Ketika Ananda Minta Ganti Mama

  "Seharusnya orang tua lebih banyak mendengar sebelum bicara. Bertanya dan menerima pendapat anak, apa yang mereka rasa, pikir, dan inginkan? Seringkali orang tua mengasuh tanpa memberi kesempatan berbicara pada anak."
(Inku Hikari)

"Aku ga mau punya mama. Maunya ganti mama." Santi menekuk wajahnya. 

Dia masih balita, tapi Santi anak yang pintar. Dia anak yang terbuka dan tidak ragu mengutarakan isi hati kecilnya.

Tentu saja kalimat singkat itu membuat Rani, ibunya tersentak. Dia berusaha menenangkan gejolak hati. Lalu dengan suara pelan dia bertanya, "Emang kenapa kok minta ganti mama?"

"Abis mama suka marah-marah. Santi bosen! Maunya mama yang lain aja."

Kali ini Santi tidak berani menatap mata Rani yang sendu. Ada kesedihan yang terpancar, dia merasa gagal menjadi ibu.

Malam semakin larut jam dinding menunjukkan pukul satu malam. Rani tidak juga dapat memejamkan mata. Terngiang-ngiang di telinganya kalimat Santi.

Mama suka marah-marah. Santi bosen! Maunya mama yang lain aja. 

Tidak terasa tetesan air mata terasa hangat mengalir di pipi Rani. Satu persatu bayang-bayang kesalahan selama mengasuh Santi berkelebat. Seperti film lama yang kembali diputar. Rani sadar, dia tidak sepenuhnya siap menerima kehadiran anak.

Tidak Ada Sekolah untuk Calon Orang Tua

Tidak ada sekolah yang secara khusus mempersiapkan kita menjadi orang tua. Kita belajar mengasuh anak dengan trial and error. Berproses bersama waktu. Sebagian terkaget-kaget karena perubahan drastis. Perbedaan pola hidup saat masih single lalu tiba-tiba menyandang status baru sebagai ibu rumah tangga.

Hal ini semakin diperparah dengan kondisi pengasuhan keluarga masa kini. Para orang tua tidak mempersiapkan anaknya menjadi ayah atau ibu kelak. Mereka lebih mempersiapkan anak-anaknya untuk masuk ke dunia kerja -mungkin kita salah satu produk dari keluarga jenis ini-. Anak perempuan dan anak laki-laki tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan di dalam keluarga. Akibatnya setelah dewasa mereka membutuhkan usaha ekstra saat beradaptasi dengan amanah barunya, yaitu membina rumah tangga.

Anak-anak itu tumbuh menjadi orang tua yang hanya siap mencari uang tapi tidak siap mengasuh anak. Cenderung menggunakan cara instan untuk menenangkan tangis anak, mereka mengalihkan tugas pengasuhan pada benda hitam kecil bernama gadget.

Gadget seringkali digunakan orang tua sebagai senjata menghentikan tangis dan rengekan anak
(www.inhabitots.com)
Anak-anak hanya mendapatkan sisa. Sisa waktu, tenaga, dan kasih sayang setelah lelah dengan aktivitas lainnya. Pakar parenting Elly Risman mengatakan, "Saat ini nilai anak di mata orang tua sangat rendah. Mereka hanya mendapat sisa waktu, tenaga, dan kasih sayang."

Semakin siap orang tua menerima kehadiran anak semakin tinggi nilai anak di mata orang tua, semakin anak mendapatkan kasih sayang dan waktu yang berkualitas. Sebaliknya semakin tidak siap, semakin rendah.

Kesalahan Fatal yang Sering Dilakukan Orang Tua Tanpa Sadar

Ketidaksiapan mengasuh anak juga terlihat dari cara orang tua berkomunikasi dengan mereka. Ada banyak kesalahan fatal yang seringkali dilakukan tanpa sadar saat berbicara dengan anak. Padahal cara orang tua berkomunikasi sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Apakah kelak mereka tumbuh menjadi generasi yang tangguh atau sebaliknya?

Menurut Elly Risman ada 10 kesalahan yang sering dilakukan orang tua saat berkomunikasi dengan anak. Untuk memudahkan mari simak infografis di bawah ini!

(www.istiana.sutanti.com)
Dampak dari kesalahan berkomunikasi nampak saat anak tumbuh dewasa. Mereka menjadi orang yang lemah konsep dirinya, sulit diajak bekerja sama atau justru apatis, tidak percaya diri, tidak berani mengambil keputusan, dan iri hati.

