Asisten Rumah Tangga, antara Petaka atau Rezeki

Rasulullah SAW bersabda, “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah.” (HR. Tirmidzi) 

"Aku mau cerai aja Bu! Rasanya jijik sama dia!" Wanita itu menangis terisak-isak di ujung saluran telepon,  menumpahkan semua keperihan hati yang sudah dia pendam selama bertahun-tahun. Hanya ibu dan ayahnya yang tulus mendampingi, mencoba tegar agar ananda tidak rapuh diterjang badai rumah tangga. 

"Sing sabar yo Nak ..." Ibu yang sudah memasuki usia senja itu berucap dengan suara bergetar, air matanya berjatuhan.

Perih hati orang tua saat melihat anak perempuan yang mereka sayangi diperlakukan sedemikian buruk, apalagi saat itu anaknya tengah hamil besar. Dunia seakan runtuh ketika memergoki suaminya sedang mencuci (maaf) celana dalam asisten rumah tangga (ART) yang bekerja di rumahnya. Diam-diam dia membawa barang itu ke laboratorium dan hasilnya membuat persendian tubuhnya seakan lepas satu persatu.

"Piye yo? Nek ora sabar bocahe wis tak suruh cerai ..."
(Bagaimana ya? kalau tidak sabar anaknya sudah kusuruh cerai ...)

"Ah! Wong iku pancen sampah!" Sang ayah geram.
(Ah! Orang itu memang sampah!)

Waktu berlalu, dia mencoba terus bertahan. Ayah dan ibunya berdoa tanpa putus. Allah yang memberi jalan keluar, ART itu akhirnya dipecat. Kabar terakhir yang terdengar ART yang dulu bekerja di rumahnya keguguran, berita santer beredar di sekitar komplek rumahnya. Beberapa saksi mata melihatnya tengah berpacaran dengan tukang ojek yang biasa mangkal di depan jalan.

Allah menggantikan dengan yang lebih baik, tiba-tiba seorang wanita tua datang meminta pekerjaan sebagai ART di rumahnya. Wanita yang santun, sayang dengan anak-anak, menerima gaji seadanya dengan ikhlas, dan baik perangainya. 


Cerita di atas hanya cerita fiksi yang terinspirasi setelah membaca rubrik konsultasi keluarga. Berbagai pernak-pernik kehidupan rumah tangga selalu menarik untuk diangkat.

ART seakan sudah menjadi kebutuhan, apalagi saat suami dan istri memutuskan untuk sama-sama bekerja. Namun memasukkan orang asing ke dalam rumah dan kehidupan kita bukan hal sederhana. Alih-alih menjadi solusi justru mendatangkan masalah.

Kita perlu mempertimbangkannya masak-masak, baik buruknya dan selektif dalam memilih. Saat kita memutuskan untuk mempekerjakan ART-terutama untuk ART yang tinggal menginap di rumah-, kita perlu membuat aturan yang perlu disepakati.

Misalnya, ART menutup auratnya dengan rapi selama berada di dalam rumah, menjaga batasan interaksi dengan anggota keluarga kita yang bukan muhrimnya, meminta izin saat akan masuk ke kamar anggota keluarga, dan peraturan-peraturan syar'i yang lainnya.

Akan lebih aman jika kita memperkerjakan ART yang tidak menginap, hanya setengah hari. Dia bekerja di rumah saat suami bekerja dan anak-anak di sekolah. Sore hari ketika suami dan anak-anak pulang ke rumah, dia sudah menuntaskan pekerjaan lalu kembali ke rumahnya. Interaksi ART dengan keluarga kita lebih terjaga. Di sisi lain privasi keluarga tidak terganggu.

Intinya, mendapat ART yang baik perangainya merupakan rezeki dari Allah, sementara ART yang buruk akhlaknya justru membawa petaka bagi keluarga kita.

Cara Mudah Membunuh Seseorang

“Citra ini udah nulis buku, iya kan Cit?" ucap seorang kawanku pada kawan yang lain.
"Iya Mbak, tapi itu cuma buku iseng-iseng aja," jawabku pelan tertunduk.
"Eh, buku kayak gitu kok iseng-iseng."

Di lain waktu seorang teman menggoda, "Wess, Mbak udah jadi penulis nih! nanti aku jadi asistennya ya." Dia tersenyum sembari bertepuk tangan.

Aku sadar dia hanya ingin menyenangkan hati, tapi sayang aku tak suka. Sambil menunjukkan ekspresi wajah prihatin dengan suara lemah kukatakan padanya, "Jangan ditepokin ..."

Dia tersadar, lalu diam.

Entahlah, ada hal yang sebenarnya sangat aku takuti dari dunia yang kupilih ini, dunia literasi. Aku sangat menyukainya tapi ada kegetiran tersendiri.

