Asam Garam Kehidupan

"Bu, apa masih ada uang?" Saat itu aku bertanya untuk memastikan keadaan ibu.

"Udah Tra, enggak usah dipikir ... Ibu enggak mau banyak mikir ... yang penting hari ini bisa makan. Besok gimana mau makan apa? ya enggak usah dipikir. Besok buat besok ... ibu enggak tau."

Bapak dan ibu memang orang tua yang tangguh. Pada masa awal pernikahan, ibu dan bapak memulainya dari nol. Bapak bahkan tidak punya tabungan saat menikah dan memboyong ibu ke sebuah desa di Sumatera Barat.

Masa sulit dan senang telah mereka lalui, mulai dari menjual celana yang dipakai untuk mengisi perut sampai akhirnya Allah Swt. memberi kelapangan rezeki.

Kehidupan kami seperti roda yang selalu berputar. Mudah bagi Allah Swt. membolak-balikkan keadaan.
Masa kecil hingga remaja aku hidup serba berkecukupan--bahkan berlebih. Tapi seperti inilah kehidupan, dinamis dan penuh kejutan.



Dalam kondisi terhimpit kami menyiasatinya dengan menanam sayur mayur dan buah-buahan di halaman rumah. Jika sewaktu-waktu kehabisan uang dan tidak bisa berbelanja kami tinggal memetik sayur mayur untuk dijadikan lauk-pauk.

Ketika kepalaku terasa penat, karena dipenuhi dengan banyak kekhawatiran, aku berusaha mengingat percakapan dengan ibu.

Dari ibu aku belajar, adakalanya berkata tidak tahu lebih menenangkan hati.

Masa lalu tidak perlu disedihkan, peristiwa yang sudah lewat tidak bisa diputar ulang. Tidak perlu mencemaskan masa depan karena masa depan itu rahasianya Allah Swt. kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Paling tidak hiduplah untuk hari ini saja.

Sudahkah Kita Menyiapkan Bekal Hari Ini?

“Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau, sedangkan negeri akhirat itu sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?”
(Al-An’am:32)


Kawan, hidup kita di dunia tidak selalu berjalan mulus. Inilah dunia tempat tinggal kita saat ini, tempat berlelah letih. Tempat kita ditempa dengan berbagai ujian hidup agar Allah Swt melihat siapa yang paling baik amalnya. Dia yang Maha Kuasa mematikan dan menghidupkan manusia.

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” (Al-Mulk:2)

Satu hari, 24 jam kita menjalani aktivitas sehari-hari, mengurus rumah, mendidik anak, bekerja mencari uang, menuntaskan berbagai amanah dakwah. Adakalanya terjadi gesekan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan.


Ibarat melakukan perjalanan panjang nan melelahkan, menguras tenaga, pikiran dan emosi. Kita membutuhkan bekal yang hakiki, yaitu bekal ruhiyah. Semakin berat beban yang kita pikul, semakin membutuhkan energi yang besar. Dan sebaik-baik tempat meminta hanya Allah Swt.

Sungguh Allah Swt. sangat memahami kondisi makhluk ciptaan-Nya. Dia menciptakan siang dan malam bergantian agar manusia selalu dalam keadaan seimbang. Malam hari Allah Swt ciptakan dengan karakternya yang sunyi, penuh ketenangan. Di waktu-waktu inilah saat yang paling baik untuk mengisi perbekalan agar kita mampu mengarungi hiruk pikuknya kehidupan di siang hari.

“Sungguh, bangun malam itu lebih kuat mengisi jiwa, dan bacaan di waktu itu sangat berkesan. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan yang panjang. Dan sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati.” (Al-Muzammil:6-8)

Al-Qur’an dan qiyamulail merupakan bekal yang terbaik. Kawan, sudahkah kita berbekal hari ini? Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang berguguran di jalan dakwah. Sudah berlalu beberapa generasi, ada yang berjatuhan dan ada yang tidak mengubah janjinya hingga di akhir hayat.

Inilah jalan dakwah, jalan hidup terbaik yang sudah Allah Swt. pilihkan untuk kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang istiqomah menepati janji. Amiin.




Apa yang Kita Tanam Itulah yang Kita Panen

-- Saat Masih Kecil --

"Ummi, aku bantu nyuci piring ya ..." Anak itu menghampiri umminya yang tengah sibuk di dapur.
"Udah ga usah biar ummi aja," jawab umminya. Dia tidak mau diganggu anak saat berkutat dengan urusan dapur.

***
"Aduh ... ini siapa yang numpahin air. Bikin repot aja!" Teriakan ummi memecah kesejukan pagi.
Anak itu terdiam sejenak, kepalanya mendongak dengan senyum bangga di wajahnya, "Liat Mi, aku bantuin Ummi ngepel lantai."

Kenyataannya dia menumpahkan air seember hingga teras kebanjiran. Ummi terlalu sibuk, dia tidak sempat memikirkan niat baik anaknya--hanya ingin membantu, yang ada di benaknya cuma teras kotor yang menambah pekerjaan rumah.

***
Anak itu sedang sibuk memasukkan mainan ke kardus. Tiba-tiba ummi datang mengambil alih pekerjaan sang anak sembari berkata, "Udah ummi aja yang beresin mainan."

Saat itu ummi ingin rumah cepat bersih, tidak berantakan.

Padahal dalam hati kecil, sang anak berteriak protes. Dia ingin sekali membereskan mainan sendiri sampai tuntas. Dia merasa sudah bisa.



-- Saat Remaja --

"Mi, aku mau ikut Paskibra di sekolah."
"Udah ga usah ikut, nanti kamu kecapean, panas lagi, bla ... bla ...bla ..."

Anak itu termasuk penurut, dia selalu mendengar apa kata ummi. Akhirnya niat itu diurungkan.

***
Suatu ketika akan ada acara keluarga di rumah. Ummi sibuk membereskan rumah. Anak itu menawarkan diri, "Mi, biar aku aja yang pesen katering. Menunya apa aja?"
"Udah ga usah, nanti malah salah pesen lagi. Biar ummi aja."

Lagi-lagi anak itu hanya terdiam.

-- Setelah Dewasa --

Kini anak itu telah dewasa, dia memasuki usia 30 tahunan. Pekerjaannya sehari-hari hanya berdiam diri di rumah, bermain catur, nongkrong, dan mengobrol kesana kemari.

Umminya sudah semakin lanjut, tubuhnya ringkih, dan tidak kuat melakukan aktivitas sendiri.

Suatu ketika ummi berkata, "Nak, tolong beli beras di warung."
"Suruh aja pembantu Mi, warungnya kan jauh ... nanti aku capek lagi."
"Si Mbak lagi pergi ..."
"Ya udah nunggu Si Mbak pulang aja baru suruh dia beli beras," jawab anak itu sembari menyeruput kopi.

Ada luka yang tertoreh, ummi sedih karena permintaan tolongnya ditolak. Sembari menghela napas ummi duduk di samping sang anak. Sudah sejak setahun yang lalu anaknya menganggur, luntang-lantung tanpa pekerjaan.

"Nak, kamu enggak nyoba ngelamar kerja lagi?"
"Buat apa Mi? Paling juga ditolak."
"Lha kamu, setiap dapat pekerjaan enggak pernah betah. Baru sebulan kerja udah mundur ... begitu terus."
"Abis gimana, jam kerjanya ga cocok, bosnya galak, bla ... bla .. bla." Dia mulai mengeluh.
"Ya udah, kalo ga mau kerja di kantoran biar ummi modalin aja. Kamu buka usaha gimana?"
"Enggak deh Mi, nanti gagal lagi ... aku kan ga pinter bisnis."

Anak itu kembali menyeruput kopi. Ummi beranjak ke teras matanya menangkap bayang-bayang rumput taman yang sudah tinggi.

"Nak, itu rumput sudah panjang ... kayaknya udah waktunya dipotong." Ummi tidak berani meminta tolong secara langsung. Dia takut ditolak.
"Besok-besok aja ya Mi, aku mau istirahat dulu."

Padahal sedari pagi anak itu hanya duduk-duduk di dalam rumah. Tak terasa bulir air mata membasahi pipi ummi. Dia terus membatin, "Kenapa anakku jadi begini?"

Dia sangat khawatir dengan kondisi anaknya yang tidak bisa diandalkan, jangankan bertanggung jawab atas pekerjaan yang ada di pundaknya, bertanggung jawab terhadap diri sendiri saja belum bisa. Tidak tahan banting dan selalu merasa gagal.

***
Ummi, siapakah yang mematikan inisiatifnya untuk menolong orang lain? siapa yang membentuknya menjadi orang yang tidak peka dengan lingkungan? siapa yang menghancurkan harga dirinya? siapa yang melatihnya menjadi pemalas?

Saat membuat tulisan ini rasanya seperti berdiri di depan cermin.

Harta yang Membebani

Tidak selamanya punya harta banyak pasti menyenangkan. Ada harta yang justru menjadi beban. Ini kisah tentang seseorang, seorang pria lanjut usia.

Seharusnya di usia senja dia istirahat dengan tenang di rumahnya, menikmati masa pensiun dengan pikiran yang tenang. Tapi kenyataan tidak selalu sesuai dengan keinginan.