Pada beberapa anak, kekerasan verbal dapat menyebabkan anak menyimpan dendam dan melampiaskannya pada orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudangta Arianti Sembiring Psi yang dikutip dari www.okezone.com, "Kekerasan verbal pada anak bisa berefek buruk hingga membuat mereka balas dendam pada teman atau tetangga terdekatnya."

Kotornya pakaian masih bisa dibersihkan, tapi kekeruhan jiwa anak siapa yang mampu membersihkannya? Setiap kata yang terucap tersimpan dalam ingatan anak, terus menumpuk hingga dewasa. Jika yang terekam hanya kalimat yang buruk kelak mereka memiliki konsep diri yang negatif. Benarlah hadist Rasulullah SAW yang memerintahkan manusia untuk berkata baik atau diam. 

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhori dan Muslim)










Prajurit yang Tetap Tinggal di Rumahnya

"Perempuan itu separuh dari sebuah bangsa. Bahkan separuh yang paling mempengaruhi dan memberi peran besar bagi hidupnya suatu bangsa."
(Hasan Al-Bana)

Wanita itu bernama Lathifah Husain Ash Shuli, wanita beruntung yang medapat pinangan tak lama setelah calon ibu mertua mendengar lantunan syahdunya saat membaca kalam Ilahi.

"Duhai, siapakah pemilik suara nan syahdu ini?" Calon ibu mertua bertanya-tanya dalam hati.

Rupanya wanita yang memiliki anak lelaki yang sholeh dan giat berdakwah itu tidak mampu menahan rasa penasaran. Dia bertanya pada keluarga Lathifah.

"Itu suara salah satu putri kami, Lathifah," jawab keluarga Ash Shuli.

Dibuat terkagum-kagum ibunda sang pria, terbayang di benaknya air muka Lathifah yang berseri-seri karena pancaran keimanan dari lubuk hati yang terdalam.

Tak lama setelah peristiwa itu, datanglah sang pria bersama keluarganya dengan niat melamarnya.

Hanya perlu waktu dua bulan, mereka duduk di pelaminan. Barakallahu lakuma wa barakallah alaikuma wa jama'a bainakuma fii khoiiir.

Lathifah sadar betul, pria yang saat itu menjadi suaminya bukan pria biasa. Dia milik umat. Pria yang namanya kini terus dikenang dalam sejarah tertoreh di hati umat Islam. Dialah Hasan Al-Bana.

Kesibukan Hasan Al-Bana yang luar biasa membuat Lathifah tetap tinggal di rumah. Menjaga dan mendidik anak-anaknya sepenuh hati. Dia bak prajurit yang gigih menjaga bentengnya.

Wanita hebat itu telah memberi ketenangan di hati Hasan Al-Bana karena dia yakin anak-anaknya berada di tangan yang tepat. 

Ukhtifillah, bukan tidak boleh wanita beraktivitas dan berdakwah di luar rumah. Istri Hasan Al-Bana lebih memilih tinggal di rumah menjaga anak-anaknya karena kesibukan Hasan Al-Bana yang luar biasa. Jika semua orang pergi meninggalkan benteng maka siapa yang akan menjaganya?

Kita boleh beraktivitas di luar rumah dengan syarat tidak melalaikan tugas dan tanggung jawab di rumah. Menuntaskan amanah di rumah sebelum amanah dakwah di luar. Karena kita punya tanggung jawab yang besar.

Kita Punya Tugas Mulia, Mengembalikan Anak pada Al-Qur'an
 
Telah berlalu beberapa generasi. Waktu berjalan dan zaman terus bergulir. Masa-masa keemasan telah lewat, dan sejarah akan diingat.

Siapa yang tidak mengenal kitab Al-Muwaththa’? Kitab fenomenal yang diakui oleh Imam Syafi'i sebagai kitab yang banyak manfaatnya. Malik bin Anas yang menyusunnya, atau kita sering menyebutnya dengan sebutan Imam Malik.

Di balik sosok besar, pasti ada ibu yang hebat. Imam Malik mengisahkan tentang masa kecilnya, "Pada masa kecil, aku sangat menyukai penyanyi. Ibu tahu aku sangat gandrung dengan nyanyian, tapi dia merasa teladan yang kuidamkan tidak benar. Dia memalingkan aku dari lagu-lagu dan berpesan, "Seorang penyanyi, jika ia buruk rupa, maka lagunya tidak akan dilihat dan didengarkan. Karena itu tinggalkanlah lagu dan tuntutlah ilmu fiqih!"

Imam Malik mendapat banyak bimbingan dari ibunya. 

Ukhtifillah, selain faktor lingkungan dan pergaulan, ibu memiliki peran besar dalam mencetak anak-anak Qur'ani. Dalam sebuah program acara penghafal Qur'an cilik, Bachtiar Nasir berkata, "Rata-rata peserta di hafiz Qur'an ibunya sendiri yang mengajarkan." 

