya menjadi siswi yang paling tidak aktif bahkan langganan pingsan setiap hari senin.
Hampir delapan tahun hobby menulis terkubur dan hanya menghasilkan diary-diary tebal. Isinya cuma keluhan, gak lebih (narasumber bercerita sambil tertawa).
Hingga awal 2014, di facebook, saya masuk ke dalam sebuah grup kepenulisan yang didirikan Pak Isa Alamsyah dan Bu Asma Nadia (Penulis Assalamualaikum Beijing).
Di sana saya tercengang dengan postingan-postingan para anggotanya, yang langsung dikomentari oleh Pak Isa maupun member lainnya dan mulai iseng-iseng ikut posting cerita, alhamdulillah ilmu-ilmu tentang kepenulisan terus mengalir dari sana. Semua berlangsung seperti itu, hingga pada awal september lalu merasa sudah bosan ngetik-ngetik gak karuan dan hanya untuk dibaca cuma-cuma.
Lalu seorang teman yang juga teman seperjuangan, seprofesi namun sudah lihai dalam dunia literasi, sebut saja Mbak Niranita. Dialah yang memberi semangat untuk mengikuti event-event yang diadakan oleh puluhan penerbit secara online. Berkatnya saya pun maju, walau cuma sejengkal dan belum bisa menjadi apa-apa.
-
Adakah prestasi dan kegiatan di bidang literasi yang pernah Mbak ikuti dan dapatkan?
Sebelum mengikuti event saya pernah jadi admin di sebuah fans page kreasi seni, tugas saya memposting cerpen setiap hari Selasa.
Itu saya jadikan sebagai ajang latihan walaupun pada akhirnya saya keluar dari FP tersebut. Bulan oktober 2014, langkah awal saya dalam dunia literasi yang mungkin bisa disebut sungguh-sungguh.
Saya mulai mengikuti berbagai macam event dan bahkan ikut kelas online untuk menambah wawasan dan kemampuan. Dari oktober 2014 sampai saat ini saya mengikuti 23 event menulis dan hanya lolos sepuluh saja (tersenyum).
Apa yang saya dapatkan tak banyak, kecuali e-sertifikat dan bonus lainnya, tapi ada hal besar yang datang tak diduga, yaitu semangat untuk lebih baik. Lebih produktif, lebih amanah dalam menjalani hobi menulis. Saya tak harus menyakiti orang lain dengan kalimat-kalimat yang saya hasilkan.
- Saya lihat Mbak sudah menulis buku, buku apa aja Mbak? bisa diceritakan.Buku yang Mbak lihat semuanya antalogi. Saya baru mampu menjadi kontributor saja.Ada 10 antalogi yang di dalamnya ada karya saya. Insya Allah beberapa antalogi lain dalam proses. Sebagiannya kisah nyata yang inspiratif yang saya harap memberi kebaikan pada pembaca.Kesepuluh antalogi itu tentang muslimah, cita-cita, tentang ibu, seputar profesi dan ada satu karya yang diterbitkan di penerbit besar yaitu kiat-kiat move-on.Bagi saya menjadi TKW dulu mungkin bukan pilihan yang tepat, tetapi pada saat ini saya mensyukurinya dengan sepenuh hati. Saya sadar bahwa tak ada yang lebih berkuasa selain Allah SWT.Cita-cita menjadi penulis semenjak remaja hingga terkubur delapan tahun tetapi pada akhirnya Allah memberikan jalan untuk kembali meraih cita-cita itu, walaupun saya sudah bukan remaja lagi, dan berprofesi sebagai TKW yang banyak sekali diberitakan bernasib malang melintang di negara orang. Saya memberi kesaksian, bahwa tidak semua yang menjadi TKW menjadi korban perdagangan manusia dan akan selalu mendapat penindasan.Alhamdulillah saya sampai ke negara ini dengan prosedur baik dan dokumen yang lengkap, serta berusaha mentaati peraturan yang berlaku. Baik peraturan dari tanah air maupun dari negara ini.Seperti yang saya katakan, bahwa saya pergi dari kampung untuk sukses, tentu saja saya tidak akan sukses dengan niat saja. Saya harus menjalankan kiat-kiatnya