Sampai suatu saat aku berkata pada sahabat yang terpercaya, "Mbak, aku mau berhenti menulis."

"Kenapa?" wajahnya menunjukkan rona terkejut, "Kamu harus tetap menulis, gimana mau jadi penulis terkenal?"

"Enggak Mbak, aku ga mau jadi terkenal."

Tidak bisakah aku bebas menggoreskan pena tanpa harus mendatangkan pujian orang lain? Sejujurnya pujian itu seperti narkoba yang menyebabkan kecanduan. Para pecandu pujian akan menuntut dosis pujian yang lebih besar dari sebelumnya, lagi dan lagi. Sampai akhirnya dia mati karena overdosis pujian.

Tidak percaya ada orang yang bisa mati karena pujian? Lihatlah orang-orang yang mengalami gangguan kepribadian Narsisme. Mereka orang yang sangat mencintai dirinya sendiri, gila pujian, menganggap diri besar tanpa cela, meremehkan orang lain hingga pada puncaknya selalu menganggap orang lain iri dengan dirinya. Bukan tubuh yang mati, tapi segumpal daging yang menentukan baik buruknya seseorang.

Pujian membuat seseorang gagal mengenali dan menilai dirinya sendiri. Dia menikmati kesenangan palsu, meyakini hal-hal yang sebenarnya tidak ada pada dirinya.
(Sumber gambar: www.photobucket.com)

Siapa yang tahan di dekat orang-orang semacam itu? Melihatnya saja sudah membuat perut mual.

Benarlah sabda Rasulullah SAW, "Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan  janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (HR. Bukhari)

Pujian dan popularitas ujian yang berat, hanya orang-orang kuat yang mampu menghadapinya. Jika sayang dengan saudara seiman tahanlah lidah kita dari memuji di hadapannya. Saudara kita cukup santun, dia tidak akan tega menaburkan pasir di wajah kita saat  memujinya. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR. Ahmad)

Mengambil Inspirasi dari Elly Risman

Oleh: Inku Hikari

Setelah menempuh perjalanan, menembus kemacetan ibukota Jakarta, kami tiba di bilangan Jatibening, Bekasi. Suasana perumahan nan asri menjadi hiburan di tengah gersangnya perkotaan.

Kami datang bersama Lilik Sholihah, Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga PKS DKI Jakarta, untuk bersilaturahim mengambil inspirasi dari sosok Elly Risman.

Wanita itu menyambut kami dengan pelukan hangat dan senyum di wajahnya. Tak lama berselang Elly Risman menceritakan banyak hal. Pertemuan selama dua jam tidak terasa membosankan.

Masa Kecil Elly Risman

Elly Risman menyimpan banyak kenangan tentang ayah dan ibunya.

"Ketika saya masih kecil saya merasakan kedekatan itu. Setiap hari ayah mengajak saya bantu-bantu di ladang. Ibu tetap tinggal di rumah. Ayah tidak pernah lama pergi bekerja, siang atau sore sudah di rumah."
Sosok ayah yang religius, pemuka agama dan tokoh masyarakat sangat berperan dalam membentuk Elly Risman.

Dia selalu dilibatkan ayahnya dalam berbagai kegiatan agama dan kemasyarakatan.
"Ayah selalu pulang cepat supaya bisa memimpin salat lima waktu. Rumah kami selalu penuh. Saat itu semua penduduk di desa kami mengaji. Ketika saya SMP ayah sudah mengajak saya ke notaris untuk membuat yayasan."

Ayah Elly Risman sangat peduli dengan kondisi masyarakat desanya. Kala itu banyak warga yang mati karena jatuh atau hanyut saat melintasi jembatan. Ayah Elly Risman menginginkan anaknya menjadi ahli jembatan.

Namun pikirannya berubah. Elly Risman menceritakan, "Kata ayah saya, 'Kamu harus bergerak di bidang pendidikan karena pendidikan yang memanusiakan manusia.'"

Sedangkan sosok ibu bagi Elly Risman merupakan teladan dan role modelnya dalam menjadi ibu rumah tangga. Ada banyak hal yang dipelajari dari ibunya.

"Saat saya pulang ibu selalu memasak roti panas yang rasanya lebih enak daro roti yang dijual di toko. Ibu tidak pernah menyuruh. Dia hanya bercerita dan mengajak. Saya selalu punya sesi khusus dengan ibu. Kata ibu saya, 'Kita harus bisa diajak ke depan tapi dapur beres. Bisa dibawa ke tengah (pergaulan) tapi dapur rapi.'"

Terinspirasi oleh ibunya, Elly Risman selalu menyempatkan waktu memasak sendiri di rumah. Betapa pun sibuk dan padat jadwalnya.