Tubuhnya semakin ringkih, namun dia memaksakan diri menjaga harta berharga yang dia miliki. Tanah dengan luas hektaran. Aku sedih melihatnya.

Tanah seharga ratusan juta itu dia beli dari tetesan keringat yang halal, dan saat ini justru menjadi beban di masa tua. Dia mati-matian bertahan dari orang yang bernafsu untuk merebut, menghadapi pemimpin desa yang zalim, sebagian warga desa yang gemar meminta uang dengan paksa, hingga para tukang tipu yang manis mulutnya namun berbisa.


Aku tahu mungkin Allah Swt. hendak menaikan derajatnya melalui terpaan ujian. Kelak di akhirat nanti akan ada persidangan yang maha adil. Tidak ada keadilan hakiki di dunia ini. Ada orang yang pergi meninggalkan dunia dengan segala masalah yang belum tuntas.

Saat itu kutatap rambutnya yang memutih, kedua bola mata yang kelabu, dan berat badan yang terus menyusut. Dia terlihat rapuh, seringkali di malam hari tidurnya tak nyenyak.

Teringatlah aku kalimat seorang teman, siapa yang mampu membeli kenikmatan tidur? ada orang yang mempunyai ranjang dengan harga jutaan tapi tidak juga dapat memejamkan mata.

Lalu aku menoleh ke sosok lain, pria yang juga kukenal. Dia tak punya harta banyak, hanya cukup untuk kebutuhan primer. Pekerjaannya berdagang di pasar. Pria itu bapak mertuaku, saat pertama melihatnya tidur tergeletak nyenyak di atas meja di tengah pasar, aku terpana.

Seakan tidak punya beban, dia tidak peduli dengan riuh rendah suara tawar- menawar dari pembeli dan pedagang, langkah kaki pengunjung pasar, dan derit roda gerobak pengangkut barang.

Dunia yang berusia pendek ini bagi sebagian orang terasa melelahkan, namun bagi sebagian yang lain berjalan sedemikian ringan. Ibarat melakukan perjalanan di siang hari dan pulang ke rumah di sore hari.

Ternyata untuk bisa menjalani kehidupan tidak butuh uang terlalu banyak hingga berlebihan. Asalkan cukup dan bebas dari berhutang. Harta tidak akan membahayakan selagi tidak berlebihan.

Lintasan Hati

Semakin Lama Semakin Realistis

"Dulu saya simpatisan *** sekarang tidak lagi karena ..."

"Dulu saya mengaji, sekarang tidak lagi karena ..."

Kawan, dua kalimat di atas sering kita dengar, sering pula dijadikan 'senjata' untuk menguatkan pendapat dan mencari pembenaran.

Kenyataan hari ini lebih penting dibandingkan peristiwa masa lalu. Masa lalu tidak akan bisa diulang.

Mari kita melihat dengan jujur, jika dulu kita begini dan sekarang berubah jadi begitu apakah kondisi kita saat ini lebih baik dari yang dulu?

Jika keadaan kita lebih buruk dari masa lalu berarti kita termasuk orang yang rugi.

www.muslimmatter.org

Menghela Nafas

Sebagian orang salah kaprah. Menganggap kasih sayang itu bermakna membiarkan semua perbuatan yang buruk dengan dalih rahmatan lil alamin.

Wajahnya tidak pernah memerah karena marah, di dalam hatinya tidak timbul kecemburuan saat melihat orang lain menentang Allah Swt.

Sementara sebagian lain begitu emosional dan reaktif. Mudah mengeluarkan caci maki meskipun dengan dalih membela kebenaran. Padahal Rasulullah Saw. orang yang paling teguh membela yang benar tapi beliau bukan pencaci maki.

Kawan, kita ini umat pertengahan. Tidak terburu-buru dalam bertindak, tegas dan punya sikap. Tegas tentu beda dengan keras dan kasar. Tegas menolak yang buruk dan mendukung yang baik.

www.pulsk.com

Rumah


Bagi orang yang sudah menikah--terutama yang telah memiliki anak, rumah menjadi sangat penting. Apalagi jika anak tumbuh semakin besar dan tidak mungkin tidur bersama orang tua.

Kebutuhan akan rumah semakin meningkat saat jumlah anak bertambah. Ketika mereka memasuki usia 7 tahun, orang tua sebaiknya memisahkan kamar tidurnya. Hatta anak-anaknya berjenis kelamin sama --sama-sama perempuan atau laki-laki.

Saat berusia 7 tahun anak mulai tumbuh naluri seksualnya, bukan hal yang bijak membiarkan mereka tidur satu ranjang atau bahkan satu selimut dengan saudara kandungnya. Seringkali permasalahan ini luput dari perhatian, lalu tiba-tiba orang tua terkejut saat mendapati 'insiden' yang tidak diinginkan.

www.comons.wikimedia.org


Ada banyak kasus penyimpangan seksual pada anak yang justru bermula dari rumah. Hal itu terjadi karena kelalaian atau ketidakpahaman orang tua tentang pengasuhan anak yang baik.

Di wilayah dekat aku tinggal, ada fenomena yang membuatku mengelus dada. Anak-anak di wilayah itu terbiasa melihat kedua orang tuanya saat memenuhi 'hajat biologis' hingga mereka tumbuh menjadi anak yang permisif, serba boleh, perkataannya vulgar dan tidak menganggap tabu seks pranikah.

Jika jiwa anak sudah keruh siapa yang bisa membersihkannya? Penyesalan selalu datang belakangan.

3 Celoteh Anak yang Bikin Kamu Ketawa Ngakak

Anak balita memang menggemaskan. Selain karena kejujuran dan kepolosannya, celoteh balita seringkali mengejutkan, lucu, dan di luar dugaan orang dewasa. Mereka berbicara sesuai dengan kemampuan nalarnya. Berikut ini 3 celoteh anak yang bakal bikin kamu ketawa ngakak:

1. Doa Makan WC

Suatu hari seorang anak disuguhkan makanan oleh umminya. Lalu dengan wajah yang lugu anak itu berkata, "Sebentar ya Mi, aku baca doa dulu."

Umminya sangat senang karena anaknya sudah hapal doa makan.

Anak itu mengangkat kedua tangannya lalu berdoa, "Allahumma inni au'dzubika minal khubutsi wal khobaits."

* Lha, kenapa jadi baca doa masuk WC?

2. Ngotot Kondangan

Suatu hari seorang balita tengah bermain lilin dengan umminya. Dia senang sekali membentuk lilin menjadi berbagai jenis hewan.


Balita itu dengan bangga menunjukan hasil karyanya, "Mi, liat nih! aku bikin uler kondangan."

Umminya berpikir keras. Akhirnya dia paham maksud anak itu. Lalu berkata, "Namanya ular anaconda ..."

"Iya Mi, ini uler anak kondangan."

* Masih aja ngotot dengan kata kondangan.
3. Nyamuknya Sakit

Suatu malam, ummi bersiap-siap ingin menyemprot kamar dengan obat nyamuk. Anaknya yang masih balita memperhatikan dengan seksama.

"Ummi mau ngapain?"

"Kamu di luar kamar dulu ya ... ummi mau kasih obat nyamuk."

Anak itu terus membuntuti umminya sambil bertanya, "Mi, emang nyamuknya sakit apa? kok dikasih obat."

* Umminya bengong.


Terapi Impian

"Siapa yang disibukan dengan hal-hal besar, tidak akan disibukan oleh hal-hal kecil."

Kawan, pernahkah kamu merasakan sakitnya diselingkuhi? Seseorang yang kukenal pernah merasakannya. Dia berusaha bangkit dari keterpurukan. Ada anak yang membutuhkan ibu yang kuat, dan satu hal yang membuatku semakin salut padanya. Dia masih mau memberikan kesempatan kedua kepada pasangannya, memperbaiki bahtera rumah tangga mulai dari nol.

Aku tahu dia sangat sakit, menderita. Tidaklah mudah merajut kepercayaan yang telah dikoyak-koyak, setiap hari dia berusaha melawan ketakutan dikhianati, berjuang melawan perasaan tidak berharga dan takut dibohongi. Padahal dia perempuan baik-baik yang menjaga harga dirinya, berdiam diri di dalam rumah, selalu meminta izin kepada suami saat keluar rumah, dan menjaga interaksi dengan lawan jenisnya. Allah Swt. memberinya ujian rumah tangga, mungkin untuk menaikkan derajatnya.

Impian besar
www.apriskayoga.wordpres.com

Kawan, luka yang tidak membunuh justru menambah kekuatan. Sejak saat itu dia yakin hanya Allah Swt. saja yang tidak pernah mengecewakan, cinta kepada manusia bisa terkikis atau hilang sewaktu-waktu. Pasangan, anak, harta, dan seluruh isi dunia hanya titipan.

Suatu hari dia mencurahkan isi hatinya,"Adakalanya impian dan cita-cita besar membuat seseorang lupa dengan 'luka' yang dialami. Siapa yang disibukan dengan hal-hal besar, tidak akan disibukan oleh hal-hal kecil."

Impian dan cita-cita besarlah yang membuatnya mampu bertahan. Aku tahu, di tengah-tengah derasnya terpaan ujian rumah tangga dia tetap melaksanakan aktivitas dakwah, mengaji, menjalankan amanah, tidak berhenti bergerak.