Dalam kesempatan lain dia berkata, "Katakan pada istrimu! Tetap tinggal di rumah dan kembalikan anak pada Al-Qur'an."
Tanggung Jawab Itu Ada di Pundak Kita

Kelak kitalah yang akan diminta tanggung jawabnya. Ibu yang di rahimnya telah Allah titipkan makhluk mungil tak berdosa.

Anak kita bukan anak kakek nenek, apalagi pembantunya. Kitalah baby sitter pilihan Allah SWT. Maka tugas pengasuhan tidak boleh dipindah tangan.

Saat ini banyak fenomena anak 'yatim piatu' padahal kedua orang tuanya masih hidup. Mereka anak yang diabaikan, jiwanya kosong, merasa kesepian di tengah keramaian.

Keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang tempat anak mendapat perlindungan.(www.yana8nurel6bdkbaik.deviantart.com)



Fenomena ini telah diketahui sejak beberapa tahun yang lalu. Seorang remaja datang kepada Elly Risman mencurahkan kegelisahan hatinya.

Generasi galau yang rapuh. Seharusnya rumah menjadi tempat penawar dahaga, ada ayah yang perhatian dan ibu yang penuh kasih sayang. Pelukan hangat dan perbincangan renyah di malam hari.

Momen yang mungkin sangat dirindukan anak kita, tapi apa daya. Mereka harus kembali menelan kekecewaan karena hanya mendapati rumah yang sunyi, dingin. Hanya ada pembantu tanpa kehadiran orang tua.

Ukhtifillah, bagaimana kelak kita menjawab pertanyaan Allah karena meninggalkan generasi yang lemah dan rapuh?
Keluarga Benteng yang Terakhir 

LGBT sedang berada di puncaknya. Bermula ketika bendera pelangi berkibar, merayakan kemenangan atas disahkannya pernikahan sejenis di AS.

Tenggorokan seperti tercekik. Cemas dengan masa depan anak kita di tengah kerusakan masif yang merajalela.

Kini media telah menjadi corong tersebarnya perilaku menyimpang itu. Televisi, radio, media sosial, media elektronik, dan media cetak.

Beberapa waktu lalu kita sempat dikejutkan dengan kemunculan komunitas LGBT yang beranggotakan anak usia remaja. Mereka tidak lagi malu menunjukkan orientasi seksnya yang menyimpang di media sosial. Tidak hanya remaja, pemikiran dan perilaku LGBT juga menyasar anak-anak.

Kartun menjadi pintu pertama mengenalkan LGBT pada anak. Mereka juga masuk melalui games hingga kurikulum sekolah. Tidak main-main kerasnya perjuangan mereka. Saat ini mulai terlihat hasilnya, ditandai dengan kemunculan generasi Alay. Laki-lakinya 'melambai' wanitanya jantan.

Pornografi juga menyelinap dengan mudah ke rumah kita melalui gadget. Di tengah-tengah dahsyatnya tantangan zaman, keluarga menjadi benteng terakhir yang bisa menjaga anak kita dari nilai-nilai yang buruk.

Ukhtifillah, sudah saatnya kita pulang. Janganlah marah ketika suami meminta kita tinggal di rumah. Membantu perekonomian keluarga tidak harus meninggalkan rumah. Ada banyak jalan. Biarkan suami berkata dengan gagah, "Biar abi aja yang cari duit."

Agar Membaca Jadi Hobi Si Kecil

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan."
(QS. Al-Alaq:1) 

Ketika itu, Jibril datang menghampiri manusia paling mulia, Rasulullah SAW. Gua Hira, menjadi saksi peristiwa bersejarah yang terus dicatat hingga akhir zaman.

"Bacalah!" Perintah Jibril.

Ini kali pertama Rasulullah SAW bertemu dengannya, segala macam perasaan berkecamuk di dada, tidak pernah terbayang dalam benaknya melihat Jibril dalam wujud yang asli.

"Aku tidak bisa membaca," jawab Rasulullah SAW berulang-ulang, sampai akhirnya beliau berusaha membaca.

Lalu turunlah ayat dari Allah SWT Sang Pencipta Alam. “Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan“ (QS. Al-Alaq: 1)

Abi dan Ummi, itulah sepenggal kisah tentang turunnya ayat pertama yang menjadi pintu gerbang masa kerasulan nabi Muhammad SAW. Perintah untuk membaca telah turun sejak ratusan tahun yang lalu. Allah SWT mengajari kita banyak hal melalui aktivitas membaca dengan perantaraan pena.