Tidak hanya tentang rumah dan keluarga. Elly Risman juga mempelajari berbagai keterampilan dari ibunya.
"Ibu mengajari saya menyanyi bahasa Arab dan Jepang, juga bordir. Ketika ada acara saya sering diminta maju ke depan untuk bernyanyi."

Elly Risman dan Keluarga

Perubahan dan perkembangan zaman kala itu mempengaruhi pola pikir dan kehidupan berkeluarga. Generasi baby boomers, demikian dia menyebutnya.

Saat itu wanita mulai masuk ke dunia kerja. Anak-anak diserahkan pengasuhannya kepada pembantu.
Ada pengalaman tersendiri yang membuatnya mengambil keputusan fokus di rumah sampai anak-anaknya baligh.

"Dulu anak saya pernah berhenti menyusu gara-gara saya salah ngasih dot. Lubangnya kebesaran. Zaman dulu dot tidak seperti sekarang. Saya menyesal sekali padahal ditinggal juga tidak lama."

Agar dapat meluangkan waktu untuk keluarga, Elly Risman lebih senang membuat perusahaan sendiri, tidak bekerja pada orang lain.

Prihatin dengan Kondisi Generasi Penerus

Kisah-kisahnya tentang kondisi generasi muda saat ini membuka mata banyak pihak. Elly Risman bersama Yayasan Kita dan Buah Hati telah berkecimpung bertahun-tahun melakukan riset. Kalimatnya di awal pertemuan cukup menyentak.

"Persoalan terbesar berdasarkan riset selama 20 tahun bukan pada perempuan, tapi kita salah mengasuh anak laki-laki."

Awal mula kondisi ini dimulai pada masa baby boomers, pengasuhan anak diserahkan pada pembantu. Ketika itu pengasuhan anak laki-laki mulai kendur karena disamakan dengan anak perempuan oleh pembantu.

sumber gambar: www.ihei.wordpress.com


Kondisi generasi saat ini menurun kualitasnya. Jika dulu anak-anak dilibatkan dengan pekerjaan rumah sekarang sudah tidak lagi.

"Saat ini anak laki-laki dan perempuan selalu dilayani pembantu. Jangankan membedakan pengasuhan anak laki-laki dan perempuan. Dua-duanya ditinggal."

Mereka tidak disiapkan menjadi orang tua oleh ayah dan ibunya. Merekalah yang akhirnya tumbuh menjadi orang tua gadget saat ini.

Fenomena anak-anak yang kesepian merebak. Mereka sering merasa kesepian di tengah keramaian. Tidak ada kelekatan dan kedekatan dengan orang tua. Saat sedang kesepian mereka lari pada gadget dan internet. Anak-anak inilah yang rentan kecanduan pornografi.

Ada fakta mencengangkan yang diungkap Elly Risman, "Waktu itu datang ke saya orang tua dan anaknya yang berumur 4 tahun. Mereka mengeluhkan anaknya naked selfie, memfoto kelaminnya sendiri dalam beberapa gaya. Kedua orang tuanya bekerja. Dia diberi gadget dan ditinggal di rumah hanya dengan pembantu. Dari mana anak usia 4 tahun mendapatkannya? saya minta mereka memeriksa handphone pembantunya."

Pada usia remaja fenomena lain terjadi. Mereka membentuk grup di media sosial untuk mengatur jadwal free sex. Hal ini terungkap saat seorang remaja bercerita pada Elly Risman.

Menurutnya fenomena itu tidak hanya terjadi pada keluarga broken home, tapi juga pada keluarga biasa.

"Saat ini nilai anak-anak sangat rendah. Mereka hanya mendapat sisa-sisa. Sisa waktu, tenaga, dan kasih sayang."

Harapan Itu Masih Ada

Meskipun kondisi generasi muda saat ini sangat memprihatinkan. Elly Risman tidak mau berputus asa. Menurutnya generasi saat ini yang menjadi orang tua muda merupakan generasi pembelajar. Mereka menginginkan perubahan.

"Untungnya generasi Y yang saat ini menjadi orang tua muda generasi pembelajar. Mulai tumbuh kesadaran beragama. Itu yang mengimbangi. Sudah mulai banyak komunitas ayah dan parenting."

Elly Risman mengajak banyak pihak bekerja sama dan bersinergi memperbaiki kualitas generasi penerus. Menurutnya semua pihak harus bergerak cepat dan tepat karena pertumbuhan jumlah anak-anak yang terpapar pornografi berkembang sangat pesat.

"Anak kelas 4 SD sudah masturbasi. Berawal ketika dia diberi gadget."

Tulisan Ini Tentangmu, Ayah!