Suatu kali dia berkata, "Kalau sakit hati itu datang aku menghibur diri dengan satu kata, yaitu jihad. Allah sudah membeli harta dan jiwa kita untuk ditukar dengan surga. Saat itu aku berusaha mengingat perjuangan kaum muslimin di belahan bumi lain. Tidak ada waktu untuk bersedih."

Kawan, tidak ada waktu untuk bersedih. Kita punya impian dan cita-cita besar, adakalanya impian itu membuat kita lupa dengan semua masalah pribadi yang menerpa.

Peduli Sahabat, Bersama Bergandengan Tangan

“…orientasi seksual bisa berubah, dari heteroseksual menjadi SSA atau dari SSA menjadi heteroseksual.”

Beberapa hari setelah disahkannya pernikahan pasangan sejenis oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat, pesta perayaan merebak di dunia nyata dan di dunia maya. Para pendukung pernikahan sejenis memenuhi jalan-jalan di Amerika Serikat sembari mengibarkan bendera pelangi.
Sementara di dunia maya beberapa artis Hollywood menyatakan dukungan dengan tagar Love Wins. Tidak tanggung-tanggung, jejaring sosial Facebook bahkan menyediakan aplikasi untuk menghiasi foto profil dengan berbagai warna pelangi sebagai simbol turut merayakan disahkannya pernikahan sejenis.
Sontak semua mata tertuju ke fenomena tersebut, pro dan kontra menghiasi beranda Facebook. Di tengah-tengah hiruk pikuknya berita tentang pernikahan sejenis di Amerika, ada sebuah komunitas yang unik dan berbeda di Indonesia yang membawa setitik harapan.
Peduli Sahabat, komunitas yang diketuai oleh Sinyo Egi—penulis buku Anakku Bertanya Tentang LGBT—membuka peluang konsultasi dan pendampingan seputar dunia orientasi seksual dan identitas non-heteroseksual atau biasa disebut SSA.
Peduli Sahabat
Pendampingan dan konsultasi dilakukan secara individu bagi orang yang bersangkutan yang tetap ingin menjalani hidup sesuai dengan norma agama dan budaya meskipun ‘berbeda’ dan bagi pihak keluarga yang bersangkutan. Semua bantuan bersifat sosial, tidak dipungut biaya.
Menurutnya orientasi (ketertarikan) seksual dapat disamakan dengan ‘niat’. Seseorang memiliki niat baik dan niat buruk. Jadi orientasi seks sesama jenis (SSA) dapat dikatakan sebagai niat buruk.
Berdasarkan data yang didapat oleh Peduli Sahabat, ada 3 faktor yang menyebabkan seorang anak balita berubah menjadi SSA:
1. Pemaksaan dalam mengambil role model
Misalnya anak laki-laki mengambil peran ibunya. Kondisi tersebut bisa disebabkan beberapa faktor, diantaranya: perceraian kedua orang tua, keluarga tidak harmonis, KDRT, dominasi orang tua, dan lain-lain.
2. Over protective
Terlalu dimanja dan dilindungi, biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu- satunya jenis kelamin pada keluarga, atau anak yang diistimewakan.
3. Salah mengambil role model secara sukarela
Anak memilih role model yang salah karena kurangnya pengawasan orang tua. Tidak mendapat bimbingan dan pengarahan dari orang tua.

Peduli Sahabat
Menurut Sinyo Egi orientasi seksual bisa berubah, dari heteroseksual menjadi SSA atau dari SSA menjadi heteroseksual. Ada empat orang di Peduli Sahabat yang telah berhasil mengubah orientasi seksualnya dari menyukai sesama jenis menjadi menyukai lawan jenis. Lamanya perubahan tergantung dari situasi dan kondisi yang bersangkutan. Tentu saja membutuhkan tekad dan perjuangan yang besar dalam mengubah orientasi seksual.
(Tulisan ini telah dimuat di www.kreasianaknegeri.com)

Video Buka Puasa Bersama di Palestina

 


sumber gambar: www.leedspsc.org.uk

Melihat Al-Aqsa dari Dekat

Seorang rekan mengirimkan pesan melalui WhatsApp, dia meminta doa karena akan pergi bersama rombongan relawan untuk menyerahkan donasi untuk pengungsi Palestina yang berada di Libanon dan Suriah. Tim KNRP akan menyalurkan bantuan berupa paket sembako, program buka puasa bersama, bantuan program penghapal quran, perbaikan sarana di pengungsian dan perbaikan Masjid.

Selain itu donasi untuk program buka puasa Ramadan 1436 H di Masjid Al-Aqsa, telah diterima oleh orang yang berhak. Tak lama dia mengirimkan foto-foto kegiatan di Masjid Al-Aqsa dari dekat. Baru kali ini aku melihatnya.

Makanan iftor hasil donasi yang dikumpulkan KNRP

Persiapan acara iftor atau buka puasa bersama di Masjid Al-Aqsa

Acara buka puasa bersama di Masjid Al-Aqsa

Kawan, ukhuwah islamiyah tidak dibatasi letak geografis. Kita bantu saudara kita yang sedang kesulitan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Salurkan donasi terbaik kita melalui:

KNRP
Rekening donasi Palestina
a.n Komnas untuk Rakyat Palestina
Rek. BSM: 701.836.2133
Rek. BCA: 760. 032. 5099
Rek. Bank Muamalat: 369.00.11111

www. knrp.org


3 Tontonan Anak Berkualitas Selama Ramadan

Bunda, lagi-lagi jatuh korban. Kasus terakhir, seorang anak yang masih duduk di bangku SD, meninggal setelah dikeroyok teman-temannya yang memperagakan gerakan bela diri di dalam sinetron 7 Manusia Harimau. Tidak hanya tontonan, video game kekerasan juga membawa dampak yang buruk.

Ada sebuah penelitian menarik yang dilakukan oleh Albert Bandura.Bandura membagi anak-anak menjadi dua kelompok. Satu kelompok diberi tontonan yang memang dikhususkan untuk anak-anak, sementara kelompok yang lain diberi tontonan yang menampilkan adegan kekerasan. Setelah beberapa lama masing-masing kelompok di masukkan ke dalam ruangan yang berbeda dan diberi boneka, lalu diamati.

Ternyata kelompok anak yang menonton adegan kekerasan meniru apa yang mereka lihat. Mereka memperlakukan boneka dengan kasar, menendang, memukul, melempar, dan lain-lain. Sementara kelompok anak-anak yang tidak terpapar adegan kekerasan memperlakukan bonekanya dengan baik dan lembut.

Berdasarkan penelitian tersebut Bandura mengambil kesimpulan, hanya dengan melihat kejadian yang merangsang agresi, seseorang bisa menjadi agresif (Bandura, 1973). Hal inilah yang kemudian disebut sebagai teori modeling.

Hal serupa mengenai dampak paparan tayangan kekerasan baik melalui televisi, video game, atau youtube, pernah dituliskan dengan apik oleh M. Fauzil Adhim dalam bukunya yang berjudul Saat Berharga untuk Anak Kita. 

Ada sebuah kisah nyata yang bisa kita renungkan bersama. Alkisah, ada seorang anak berusia 8 tahun yang dibiarkan orang tuanya bermain video game setiap hari selama 8 jam non-stop. Dampaknya mulai terlihat dalam jangka waktu beberapa lama, anak itu tumbuh menjadi anak yang apatis, sering terbengong-bengong, tidak menyambung saat ditanya. Padahal dia terlahir normal, sama seperti anak yang lainnya. Kebebasan yang diberikan orang tua telah merusaknya.

Bunda, itulah sebabnya mengapa kita perlu berperan aktif menyeleksi dan mendampingi anak-anak kita saat menonton televisi, sekalgus membatasi durasi menonton--baik mononton televisi, gadget, laptop, atau video game.

Tiga tontonan ini layak untuk dijadikan tayangan alternatif bagi anak-anak Bunda.

1. Hafiz Quran

Hafiz Quran merupakan program yang digagas oleh Ust. Bachtiar Natsir. Acara ini ditayangkan selama bulan Ramadan di stasiun televisi Trans 7 setiap hari pukul 12:15. Acara ini menampilkan anak-anak yang hapal Alquran. Mereka berlomba meyambung ayat, menebak gambar dan kandungan surah, dan membaca ayat Alquran secara acak sesuai permintaan dewan juri.

Melalui acara ini Bunda bisa mengenalkan dan mengajak anak agar terbiasa mendengar lantunan ayat suci Alquran. Peserta Hafiz Quran yang juga masih berusia anak-anak tentu akan lebih memotivasi anak kita untuk memiliki role model yang baik.


Acara Hafiz Quran di Trans 7 
(aqlislamiccenter.com)


2. Hafiz Dunia

Kita bisa melihat perjuangan anak-anak penghapal Alquran dari belahan bumi lain melalui program acara ini.  Sembari menonton kita bisa menceritakan kepada anak-anak bahwa mereka memiliki saudara seiman di negeri lain yang juga senang menghapal Alquran. Anak-anak menambah wawasan tentang kebudayaan dan kebiasaan muslim di luar negeri. Acara ini pernah ditayangkan di Trans 7 saat bulan Ramadan dengan jam tayang setelah acara Hafiz Quran.

