Asam Garam Kehidupan

"Bu, apa masih ada uang?" Saat itu aku bertanya untuk memastikan keadaan ibu.

"Udah Tra, enggak usah dipikir ... Ibu enggak mau banyak mikir ... yang penting hari ini bisa makan. Besok gimana mau makan apa? ya enggak usah dipikir. Besok buat besok ... ibu enggak tau."

Bapak dan ibu memang orang tua yang tangguh. Pada masa awal pernikahan, ibu dan bapak memulainya dari nol. Bapak bahkan tidak punya tabungan saat menikah dan memboyong ibu ke sebuah desa di Sumatera Barat.

Masa sulit dan senang telah mereka lalui, mulai dari menjual celana yang dipakai untuk mengisi perut sampai akhirnya Allah Swt. memberi kelapangan rezeki.

Kehidupan kami seperti roda yang selalu berputar. Mudah bagi Allah Swt. membolak-balikkan keadaan.
Masa kecil hingga remaja aku hidup serba berkecukupan--bahkan berlebih. Tapi seperti inilah kehidupan, dinamis dan penuh kejutan.



Dalam kondisi terhimpit kami menyiasatinya dengan menanam sayur mayur dan buah-buahan di halaman rumah. Jika sewaktu-waktu kehabisan uang dan tidak bisa berbelanja kami tinggal memetik sayur mayur untuk dijadikan lauk-pauk.

Ketika kepalaku terasa penat, karena dipenuhi dengan banyak kekhawatiran, aku berusaha mengingat percakapan dengan ibu.

Dari ibu aku belajar, adakalanya berkata tidak tahu lebih menenangkan hati.

Masa lalu tidak perlu disedihkan, peristiwa yang sudah lewat tidak bisa diputar ulang. Tidak perlu mencemaskan masa depan karena masa depan itu rahasianya Allah Swt. kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Paling tidak hiduplah untuk hari ini saja.

Sudahkah Kita Menyiapkan Bekal Hari Ini?

“Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau, sedangkan negeri akhirat itu sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?”
(Al-An’am:32)


Kawan, hidup kita di dunia tidak selalu berjalan mulus. Inilah dunia tempat tinggal kita saat ini, tempat berlelah letih. Tempat kita ditempa dengan berbagai ujian hidup agar Allah Swt melihat siapa yang paling baik amalnya. Dia yang Maha Kuasa mematikan dan menghidupkan manusia.

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” (Al-Mulk:2)

Satu hari, 24 jam kita menjalani aktivitas sehari-hari, mengurus rumah, mendidik anak, bekerja mencari uang, menuntaskan berbagai amanah dakwah. Adakalanya terjadi gesekan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan.


Ibarat melakukan perjalanan panjang nan melelahkan, menguras tenaga, pikiran dan emosi. Kita membutuhkan bekal yang hakiki, yaitu bekal ruhiyah. Semakin berat beban yang kita pikul, semakin membutuhkan energi yang besar. Dan sebaik-baik tempat meminta hanya Allah Swt.

Sungguh Allah Swt. sangat memahami kondisi makhluk ciptaan-Nya. Dia menciptakan siang dan malam bergantian agar manusia selalu dalam keadaan seimbang. Malam hari Allah Swt ciptakan dengan karakternya yang sunyi, penuh ketenangan. Di waktu-waktu inilah saat yang paling baik untuk mengisi perbekalan agar kita mampu mengarungi hiruk pikuknya kehidupan di siang hari.

“Sungguh, bangun malam itu lebih kuat mengisi jiwa, dan bacaan di waktu itu sangat berkesan. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan yang panjang. Dan sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan sepenuh hati.” (Al-Muzammil:6-8)

Al-Qur’an dan qiyamulail merupakan bekal yang terbaik. Kawan, sudahkah kita berbekal hari ini? Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang berguguran di jalan dakwah. Sudah berlalu beberapa generasi, ada yang berjatuhan dan ada yang tidak mengubah janjinya hingga di akhir hayat.

Inilah jalan dakwah, jalan hidup terbaik yang sudah Allah Swt. pilihkan untuk kita. Semoga kita termasuk orang-orang yang istiqomah menepati janji. Amiin.