dan melakukan pertahanan yang kuat.Dulu ketika anak asuhan masih kecil, saya belum bisa menulis setenang sekarang, karena tanggung jawab saya besar.Saya suka menulis tapi pekerjaan saya harus saya sukai lebih lagi. Akhirnya waktu yang tepat pun datang, anak asuhan saya sekarang sudah besar bahkan sering ikut-ikutan belajar mengetik dan membuat cerita. Semua itu memberi saya pelajaran, bahwa semua sudah Allah atur, dan Allah tahu waktu yang tepat.Bayangkan jika dia masih kecil dan Allah sudah membuka jalan saya untuk kembali dengan ambisi menulis, bisa saja saya membuat celaka anak majikan karena lalai, tentu saja akibatnya fatal bagi nyawa saya.Semua hanya karena Allah SWT, saya jadi TKW, saya jadi pengasuh, hingga kini berusaha jadi penulis. TKW boleh juga bercita-cita, boleh sukses!(Tulisan ini telah dimuat di http://kreasianaknegeri.com)
Secercah Harap untuk Down Syndrom (2)
Secercah Harap untuk Down Syndrom
Ketika Zaid bin Tsabit Dijahili
Zaid bin Tsabit berasal dari Khazraj, ia anak yang cerdas. Zaid bin
Tsabit dapat menulis dalam dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Arab dan
bahasa Ibrani. Saat usianya 11 tahun, ia bertemu dengan nabi Muhammad
SAW di kota Madinah. Ketika itu Zaid bin Tsabit diizinkan ikut serta
dalam perang Khandaq. Ia membantu mengangkut dan memindahkan tanah
galian bersama kaum muslimin lainnya.
Suatu kali,
Zaid mengantuk dan tertidur. Tak lama datanglah Umarah bin Hazm
mengambil pedangnya tanpa disadari Zaid. Rasulullah SAW bersabda, “Hai
tukang tidur! Engkau tidur sampai pedangmu hilang!” Kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “ Siapa yang mengetahui tentang pedangnya?”
Umarah bin Hazm menjawab, “Aku wahai Rasulullah. Aku yang
mengambilnya.” Dia pun mengembalikannya. Maka Rasulullah SAW melarang
seseorang untuk menakut-nakuti atau mengambil barangnya dengan maksud
bermain-main.
Nah, adik-adik. Berarti kita tidak
boleh menjahili teman, biarpun dengan maksud bermain-main, misalnya
menyembunyikan sepatunya, menempelkan permen karet di bangku, atau
mengejutkan teman dengan tiba-tiba. Mungkin kita merasa lucu melihat
tingkah laku teman yang dijahili, namun sadarkah teman-teman?
Perbuatan-perbuatan itu membuat teman kita sedih, terkejut dan cemas.
Bayangkan jika kita yang dijahili, misalkan sepatu kita disembunyikan
oleh teman, tentu kita menjadi bingung dan cemas karena memikirkan
sepatu yang hilang, mencari ke sekeliling sekolah tanpa alas kaki.
Bagaimana jika tiba-tiba kaki kita terluka karena menginjak benda tajam?
Bayangkan jika peristiwa itu menimpa teman yang dijahili, tentu kita
merasa kasihan. Perbuatan jahil yang kita lakukan mencelakai mereka.
Kalau perbuatan menjahili teman tidak kita hentikan, bisa saja
teman-teman pergi menjauh, mereka tidak merasa nyaman, terganggu, dan
takut di jahili. Akibatnya tidak ada yang mau berteman dengan kita. Nah,
kita tidak mau kan dijauhi teman karena perilaku kita yang buruk. Tidak
enak bermain sendirian.
Rasulullah SAW bersabda,
“Tidak boleh ada gangguan (akibat yang merugikan dan menyedihkan) dan
tidak boleh ada paksaan.” (HR. Malik).
Jadi perbuatan menjahili
teman atau orang lain dilarang oleh agama kita karena menimbulkan
gangguan yang merugikan orang yang dijahili. Sebaik-baik manusia yang
paling banyak memberi manfaat dan orang-orang disekitarnya merasa aman.
Dia tidak suka mengganggu baik dengan perbuatan ataupun ucapannya.
Jadi kawan, yuk kita berusaha menjadi anak yang sholeh dan sholehah!