Oleh: Inku Hikari

Memasuki usia senja, keceriaan di wajahmu memudar. Tulang-tulang rapuh, tubuh ringkih merintih. Tidur pun tak nyenyak.#Ayah.

Setiap kali melihat helai tipis rambutmu yang memutih, mata keabu-abuan, terlintas ketakutan di hatiku.#Ayah.

Aku takut kehilangan dirimu. Waktu berlalu begitu cepat. Tanda-tanda itu sudah mulai tampak.#Ayah.

Ketika Allah mengutus uban di kepalamu, mencabut kesehatan, dan melemahkan organ-organ tubuhmu yang menua.#Ayah.

Tenangkan hati dan pikiranmu. Jangan risaukan segala masalah yang belum tuntas. Cukuplah Allah yang menyelesaikannya.#Ayah.

(www.shuterstock.com)


AlAqsa Nasibmu Kini

Oleh: Inku Hikari

“Kita harus berjuang sampai Allah menurunkan kecintaan pada Palestina,” (Khalid Misyal).

Lagi, ini pertemuanku untuk kesekian kalinya dengan Ustazah Nurjannah Hulwani. Selalu ada jejak yang membekas di setiap pertemuan dengannya.

Dia tidak mengenal siapa aku. Aku hanya butiran debu, nyaris tak terlihat. Satu saja yang ada di benakku saat itu. Hanya ingin mendengar, menulis, dan menyebarkan kabar saudara muslim di Palestina. Saudaraku di sekitar Alquds yang telah menjual harta dan jiwanya untuk ditukar dengan surga. Kerinduan itu yang terus memanggil, membuat jariku ingin terus mengabadikan kisah hidup mereka.

“Keberanian dan keimanan pemuda Palestina merupakan tolak ukur keberanian dan keimanan kita,” ujar Ustazah Nurjannah Hulwani.

(www.halaqahdakwah.wordpress.com)

Kondisi di Palestina semakin memanas. Israel semakin brutal merusak Alaqsa. Mereka melemparkan granat, menembak gas air mata dan peluru karet. Menginjak-injak Masjid Alaqsa dengan sepatu mereka yang kotor. Muslim Palestina dilarang shalat di Alaqsa, mereka tidak ragu menyerang orang yang sedang beribadah.

“Menurut Yusuf Qaradhawi masalah umat yang terbesar saat ini adalah membantu Alaqsa,” jelas Ustazah Nurjannah Hulwani.

Alaqsa simbol kejayaan Islam, kiblat pertama umat ini.

Para murabitun dan murabitin hingga saat ini terus berjaga di Alaqsa, bergantian tanpa henti. Tanpa lelah.
“Palestina dikepung berbagai keteladanan mereka punya ruh yang sama. Presidennya, gurunya, teman-temannya, orang yang shaleh.”

Izinkan aku untuk mengingat pesan mereka.

Alqur’an sebaik-baik senjata yang kita punya.
(Tulisan ini telah dimuat di www.islampos.com)

Lintasan Hati Tentang Parenting

Oleh: Inku Hikari

Jangan sampai anak-anak menyimpan dendam pada orang tua, karena orang tua tidak mau belajar cara mengasuh yang baik. #Learn#Parenting.

Adakah anak yang bisa mendendam pada orang tuanya sendiri? Jawabannya ada. Aku pernah menemuinya. #Learn#Parenting.

Ada anak yang benci dengan sosok ayahnya sampai hampir-hampir menolak kehadiran pria dalam hidupnya. #Learn#Parenting.

Ada anak usia balita yang depresi, stres ketika disentuh oleh ibu kandungnya sendiri. Dia memberontak, menangis, menolak kehadiran sosok ibu yang seharusnya mampu memberi kenyamanan. #Learn#Parenting.
Bagaimana masa depan anak-anak yang terluka hati dan harga dirinya? Anak-anak yang diasuh oleh kemarahan. #Learn#Parenting

Anak-anak yang terluka itu kelak akan tumbuh menjadi orang tua yang jiwanya kosong dari kasih sayang. Tidak akan mampu memberi orang yang tidak memiliki. Bagaimana mereka bisa mengasuh anaknya dengan kasih sayang jika mereka tidak diajarkan berkasih sayang oleh generasi sebelumnya? #Learn#Parenting.

Tidak ada orang tua yang sempurna, pun tak ada anak yang sempurna. Namun tak ada kata terlambat untuk belajar.#Learn#Parenting

Ibu dan anak
(www.halffulmagazine.com)


Focus Private

Les Privat

Les Privat Focus Private adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri sebagai spesialis les privat guru ke rumah untuk mata pelajaran eksakta yaitu Matematika, Fisika, dan Kimia. Info 082312091982
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Total Tayangan Halaman