Salah satu gambar episode Hafiz Dunia di Trans 7 
(news.detik.com)


3. Kartun Islami Dodo-Syamil

Kartun ini sarat dengan nilai-nilai agama namun tetap menghibur anak. Karakter Dodo yang lucu dan teman-temannya mengajarkan anak tentang ajaran islam tanpa merasa digurui. Jalan ceritanya sederhana dan mudah dimengerti. Selain itu, kartun ini juga diselingi lagu untuk anak muslim. Kartun Dodo Syamil tayang di stasiun televisi RTV setiap hari selama bulan Ramadan, pada pukul 18:00.

Kartun islami Dodo-Syamil
(achmad78.mywablog.com)


Senja di Persimpangan Jalan

Dia, menembus kepulan asap kendaraan ibukota. Tubuhnya gemulai meliuk-liuk dengan sound system kecil yang sudah usang, suaranya tertelan bising klakson mobil. Sebagian orang menatapnya sinis, sebagian terlalu sibuk dengan gadget mahal, sementara sepasang wanita berbisik-bisik dengan senyuman masam di wajahnya.

Dari jarak beberapa meter kulihat wajah itu, tatapan sayu tak bercahaya di balik maskara, rambut dicat merah tergerai sebahu, lukisan kutex berwarna merah jambu dan lipstik merah menyala. Dia berdendang, bercanda dengan rekan-rekannya di taman kota, seakan hidup tanpa masalah. Sesekali kuperhatikan dadanya yang bidang terbalut t-shirt merah jambu nan ketat, dengan lengan yang berisi dan ditumbuhi bulu tipis. Sepatu hak tingginya tidak dapat menutupi kesan kekar di betisnya.

ilustrasi: www.lovethispic.com

Pikiranku melayang ... jauh sekali dari tempat itu. Sepintas wajah yang sangat kukenal mengusik batin. Ah ... wajah itu. Setiap kali mengingatnya hati ini teriris ingin menangis. Dia juga memiliki mata yang sayu, berbagai pulasan kosmetik penghias wajah tidak dapat menutupi kegelisahan di dalam hatinya. Dia juga memiliki rambut yang tergerai panjang dengan jakun yang menonjol.

Aku tidak tahu bagaimana saat ini dia menghabiskan waktunya, mengurung diri di dalam kamar. Aku membayangkan dia tengah berhias dan tak puas-puasnya mematut di depan kaca. Berjalan mondar-mandir dengan sepatu stiletto setinggi tujuh sentimeter. Aku sendiri tidak tahu bagaimana cara membangunkannya dari mimpi tak berujung. Dia seperti hidup di dunia yang penuh fatamorgana.

Ah ... sepasang wanita yang semula berbisik dengan senyuman masam di wajahnya kini telah beranjak pergi. Biarkan saja mereka. Apa peduliku?

Matahari mulai tenggelam di ufuk senja, langit memerah seperti pipi gadis yang sedang tersipu-sipu. Jalanan ibukota masih tetap ramai. Pengamen itu kini duduk sendirian menatap langit yang sama. Dari kejauhan seorang gadis remaja jalan tergopoh-gopoh, wajahnya merah padam, nafasnya terengah-engah. Tiba-tiba saja dia berteriak-teriak penuh amarah. Aku berusaha memasang telinga, suaranya terdengar sayup-sayup diselingi deru kendaraan bermotor.

"Abang! Ternyata ..." Dia mengusap matanya berkali-kali, menahan air mata yang berjatuhan.

Pengamen itu tersentak, sound system tuanya terhempas ke jalanan beraspal. Dia hanya diam mematung dengan mulut terkunci.

Puluhan pasang mata merekam peristiwa itu, tak lama. Mereka kembali apatis, sibuk dengan urusannya sedniri. Gadis itu terduduk dengan punggung berguncang, dia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dari tempat ini aku bisa melihat ekspresi wajah Si Pengamen, alisnya tertaut ke atas, mulutnya bergetar, bulir-bulir air mata mengalir, menyisakan goresan hitam maskara yang luntur.

Aku memalingkan wajah. Ah ... hati ini seperti dipukul godam berkali-kali. Hancur menjadi serpihan kecil. Teriakan-teriakan itu kembali terngiang-ngiang di telinga.

"Ini melawan takdir!" Aku berteriak memecah keheningan malam.
"Okey, terus kamu bisa apa!" Dia berteriak tidak kalah keras.

Hampir saja aku membuang semua kosmetik, pernak-pernik, dan semua barang-barangnya keluar kamar. Perasaanku bercampur aduk, marah, sedih, kecewa, bercampur peduli dan sayang. Aku tak tahu lagi bagaimana cara melukiskannya.

Seorang wanita tua dengan bola mata yang kelabu datang bergegas, suaranya bergetar, "Sudah! Sudah!

Air matanya berjatuhan, dia bersimpuh di hadapan kami.

"Sudah ..." Suaranya semakin melemah. Dia berusaha menahan isak tangis di dadanya.

Aku pergi menjauh. Rasanya ingin berlari, berteriak, dan melampiaskan semuanya. Jika bukan karena ibu ... jika bukan karena ibu ...

Tak terasa air mata membasahi pipi. Matahari sudah tenggelam dengan sempurna. Aku beranjak dengan langkah lesu. Berharap kelak ada cahaya di hati mereka, berharap mereka menjalani kehidupan yang lurus dan menenangkan.

Jakarta, 7 Juli 2015
#Tolak LGBT
#Rangkul dan kembalikan mereka


Kabar Tentang Al-Aqsa

Ummu Muslim, seorang wanita asli Palestina yang saat ini tinggal di Yordania, wilayah yang terdekat dengan jalur Gaza. Semua warga Palestina yang telah keluar dari Gaza tidak akan bisa kembali.

Rabu, 1 Juli 2015, menjadi hari yang akan kukenang selamanya. Aku sudah lama menanti momen-momen untuk bertemu langsung dengan saudaraku dari Palestina. Alhamdulillah, Allah mengabulkan keinginanku itu di bulan Ramadan tahun ini. Mengingat kondisi di Palestina yang semakin menghimpit semenjak Presiden Mursi di kudeta, rasanya sangat kecil kemungkinan untuk bisa pergi ke Gaza. Lagipula siapa aku ini? hanya orang yang lemah dengan sedikit amal ibadah. Rasanya masih belum pantas menginjakkan kaki ke Gaza.

Ummu Muslim, membawa berita tentang Gaza dan semangat ukhuwah yang tidak dapat dibatasi oleh perbedaan suku, ras, dan wilayah geografis. Umat islam ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit maka yang lain ikut merasakannya.

Ummu Muslim bersama dengan seorang penerjemah, di Masjid Ar-Rahman, Kalisari

Dalam acara tersebut, beliau menjelaskan tentang kondisi Masjid Al-Aqsa saat ini, Masjid yang menjadi kiblat pertama ummat islam yang saat ini berada di bawah penjajahan Israel. Beliau menjelaskan tentang kekeliruan informasi yang banyak berkembang di masyarakat. Banyak orang yang memperdebatkan tentang Masjid Al-Aqsa, apakah yang berkubah kuning (Masjid Sokhroh) atau yang berkubah biru (Masjid Qibli). Menurutnya ada propaganda yang dibentuk oleh Israel agar umat islam menganggap Masji Al-Aqsa hanya kedua Masjid tersebut. Padahal yang dimaksud dengan Masjid Al-Aqsa adalah semua bangunan, taman, dan Masjid yang ada di dalam komplek Al-Aqsa.

 Masjid Al-Aqsa merupakan semua bangunan dan taman yang ada di dalam komplek Masjid Al-Aqsa (berada di dalam garis merah) sumber gambar: www.boemi-islam,net

Saat ini kondisi Masjid Al-Aqsa sangat memprihatinkan, banyak kerusakan yang ditumbulkan akibat penggalian yang dilakukan oleh Israel di bawah Masjid Al-Aqsa. Muslim Palestina, terutama pemuda dan remaja laki-laki dilarang salat di Masjid Al-Aqsa, sedangkan mereka membebaskan orang-orang Yahudi memasukinya dan berbuat sekehendak hati di Masjid Al-Aqsa.

Masjid Al-Aqsa merupakan salah satu dari tiga Masjid yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw. untuk kita kunjungi. Ketiga Masjid itu adalah Masjidil Haram, Masjidil Aqsa dan Masjid Nabawi. Rasulullah juga pernah menganjurkan para sahabatnya untuk tinggal di baitul maqdis (daerah di sekitar Masjidil Aqsa). Ketika itu salah seorang sahabat bertanya pada Rasulullah Saw, "Jika suatu saat kami terusir dan mendapati kesulitan untuk menetap di tempat tinggal, maka kemanakah kami harus pergi?" Rasulullah Saw menjawab, "Maka pergilah ke baitul maqdis..."


Masjid Al-Aqsa merupakan Masjid kedua yang dibangun di bumi ini, setelah Masjidil Haram. Jarak pembangunan keduanya adalah 40 tahun.