Alangkah baiknya jika buah hati kita terbiasa dengan aktivitas positif ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas London, mereka yang sering membaca pada usia 10 tahun dan telah membaca buku serta surat kabar lebih dari sekali seminggu di usia 16 tahun lebih mampu menguasai kosa kata dibandingkan mereka yang kurang membaca.

Menurut Alice Sullivan, penanggung jawab penelitian, ada kemungkinan kemampuan membaca yang kuat akan memungkinkan anak-anak mampu menyerap dan memahami informasi baru.

Ada beberapa tips yang bisa Abi dan Ummi coba agar anak gemar membaca:

1. Memberi Contoh Terlebih Dahulu

Abi dan Ummi, anak-anak peniru ulung. Mereka tidak akan bisa sama persis seperti diri kita, tapi mereka tidak pernah gagal meniru. Cara paling efektif agar anak suka membaca dengan memberi contoh, menunjukkan kita menyukai aktivitas tersebut.

Tampakkan di hadapannya jika membaca buku sangat menyenangkan. Kita bisa membaca dengan wajah yang ekspresif supaya anak penasaran. Misalnya tersenyum sendiri saat membaca, mengerutkan kening, atau yang lainnya.

Anak akan bertanya, "Kenapa Mi, kok ketawa sendiri?"

Saat itu kita bisa melibatkan anak. Menceritakan ulang isi buku yang kita baca.

Jika kita memiliki koleksi buku, tunjukkan pada anak bagaimana cara kita memperlakukan buku dengan baik. Lalu katakan, "Buku itu barang kesayangan ummi, ummi suka baca buku."
2. Sering Mengajak Anak ke Toko Buku

Ajaklah anak kita ke toko buku, perpustakaan, taman baca, atau sekadar berburu buku bekas. Biarkan anak menyentuh dan membuka buku-buku yang terpajang. Sekali waktu kita bisa menyisihkan uang, membelikan mereka buku yang menarik isinya. Lama kelamaan anak akan terbiasa dengan suasana tersebut, lalu menikmatinya.

3. Menyediakan Waktu Khusus Membacakan Buku

Hanya membeli buku tapi tidak punya waktu khusus membacakannya sama seperti membeli barang tapi tidak dipakai. Membaca buku bersama anak bisa menjadi sarana menjalin kedekatan. Anak-anak membutuhkan waktu yang berkualitas bersama kita. Membaca buku bisa menjadi momen yang tepat.
Agar anak fokus dengan dengan aktivitas membaca, kita perlu menciptakan suasana yang kondusif. Misalnya: mematikan televisi dan menyimpan handphone agar aktivitas membaca tidak terganggu.

Ketika anak menikmati saat-saat membaca dan mendapatkan waktu yang berkualitas, mereka akan menagihnya, lagi dan lagi.

4. Membaca dengan Ekspresi yang Hidup

Abi dan Ummi, anak balita memiliki rentang waktu konsentrasi yang pendek. Mereka cepat bosan. Agar anak tidak segera beralih ke aktivitas lain, kita bisa menyiasatinya dengan cara membaca buku disertai ekspresi yang hidup.

Misalnya, mengubah suara saat membaca tokoh-tokoh yang berbeda, menggunakan gerakan-gerakan, mengekspresikan emosi tokoh cerita, dan lain-lain.

Membaca dengan ekspresi yang hidup dapat melatih imajenasi anak, mereka akan larut dalam cerita dan melupakan kebosanannya.

5. Memilih Buku Sesuai Usia

Anak usia balita sangat tertarik dengan buku bergambar yang berwarna-warni. Kita bisa memilih buku dengan huruf yang tercetak lebih besar dari ukuran normal dengan tulisan yang tidak panjang. Sekali waktu kita bisa memperkenalkan hurufnya satu persatu dengan suasana yang nyaman, tanpa paksaan.

Memilih buku bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga. Tidak harus membeli buku dengan harga yang mahal, buku-buku bekas atau meminjam dari perpustakaan juga bisa menjadi solusi.

Maila Edukatif menyediakan aneka buku berkualitas murah meriah. Pemesanan bisa melalui WA atau SMS ke 0852-8730-1615.

Seri Binatang: Rp. 7000/pcs


Seri Menempel dan Menggunting: Rp. 7000/pcs

Seri Tokoh Dunia: Rp. 7000/pcs


Seri Stella Ernes: Rp. 15.000
Seri Keterampilan: Rp. 10.000


Focus Private

Les Privat

Les Privat Focus Private adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri sebagai spesialis les privat guru ke rumah untuk mata pelajaran eksakta yaitu Matematika, Fisika, dan Kimia. Info 082312091982
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Total Tayangan Halaman