Perbuatan menjahili orang lain tidak ada manfaatnya, lebih baik kita
melakukan kegiatan lain yang bermanfaat dan menyenangkan. Ada banyak
kegiatan yang lebih seru dan menarik daripada menjahili orang lain,
misalnya bersepeda, membaca buku, olah raga atau bermain bersama dengan
teman-teman.
Tanpa menjahili orang lain hidup kita akan lebih
tenang, karena tidak ada orang yang marah, dendam, dan ingin membalas
perbuatan menjahili yang kita lakukan.
(Tulisan ini telah dimuat di Majalah Anak Cerdas edisi 11)
Penulis dan Popularitas
“Bukan ketenaran yang akan menyelamatkan kita nantinya.”
(Asma Nadia)
Sahabat, Al-Mawardi adalah salah satu tokoh terkemuka sekaligus pemikir
dan peletak dasar keilmuan politik islam. Ia lahir di Basrah, Irak
sekarang, pada 386 H.
Semasa
hidupnya ia memiliki karir yang cemerlang dan mencapai puncak karirnya
dalam bidang kehakiman saat diangkat sebagai hakim ketua di Baghdad.
Di
tengah-tengah kesibukannya ia masih menyempatkan diri untuk menuntut
ilmu dan menulis berbagai buku, baik di bidang politik maupun agama.
Sahabat,
ada sepenggal kisah menarik dari sekian banyak episode kehidupannya. Ia
tidak pernah menampakkan karya-karyanya semasa hidupnya. Ia hanya
mengumpulkan semua karyanya di suatu tempat.
Ketika
menjelang wafatnya, ia berkata kepada orang yang dipercayai, “Buku-buku
yang terdapat di tempat anu semuanya adalah karanganku. Jika kamu
melihat tanda-tanda kematianku, dan aku sudah berada dalam sakaratul maut, maka masukkan tanganmu dalam genggaman tanganku.
Jika
tanganku menggenggam erat tanganmu dan meremasnya, itulah tanda
karangan-karanganku tidak ada yang diterima. Maka, ambillah buku-buku
itu dan buanglah semua ke sungai Dajlah pada malam hari.
Tapi,
jika tanganku membuka dan tidak menggenggam tanganmu maka ketahuliah
bahwa karangan-karanganku itu diterima, dan bahwa aku memperoleh apa
yang selama ini aku harapkan dari niat yang ikhlas.
Orang
yang dipesan itu berkata, “Ketika kematian Al-Mawardi telah dekat, saya
letakkan tanganku pada tangannya. Ternyata ia membentangkan tangannya,
itu pertanda karangan-karangannya diterima. Maka sepeninggalnya saya
memperlihatkan buku-buku itu kepada orang-orang.”
Sahabat,
Al-Mawardi menghabiskan umurnya dan mengorbankan tidurnya di sepanjang
malam untuk menulis buku-buku itu, tapi sepertinya ia paham betul
konsekuensi jika buku itu dipublikasikan akan bertambah ketenarannya. Ia
takut tidak akan memperoleh apa yang selama ini dicarinya yaitu niat
yang ikhlas.
Sahabat, menjadi
seorang penulis sama artinya menjadi seorang publik figur. Ketika
tulisan-tulisan yang kita buat dipublikasikan akan bertambah banyak
orang yang mengenal diri kita. Inilah yang namanya popularitas.
Popularitas
merupakan ujian bagi orang yang dititipinya, apakah ia mampu
memanfaatkan popularitas untuk hal-hal yang baik dan tetap menjaga
kebersihan hatinya? Atau justru sebaliknya?
Maka
menjadi seorang penulis juga membutuhkan imunitas hati yang kuat, agar
hati terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang karena tipu daya
popularitas.
Referensi:
Majalah Tarbawi, edisi 14 Juni 2012
Orang-Orang yang Tidak Suka Popularitas, Walid bin Said Bahakim
Bahasa Indonesia yang Dulu Dibenci
"Wuiih...kertas koran!" Seru temanku di ruang ujian ketika guru pengawas membagikan kertas ujian pelajaran bahasa Indonesia. Sudah menjadi kebiasaan di setiap catur wulan kami harus melahap berlembar-lembar karangan dan soal. Di tengah-tengah ujian, beberapa orang teman mulai berkeluh kesah.
Sepucuk Surat untuk Rektor