Suatu hari Rasulullah Saw. ditanya oleh Maimunah, "Ya Rasulullah, kabarkan kepada kami tentang Masjidil Aqsa." Rasulullah Saw. menjawab, "Datangilah Masjidil Aqsa, dan salatlah di sana." Kemudian Rasulullah Saw. ditanya, "Lalu bagaimana jika kami tidak bisa salat di Masjidil Aqsa?" Rasulullah Saw. kembali menjawab, "Hendaklah kalian menginfakkan atau mengirimkan minyak untuk menyalakan lampu-lampu di Masjidil Aqsa. Sesungguhnya siapa yang mengirimkan minyak ke Masjidil Aqsa maka seakan-akan dia telah salat di sana."

Menurut Ummu Muslim hadist ini merupakan isyarat dari Rasulullah Saw. bahwa kelak ummat Islam akan kesulitan untuk salat di sana dan Masjidil Aqsa akan dalam keadaan terjajah. Dan Masjid ini sangat membutuhkan pertolongan ummat islam. Perolongan orang-orang muslim terhadap Masjidil Aqsa merupakan kewajiban.

Saat ini Israel menempatkan banyak kamera, tentara laki-laki dan juga tentara perempuan di dalam Masjidl Aqsa sehingga memudahkan mereka untuk menangkap kaum muslim yang menjaga Masijidil Aqsa.

Hal yang perlu kita ketahui mengapa Israel selalu membombardir orang-orang di Gaza, karena mereka mengetahui bahwa orang-orang di Gaza memiliki cita-cita untuk membebaskan Masjidil Aqsa, dan hal itu sangat tidak diinginkan oleh Israel. Orang-orang Palestina tetep berusaha bertahan di sekitar Masjidil Aqsa dan menghadapi kekejaman Israel, mereka meminta ummat Islam di belahan bumi lain untuk mendukung dan bersama mereka agar mereka mampu bertahan.

Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kita akan ditanya oleh Allah Swt. apa yang sudah kita lakukan untuk membebaskan Masjidil Aqsa? Dan setiap kita memiliki kewajiban untuk menolong Masjidil Aqsa dengan apa yang kita miliki. Tumbuhkan rasa cinta di hati anak-anak kita dengan Masjidil Aqsa dan kabarkan kepada mereka apa yang terjadi di sana. Semoga salah satu dari keturunan kita kelak menjadi bagian dari pembebas Masjidil Aqsa.
  
Lihat video Gaza, klik di sini: Pray for Gaza. Video kondisi Gaza.


Salurkan donasi terbaik kita melalui:

KNRP
Rekening donasi Palestina
a.n Komnas untuk Rakyat Palestina
Rek. BSM: 701.836.2133
Rek. BCA: 760. 032. 5099
Rek. Bank Muamalat: 369.00.11111

www. knrp.org













Ini Kisah Tentang 'Polusi Suara'.

Di sekitar kita ada banyak suara gaduh, deru kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik, dentuman alat musik, hingga gaduhnya suara petinggi negara yang saling berkelahi, melontarkan kata-kata kotor dan komentar penuh sensasi, tidak memberi solusi justru membuat orang jadi sensi. Ah ... apa sih?!

Kenapa kata "polusi suara" hanya disematkan kepada toa Masjid yang sudah tua? Hanya karena memutar kaset-kaset dengan lantunan suara yang syahdu. Entahlah, keindahan suara yang dianggap 'polusi suara' itu mungkin terasa bak kaset rusak yang berdecit-decit. 

Toa Masjid
www.itoday.co.id

Jauh sebelum label 'polusi suara' disematkan, suara nan syahdu itu telah digunakan sebagai sarana terapi kejiwaan di sebuah klinik besar, Florida, Amerika Serikat. Dr. Al-Qadhi melakukan penelitian yang panjang tentang hal itu.

Hasil penelitian membuktikan hanya dengan mendengarkan Alqur'an seseorang merasakan dampak yang luar biasa, baik dia mengerti isinya ataupun tidak. Penemuan dokter ahli jiwa ini membuktikan bahwa mendengar Alqur'an menurunkan tingkat depresi, kesedihan, ketenangan jiwa, dan mengurangi penyakit yang diderita oleh orang yang diteliti.

Hasil penelitian yang dia dapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Salim, Universitas Boston. Beberapa responden diperdengarkan Alqur'an tanpa diberitahu bahwa yang didengarnya lantunan ayat suci Alqur'an, lalu pada sesi kedua mereka diperdengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alqur'an. Semua responden tidak memahami bahasa Arab.

Hasilnya 65% responden merasakan ketenangan saat mendengar Alqur'an dan hanya 35% yang merasakan ketenangan saat mendengar bahasa Arab yang bukan dari Alqur'an.

Sudahlah, tidak perlu jauh-jauh menengok mereka. Aku sendiri 'pasien' yang Allah sembuhkan melalui murottal Al-qur'an, suara yang dianggap 'polusi suara' itu yang menemani hari-hariku untuk bangkit dari keterpurukan.

Aku masih ingat saat menjelang senja, duduk sendirian di Masjid At-Tin hanya untuk mendengar suara lantunan Alqur'an sebelum azan Maghrib. Tidak ada yang aku lakukan, hanya duduk termenung dengan pikiran yang seakan berkelahi di kepala. Sejenak, suara nan syahdu itu menjadi terminal peristirahatan, tempatku rehat dari segala kepenatan.

Jika saja kita mau belajar dari sejarah, bahkan Rasulullah Saw. sangat suka mendengar bacaan Alqur'an. 

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah kepadaku al-Qur’an.” Ibnu Mas’ud berkata: Aku katakan, “Wahai Rasulullah! Apakah saya akan membacakannya kepadamu sementara ia diturunkan kepadamu?”. Beliau menjawab, “Aku senang mendengarnya dari orang selain diriku.” Maka aku pun membacakan surat an-Nisaa’, ketika sampai pada ayat [yang artinya], “Bagaimanakah jika [pada hari kiamat nanti] Kami datangkan dari setiap umat seorang saksi, dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’: 41). Aku angkat kepalaku, atau ada seseorang dari samping yang memegangku sehingga aku pun mengangkat kepalaku, ternyata aku melihat air mata beliau mengalir (HR. Bukhar)

Seharusnya kita berkaca diri, apakah kita lebih baik dari Rasulullah Saw. hingga ketika dibacakan ayat-ayat Allah Swt. kita memalingkan muka karena kesombongan, atau jangan-jangan hati kita berpenyakit.



Darah di Rabiah Al-Adawiyah

Shafiyah, gadis Mesir bermata biru dan hidung yang mancung, duduk tertegun di depan laptop. Sudah berulangkali dia memutar video rekaman itu. Suara gemersik pidato Presiden Mursi memecah keheningan siang, di rumah Shafiyah.
   
Al-Qur’an adalah undang-undang kami
Dan Rasul adalah pemimpin kami
Dan jihad adalah jalan kami
Dan mati fii sabilillah adalah cita-cita mulia kami
Dan di atas itu semua, Allah adalah tujuan kami


Pikiran Shafiyah melayang-layang, sudah beberapa hari terakhir dia terus mengikuti perkembangan politik di Mesir melalui berita-berita di televisi. Upaya penggulingan Presiden Mursi sudah beberapa kali dilakukan namun selalu gagal. Situasi semakin memanas, pihak oposisi mulai menggunakan kekerasan.

Bip! Bip! Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Shafiyah. Dia menggapai ponsel itu, membaca pesan yang masuk. Paras cantiknya tampak serius, seakan pesan itu berisi berita yang sangat penting. Lama dia pandangi layar ponsel, diriingi suara riuh rendah pendukung Presiden Mursi yang terdengar dari loadspeaker laptop.

Besok Mursi bebaskan Gaza
Aku orang Mesir bangga dengannya
Jutaan syuhada bergerak menuju Al-Quds
Ayolah wahai perindu syahid!


Shafiyah mengambil nafas panjang, dengan suara lirih dia berujar, “Ya Allah, besok saatnya. Mudahkanlah langkah kaki kami, lindungi kami dari perbuatan orang-orang yang zalim...”

***
sumber gambar: Internet

Ratusan ribu pendukung Presiden Mursi tumpah ruah ke jalan-jalan raya. Salah satu diantaranya Shafiyah, jilbab hitam dan abayanya yang panjang berkibar-kibar. Dia bergabung bersama muslimah yang lainnya melakukan aksi damai sebagai respon menolak aksi kekerasan yang dilakukan oleh oposisi selama beberapa waktu terakhir.
 
Dia menutup wajahnya dengan selembar sapu tangan, panas teriknya Kota Kairo tidak menyurutkan semangatnya. Dia sadar tujuannya turun ke jalan bukan karena membela seorang tokoh, dia mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang dia hadapi.
 
Para demonstran tanpa senjata itu melakukan aksi damai selama berhari-hari. Mereka mendirikan tenda-tenda untuk bermalam, termasuk Shafiyah. Dia tinggal di sebuah tenda demonstran di dekat bundaran Rabah Adaweyah.
 
Saat itu bulan Ramadhan, Shafiyah tengah bersiap-siap menyiapkan makanan berbuka puasa bersama muslimah yang lain. Di tengah-tengah aktivitasnya, dia mengobrol dengan temannya sesama demonstran.
   
“Apa keluargamu tahu saat ini kamu berada di sini?” Tanya seorang muslimah sambil mempersiapkan roti dan kacang-kacangan.
 
“Ya, aku selalu meminta ijin kepada orang tua... mereka berpesan agar aku berhati-hati. Ayah juga sudah berpesan kepada kakakku Haris, agar dia mengawasiku.”

“Aku tidak tahu sampai kapan akan bertahan di sini, kita akan terus memperjuangkannya... kau lihat ini!” Wanita itu menyingkap lengan bajunya, ada goresan sepidol berwarna hitam bertuliskan identitas diri di lengannya.

“Untuk apa kau lakukan itu?” Tanya Shafiyah

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya... aku sengaja menuliskannya,  jika sewaktu-waktu aku mati, ada yang mengenali jenazahku.”

Shafiyah diam, terpana. Ditatapnya wanita setengah baya dihadapannya. Sudah lama Sahfiyah mengenalnya, wanita itu hafal seluruh isi Al-Qur’an. Di dalam hati kecilnya, Shafiyah mengagumi ketangguhan dan keshalihannya. Shafiyah menjadi paham, kematian bisa datang kapan saja tanpa diduga. Jika sewaktu-waktu terjadi bentrokan, bukan tak mungkin dia menjadi salah satu korbannya.

“Bolehkah aku pinjam sepidolmu?”

Shafiyah menjulurkan tangannya mengambil sepidol hitam, perlahan-lahan dia gulung lengan bajunya.
   
    Shafiyah Azalea
    43 El Jadid Street, Maadi


Ditutupnya kembali lengan baju itu, dia bergegas membawa makanan untuk berbuka. Suara adzan berkumandang dari Masjid Rabah Adaweyah, di dekat tenda demonstran. Menandakan waktu berbuka puasa telah tiba.

***
   
Malam semakin larut, suasana sangat hening. Sunyi. Shafiyah belum juga tidur, dia mengambil air wudhu dan mulai membaca Al-Qur’an. Bukan hanya Shafiyah yang melakukannya para demonstran di tenda yang lain tengah khusyuk mendirikan shalat malam.

Sementara itu tak jauh dari sana, tentara-tentara bersenjata mengendap-endap menembus gelapnya malam. Mereka menaiki atap-atap imarah atau apartemen, bersiap siaga dengan senjata berpeluru tajam, tank-tank berbaris di tempat tersembunyi, beberapa bersiap siaga dengan gas air mata. Jumlah mereka sangat banyak, mungkin ratusan atau ribuan. Tidak! Bisa saja ratusan ribu.
   
Salah satu diantara mereka adalah Haris, kakak Shafiyah. Matanya menatap tajam. Waspada. Digenggamnya erat senapan M16. Suasana sangat sunyi, hanya terdengar detak jam tangan Haris. Jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Semua pasukan dalam keadaan siap siaga mengintai target. 

Adzan subuh berkumandang dari Masjid Rabah Adaweyah, para demonstran berbondong-bondong menuju masjid. Mereka membentuk barisan shalat yang lurus hingga ke jalan-jalan. Mereka tampak seperti benteng yang kokoh.

“Allahuakbar...” Imam takbir rakaat pertama.

Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an terdengar syahdu, lembut menyapa hati-hati yang masih hidup, 
“Bismillahirrahmanirrahim...Alhamdulillahi rabbil alamin... Arrahmaanirrahiim... Maaliki yaumiddiin...”

Dor! Dor! Suara-suara tembakan diiringi serangan gas air mata menyerang demonstran yang sedang shalat. Shafiyah terhenyak, dia sedang shalat subuh bersama jama’ah muslimah di tenda-tenda. Satu persatu tubuh jama’ah shalat di Masjid Rabah Adaweyah berjatuhan, suasana kacau balau mereka berlari melindungi diri.
 
Shafiyah berlari keluar, matanya perih terkena gas air mata. Dia tak dapat melihat dengan jelas, sekilas dilihatnya seorang kakek tua ditembak kepalanya, orang-orang diciduk dan diseret paksa menuju mobil-mobil tentara. Mereka yang bersembunyi di belakang tong sampah dibawa setelah dipukuli.
 
Shafiyah berlari tak tentu arah. Allahuakbar! Allahuakbar! Dia tak kuasa melihat darah yang berceeran di jalan-jalan. Bruk! Tiba-tiba dia menabrak seseorang, Shafiyah tercekat melihat pria berseragam militer itu. Wajahnya sangat sangar tanpa belas kasihan. Pria itu menyeret jilbab Shafiyah.

“Lepaskan aku!” Shafiyah terus meronta-ronta.

Tapi apa daya tenaganya terlalu lemah. Aku akan dibawa kemana? Tiba-tiba terdengar suara rentetan tembakan. Pria itu tertembak tepat di tengkuknya. Dia tergeletak ke tanah. Shafiyah berteriak histeris, dia menutup wajahnya dengan kain jilbab. Tubuhnya lemas bergetar, sepercik darah segar mengenai abayanya.

Seorang pria menyambar tubuhnya, membawanya berlari secepat mungkin. Shafiyah masih menutupi wajahnya. Dia berlari terseok-seok. Mereka pergi menjauh dari pusat kekacauan. Sementara itu sepasang mata mengawasi gerak-gerik mereka tanpa mereka sadari.

“Shafiyah, ini Haris. Kakakmu.”

“Kakak...” Shafiyah berlinangan air mata, dia tak pernah menyangka akan mengalami tragedi seperti hari itu. Melihat orang-orang dibunuh di depan matanya.

“Pergilah ke tempat yang jauh! Mereka akan membakar tenda-tenda demonstran.”

Apa?! Aku harus memberitahu yang lain!

Kakak, kepada siapa engkau berpihak?”
   
Haris hanya terdiam. Raut wajahnya sendu, dia berbalik dan menghilang ke tengah-tengah kekacauan. Shafiyah kembali menembus kekacauan, dia menuju ke tenda-tenda untuk memberitahu demonstran yang lain. Dia terus berlari tertatih-tatih dari satu tenda ke tenda lain, memberi peringatan agar mereka segera menyingkir ke tempat yang aman.

Hingga tiba di tenda kelima, Shafiyah mencium bau bensin yang menyengat. Jantungnya berdegup semakin kencang, “Ayo cepat pergi dari sini!”

Para muslimah berlari berhamburan. Terlambat, tenda-tenda itu sudah dibakar. Api menyala-nyala membumbung tinggi, menjilati angkasa Kota Kairo. Shafiyah bersama beberapa orang muslimah terkepung api. Mereka saling berpelukan. Dada Shafiyah mulai terasa sesak karena banyak mengirup asap.

Ya Allah, matikanlah kami dalam keadaan syahid. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadar rasuulullah.

Sementara itu nan jauh di sana Haris tengah terlibat perkelahian dengan anggota tentara yang lain. Dia dikeroyok habis-habisan. Mereka memukuli Haris sambil memaki-maki.

“Dasar pengkhianat!” Salah satu dari mereka berteriak. Buak! Popor senjata menghantam pelipis Haris. Dia terjerembab ke tanah dengan darah bercucuran.

“Katakan! Kepada siapa engkau berpihak?!”

“Lebih baik aku mati, daripada membunuh orang yang sedang shalat...” Ucapnya lirih ditatapnya dalam-dalam mata lawannya. Seketika mereka menjadi berang, salah satu dari mereka bersiap-siap menarik pelatuk senapan.

Dor! Peluru tajam meluncur dari moncong senapan, tepat mengenai dada Haris. Dalam keadaan sekarat, Haris teringat dengan ayahnya.

“Haris, saat ini kamu telah resmi menjadi anggota militer... ditanganmu ada senjata, janganlah kau tumpahkan darah kaum muslimin.” Ucap ayah Haris seusai acara pelantikan resmi anggota militer Mesir.

“Ya Ayah, aku sudah berjanji kepada Allah... tidak akan menumpahkan darah kaum muslimin.”

“Ayah percaya, kelak kamu akan menjadi mujahid...” Ucap ayah Haris dengan mata berkaca-kaca.

Nafas Haris mulai terputus-putus, kaki dan sekujur tubuhnya terasa dingin sedingin es. Pandangan matanya mulai kabur, semakin lama semakin gelap.

Ya Allah, saksikanlah bahwa hari ini aku telah menepati janji... hari ini tak ada setetes darah pun dari kaum muslimin yang aku tumpahkan. Jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang  yang menepati janjinya kepada-Mu.

Tips Tidur Nyenyak

Kamu insomnia alias susah tidur? Coba deh tips asyik di bawah ini supaya bisa tidur nyenyak.



 sumber gambar: www.printsforartssake.com
1. Mematikan Handphone.


Hayo ngaku! siapa yang hobinya baca WA sebelum tidur? Atau tengah malam masih asyik facebookan?

Jejaring sosial salah satu penyebab seseorang menunda tidur. Tidak sadar sudah berjam-jam chatting, akhirnya justru mengusir kantuk.

Coba deh matikan dulu handphone-mu.


2. Berwudhu
 
Air wudhu membuat kamu lebih santai. Selain itu menghilangkan keringat yang menempel, jadi lebih nyaman rasanya.


3. Tidur Sesuai jam Biologis


Sebagian orang insomnia jika melewati waktu kebiasaannya tidur.

Misalnya, dia biasa tidur jam sembilan malam, tapi jam sepuluh masih terjaga. Akibatnya kantuk yang sebelumnya telah datang pergi entah kemana.


Nah, untuk mencegah hal itu tidurlah sesuai jam biologismu.


4. Mendengar Murottal Al-Qur'an


Biasanya nih, orang yang insomnia gelisah di atas kasur. Kesal menunggu mata yang tak kunjung terpejam.


Nah, daripada kamu uring-uringan, mending mendengar murottal Al-Qur'an. Selain membuat hatimu adem, pikiran tenang, dapat pahala lagi. Kurang untung apa coba?


5. Jangan Paksakan Diri untuk Tidur


Tenang saja, yakin kantuk itu pasti datang. Mintalah kepada Allah agar Dia membuatmu tidur.


6. Menanamkan Nilai Positif


Jika kamu susah tidur karena banyak pikiran, penat karena di siang hari sibuk berinteraksi dengan banyak orang, coba deh santai sejenak.


Tanamkan nilai yang positif sembari berbaring di atas kasur. Katakan pada diri sendiri di dalam hati, "Tidur itu enak, aku mau istirahat, alhamdulillah ..."


7. Mengatasi Penyebab Susah Tidur


Setiap orang itu unik. Termasuk kamu. Coba kenali diri sendiri apa yang menyebabkan kamu insomnia, lalu atasi.


Ada orang yang sulit tidur karena lapar, suhu panas, atau terlalu banyak menonton televisi.


Jika televisi penyebabnya, sebelum tidur kurangi aktivitas menonton. Konon terlalu lama menonton televisi sebelum tidur bisa menyebabkan insomnia.


Ya sudah, itu saja. Selamat tidur nyenyak.

Suatu Malam di Kota Mbaiki

Hari itu aku menuju Kota Bangui, Ibukota Negara Afrika Tengah untuk mengantarkan barang dagangan. Jalanan antara kota Mbaiki-Bangui tampak sepi dan lengang, lain dari biasanya. Hanya sedikit kendaraan yang lalu lalang, biasanya bis-bis, truk, bahkan sampai gerobak keledai lalu lalang dengan aktivitasnya masing-masing. Toko-toko di sepanjang jalan tutup, tak ada orang yang berjalan di pinggir jalan, dan penduduk mengunci pintu juga menutup jendela rumahnya.

Ada apa gerangan? Tapi hari itu aku sudah berjanji akan mengantarkan barang dagangan ke rekan bisnis di Bangui. Ya, Aku seorang pedagang bumbu-bumbu dapur yang sudah dihaluskan. Sudah sejak puluhan tahun yang lalu aku menekuninya, selama seminggu sekali menempuh perjalanan sepanjang 100 kilometer dari Mbaiki-Bangui dengan sepeda motor.

Hanya tinggal 30 kilometer lagi aku akan memasuki Bangui, tapi tiba-tiba di tengah perjalanan beberapa orang polisi mencegat motorku.
   
“Anda tidak bisa memasuki Bangui hari ini, terlalu berbahaya. Berbalik arahlah!”
   
“Apa yang terjadi?”
   
“Ada kerusuhan hebat.”
   
Tak ada pilihan lain, sangat berbahaya jika memaksa menempuh perjalanan. Akhirnya aku kembali pulang ke rumah dengan barang dagangan yang masih terikat rapi di jok motor. Setiba di rumah aku menelepon rekan bisnis.
   
“Assalamu’alaikum, Abdalla... ini Ahmadou.”
   
“Walaikum salam...” Jawab suara di ujung sana, suara-suara gaduh dan teriakan orang-orang membuat suara Abdalla tidak terdengar dengar jelas.
   
“Maaf, hari ini aku tidak bisa mengantarkan pesananmu... dalam perjalanan, polisi melarang aku memasuki Bangui.”
   
“Ya, kondisi di sini memang sangat gawat... orang-orang muslim dibunuh, tak peduli wanita dan anak-anak, masjid-masjid dibakar... aku sendiri hanya bisa pasrah kepada Allah...” Suara di ujung telepon mulai terputus-putus.
   
“Di mana kamu sekarang?”
   
“Aku berlindung di dalam toko.” Tiba-tiba saja sambungan telepon terputus.
   
Mendengar berita itu membuatku mengkhawatirkan kondisi Abdalla. Semoga dia baik-baik saja. Kondisi di Afrika Tengah semakin memburuk semenjak Seleka yang merebut kepemimpinan di Afrika Tengah membubarkan diri. Milisi-milisi atau kelompok sipil bersenjata tumbuh bagaikan jamur, mereka merajalela. Menyerang kota-kota, membunuh dan menjarah rumah-rumah penduduk. Ah, aku tak tahu bagaimana kekacauan ini bisa berkembang biak.
   
Aku mulai membuka ikatan karung yang berisi barang dagangan, lalu memanggulnya masuk ke dalam toko sekaligus rumah lalu menuangkan isi karung ke kotak-kotak berbaris tempat bumbu-bumbu dapur untuk dijual. Ya, akhirnya barang dagangan itu aku jual sendiri. Tak ada kepastian kapan kondisi Bangui akan aman kembali.
   
Malam menyapa Kota Mbaiki, sudah menjadi rutinitasku saat malam tiba waktunya berkumpul dengan istri dan anak. Menikmati hidangan Fufu hangat yang dimasak istriku, sambil menyantap kami biasa menonton televisi. Putriku yang mulai beranjak dewasa menekan remote televisi menampilkan acara berita.
   
Kondisi Kota Bangui semakin memanas, para milisi merangsek ke dalam kota pada pagi hari pukul 06.00 dan kerusuhan terus berlangsung hingga malam ini. Sedikitnya 70 orang tewas dan 94 orang luka-luka. Sebagian besar korban mengalami luka akibat tebasan parang. Beberapa korban diantaranya wanita dan anak-anak. Para korban dilarikan ke rumah sakit terdekat.
   
Aku terdiam menyaksikan berita itu, layar televisi sedang menayangkan gambar korban-korban yang bergelimpangan di koridor rumah sakit. Korban-korban tewas dijejer berbaris di lantai dengan darah yang masih mengucur deras. Membuat lantai rumah sakit berubah warna menjadi merah. Sekilas aku melihat Abdalla, sedang duduk merintih kesakitan dengan kepala diperban. Salah seorang reporter menghampirinya untuk wawancara.
   
“Saat itu masih pagi hari, aku berniat untuk membuka toko. Namun saat aku melihat keluar, dari kejauhan rombongan orang-orang bersenjata berlari dengan cepat. Mereka berteriak-teriak sambil mengangkat parangnya seperti kesetanan...para warga berlari melindungi diri. Aku melihat seorang pria ditebas kepalanya. Dalam keadaan panik aku segera mengunci semua pintu dan jendela... beberapa jam kemudian mereka mulai mendobrak pintu tokoku...kami terlibat perkelahian. Syukurlah aku masih selamat”
   
“Berapa orang jumlah mereka?” Tanya repoter.
   
“Entahlah mungkin puluhan orang...”
   
Berita beralih menangkap gambar suasana Kota Bangui saat itu, aku melihat sebuah masjid sedang terbakar. Kaca-kacanya pecah berserakan di lantai. Sekumpulan orang dengan parangnya tampak lalu lalang di halaman masjid. Mereka sangat beringas. Sementara itu putriku serius mendengarkan, matanya tak beralih dari televisi.
Sambil menonton dia bertanya padaku, “Ayah, kenapa mereka dibunuh? Kenapa masjid-masjid dibakar?”

“Ayah juga tidak tahu, Nak... Ayah hanya pedagang biasa.” Rasanya terlalu rumit menjelaskan semua kejadian yang dilihat putriku, kondisi politik di Afrika Tengah selama beberapa tahun terakhir memang tidak berjalan mulus. Aku sendiri tidak mengerti mengapa kondisi itu jadi berkembang ke pengusiran dan pembunuhan muslim di Afrika Tengah. Seiring waktu berjalan putriku akan mengerti.

Hanya gambar ilustrasi

                                                 ***

Siang itu aku menuju ke Masjid Lobaye untuk Shalat Jum’at, seorang imam masjid naik ke mimbar. Dia imam masjid sekaligus wakil walikota Mbaiki.  Sesaat kemudian dia mulai mengisi kutbah dengan wajah menyiratkan kesedihan.

“Saudara-saudaraku, beberapa hari yang lalu telah terjadi tragedi kemanusiaan di Kota Bangui. Banyak saudara-saudara kita yang tewas, sisanya mengungsi dan keluar dari Afrika Tengah, masjid-masjid dibakar, dan toko-toko dijarah. Setelah Shalat Jum’at kita akan melaksanakan Shalat Ghaib untuk mendoakan saudara-saudara kita yang telah tiada.”

Para jama’ah Shalat Jum’at larut dalam kesedihan, seorang jama’ah yang duduk di sampingku bahkan menangis sampai menetes air di hidungnya. Usianya tak lagi muda, kepalanya sudah ditutupi uban, dan kulit tangannya keriput. Aku pun merasakan kepedihan yang sama, seusai Shalat Ghaib aku menyempatkan diri untuk mengobrol dengannya.

“Kek, tadi aku melihat Kakek menangis...” Ucapku dengan nada bicara berhati-hati.

“Dua hari yang lalu anakku baru saja meninggal setelah dirawat di rumah sakit, dia menjadi salah satu korban kebrutalan mereka... anakku tinggal di sebuah desa kecil, kira-kira 50 km dari Kota Bangui.”

“Jadi kerusuhan sudah mulai meluas ke pinggiran kota?”

“Ya, bukan tidak mungkin mereka akan merangsek ke tempat kita tinggal, Mbaiki... esok aku mengungsi ke negara lain.” Kakek itu mengusap sudut-sudut matanya, air mata bening masih jatuh membasahi pipinya yang tirus.

Sepulang dari masjid aku melihat kesibukan beberapa orang tetangga yang hendak mengungsi, sepertinya berita tentang meluasnya kerusuhan sudah tersebar dari mulut ke mulut. Mereka menumpuk barang-barangnya menjadi satu ke dalam truk, saat aku tiba mereka menghampiri untuk berpamitan. Sedih rasanya kehilangan tetangga yang sudah menjadi bagian dari hidupku.

Gelombang pengungsi semakin hari semakin meningkat. Setiap harinya selalu ada yang pergi meninggalkan Mbaiki. Beberapa truk berbaris, mereka berjejalan di atasnya bersama barang-barang. Sampai hari itu hanya tersisa tiga keluarga, termasuk keluargaku.

Aku sendiri mengkhawatirkan keselamatan anak dan istri. Hanya saja berat rasanya meninggalkan Mbaiki. Bagaimana tidak? Di tempat inilah aku dilahirkan dan membesarkan anakku. Rasanya tidak terbayang harus pergi meninggalkan tanah air ke tempat yang antah berantah. Para tetangga yang tersisa terus membujukku untuk ikut mengungsi, tapi aku masih ingin bertahan di Mbaiki. Biarlah anak dan istriku saja yang mengungsi.

Esok harinya di tengah-tengah kawalan ketat polisi truk-truk berbaris, bersiap-siap untuk mengungsikan keluargaku dan tetangga yang masih tersisa.

Sebelum menaiki truk istriku berkata, “Jika berubah pikiran susul kami ke Sudan.” Matanya berkaca-kaca, dia menggenggam erat tanganku. Aku hanya mengangguk perlahan.

“Jaga putri kita.”

“Apa kamu yakin tidak ingin ikut dengan kami? Ini rombongan yang terakhir... tak ada lagi muslim di Kota Mbaiki selain dirimu...” Ucap salah seorang tetangga.

“Tak apa, pergilah!” Aku berusaha meyakinkan mereka.

Mesin truk dinyalakan, perlahan-lahan truk itu pergi meninggalkanku. Sendirian. Dari kejauhan aku lihat putriku membenamkan wajahnya ke pelukan istriku. Ya, sudah sejak semalam sebelumnya dia menangis tanpa henti saat mengetahui akan berpisah denganku.

                                                   ***

Semburat jingga menghiasi langit Mbaiki, suasana sore itu sangat hening. Kota itu tak lagi sama seperti Kota Mbaiki yang kukenal. Aku memacu sepeda motor melewati Masjid Lobaye, tak ada lagi suara-suara anak kecil yang tertawa riang. Biasanya di sore hari anak-anak berkumpul di masjid untuk mengaji.

Aku menghela nafas, beberapa meter kemudian tampak rumah sekaligus tokoku. Aku memasukkan motor ke dalam rumah, tiba-tiba saja kesepian mendera. Biasanya saat tiba di rumah ada anak dan istri yang menyambut hangat. Ah, kutepis saja semua rasa itu.

Malam semakin larut, aku berada di dalam rumah sambil menyiapkan parang untuk berjaga-jaga. Semua pintu dan jendela dalam keadaan terkunci. Aku tidur di ruang tamu sambil memeluk parang. Tiba-tiba suara langkah-langkah kaki terdengar, semakin lama semakin dekat.

Aku terperanjat. Waspada. Jam dinding menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Mataku mengintip dari jendela, mencari sumber suara. Tiba-tiba saja bayangan beberapa orang berkelebat di halaman rumahku. Aku terlonjak mundur selangkah dari jendela, dada bergemuruh, dan mata terbelalak. Jantungku berdetak sangat kencang.

Mereka semakin mendekat! Aku menggenggam erat parang yang sudah diasah sejak kemarin. Brak! Brak! Mereka berusaha mendobrak pintu. Prang! Kaca jendela dipecahkan. Aku bersiap-siap mengambil posisi menyerang.

“Woaaaa! Woaaa!” Mereka berhasil masuk ke dalam rumah dan berteriak-teriak, parang-parang itu berkilauan terkena cahaya lampu rumah. Aku terus bertahan melancarkan serangan beberapa dari mereka terjerembab ke tanah setelah terkena sabetan parangku.

Kondisi semakin genting, beberapa kawan mereka berdatangan setelah mendengar keributan, aku terdesak masuk ke dalam toko. Tiba-tiba saja sabetan parang  salah seorang dari mereka mengenai lengan dan kakiku.

“Aaaa!” Aku menjerit kesakitan, senjataku terjatuh ke lantai.

Mereka seperti kanibal yang ingin mengunyahku, aku terduduk di lantai. Sedikit demi sedikit mereka melangkah semakin dekat. Tiba-tiba tanganku menyentuh bumbu-bumbu halus yang terusun di kotak berbaris.

Ini bubuk cabai! Aku menggenggam bubuk itu sebanyak-banyaknya. Bagus teruslah mendekat! Mata mereka merah beringas, salah seorang dari mereka mengangkat parangnya tinggi-tinggi.

Ini saat yang tepat! Ya Allah, tolonglah hamba. Dalam hitungan detik aku melempar bubuk cabai itu ke mata mereka. Tak ada satu pun dari yang luput. Mereka menjerit kesakitan dan saling melukai, karena mengira temannya adalah diriku. Mereka tidak dapat melihat dengan jelas.

Dengan langkah terseok-seok aku memaksakan dari berlari ke motor. Tak lama motor itu melaju menyusuri jalanan Kota Mbaiki dengan kecepatan penuh. Saat itu aku akan berlindung ke kantor polisi. Nahas, motorku mogok di jalan. Padahal kantor polisi hanya tinggal beberapa meter lagi. Darah mengucur deras dari kaki dan lenganku, sambil menyeret kaki aku berjalan perlahan ke kantor polisi. Tiba-tiba saja beberapa orang milisi menghadangku. Mereka tersenyum sinis.

Mereka terus memukuli, tak ada lagi tenaga yang tersisa untuk melawan. Dalam keadaan setengah sadar mereka menarik kedua kaki dan tanganku. Samar-samar kulihat mereka mengangkat parangnya. Ya Allah, tolonglah hamba!

                                                ***

Truk itu mengantri di pintu perbatasan Afrika Tengah-Sudan, sudah hampir sepuluh jam aku berdiri di truk berjejalan dengan pengungsi dari kota-kota lain sekitar Bangui. Aku menatap langit Afrika Tengah untuk terakhir kalinya sebelum memasuki Sudan.

Luka-luka akibat perkelahian masih menyisakan nyeri yang amat sangat. Malam itu dalam keadaan setengah sadar sayup-sayup kudengar jeritan-jeritan histeris anggota milisi. Tiba-tiba saja mereka terpental dengan sendirinya beberapa meter ke udara, sementara aku tergeletak tak berdaya di tengah jalan. Suara-suara keras terdengar, seperti bunyi godam raksasa yang menghantam. Aku sendiri tak kuasa mendengarnya. Mereka merintih kesakitan, tak lama setelah itu tak ada lagi suara yang terdengar. Sunyi.

Aku ditemukan oleh beberapa orang anggota polisi dan dibawa ke rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit mereka bertanya padaku, “Apa yang sudah kau lakukan terhadap kelompok milisi itu?”

Aku terbengong-bengong, tak mengerti maksud ucapan mereka, “Aku tidak melakukan apa-apa... ketika itu kesadaranku sedang menurun karena kehabisan banyak darah.”

“Kami menemukan kelompok milisi itu bergelimpangan di sekitarmu dengan wajah yang rusak dan tidak dapat dikenali... seakan-akan wajah mereka habis dihantam benda yang sangat keras.”

Saat itu aku tertegun mendengarnya, mungkinkah Allah SWT mengirimkan pasukan-Nya? Tiba-tiba saja air mata mengalir deras, membuat wajahku basah.

                                               ***
NB:

Fufu: Makanan khas Afrika Tengah berupa sup kacang.

*Cerpen ini terinspirasi dari artikel berita yang pernah dirilis dakwatuna.com yang berjudul Saleh Dido, Muslim Terakhir di Kota Mbaiki.


Focus Private

Les Privat

Les Privat Focus Private adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri sebagai spesialis les privat guru ke rumah untuk mata pelajaran eksakta yaitu Matematika, Fisika, dan Kimia. Info 082312091982
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Total Tayangan Halaman