Apa yang Kita Tanam Itulah yang Kita Panen

-- Saat Masih Kecil --

"Ummi, aku bantu nyuci piring ya ..." Anak itu menghampiri umminya yang tengah sibuk di dapur.
"Udah ga usah biar ummi aja," jawab umminya. Dia tidak mau diganggu anak saat berkutat dengan urusan dapur.

***
"Aduh ... ini siapa yang numpahin air. Bikin repot aja!" Teriakan ummi memecah kesejukan pagi.
Anak itu terdiam sejenak, kepalanya mendongak dengan senyum bangga di wajahnya, "Liat Mi, aku bantuin Ummi ngepel lantai."

Kenyataannya dia menumpahkan air seember hingga teras kebanjiran. Ummi terlalu sibuk, dia tidak sempat memikirkan niat baik anaknya--hanya ingin membantu, yang ada di benaknya cuma teras kotor yang menambah pekerjaan rumah.

***
Anak itu sedang sibuk memasukkan mainan ke kardus. Tiba-tiba ummi datang mengambil alih pekerjaan sang anak sembari berkata, "Udah ummi aja yang beresin mainan."

Saat itu ummi ingin rumah cepat bersih, tidak berantakan.

Padahal dalam hati kecil, sang anak berteriak protes. Dia ingin sekali membereskan mainan sendiri sampai tuntas. Dia merasa sudah bisa.



-- Saat Remaja --

"Mi, aku mau ikut Paskibra di sekolah."
"Udah ga usah ikut, nanti kamu kecapean, panas lagi, bla ... bla ...bla ..."

Anak itu termasuk penurut, dia selalu mendengar apa kata ummi. Akhirnya niat itu diurungkan.

***
Suatu ketika akan ada acara keluarga di rumah. Ummi sibuk membereskan rumah. Anak itu menawarkan diri, "Mi, biar aku aja yang pesen katering. Menunya apa aja?"
"Udah ga usah, nanti malah salah pesen lagi. Biar ummi aja."

Lagi-lagi anak itu hanya terdiam.

-- Setelah Dewasa --

Kini anak itu telah dewasa, dia memasuki usia 30 tahunan. Pekerjaannya sehari-hari hanya berdiam diri di rumah, bermain catur, nongkrong, dan mengobrol kesana kemari.

Umminya sudah semakin lanjut, tubuhnya ringkih, dan tidak kuat melakukan aktivitas sendiri.

Suatu ketika ummi berkata, "Nak, tolong beli beras di warung."
"Suruh aja pembantu Mi, warungnya kan jauh ... nanti aku capek lagi."
"Si Mbak lagi pergi ..."
"Ya udah nunggu Si Mbak pulang aja baru suruh dia beli beras," jawab anak itu sembari menyeruput kopi.

Ada luka yang tertoreh, ummi sedih karena permintaan tolongnya ditolak. Sembari menghela napas ummi duduk di samping sang anak. Sudah sejak setahun yang lalu anaknya menganggur, luntang-lantung tanpa pekerjaan.

"Nak, kamu enggak nyoba ngelamar kerja lagi?"
"Buat apa Mi? Paling juga ditolak."
"Lha kamu, setiap dapat pekerjaan enggak pernah betah. Baru sebulan kerja udah mundur ... begitu terus."
"Abis gimana, jam kerjanya ga cocok, bosnya galak, bla ... bla .. bla." Dia mulai mengeluh.
"Ya udah, kalo ga mau kerja di kantoran biar ummi modalin aja. Kamu buka usaha gimana?"
"Enggak deh Mi, nanti gagal lagi ... aku kan ga pinter bisnis."

Anak itu kembali menyeruput kopi. Ummi beranjak ke teras matanya menangkap bayang-bayang rumput taman yang sudah tinggi.

"Nak, itu rumput sudah panjang ... kayaknya udah waktunya dipotong." Ummi tidak berani meminta tolong secara langsung. Dia takut ditolak.
"Besok-besok aja ya Mi, aku mau istirahat dulu."

Padahal sedari pagi anak itu hanya duduk-duduk di dalam rumah. Tak terasa bulir air mata membasahi pipi ummi. Dia terus membatin, "Kenapa anakku jadi begini?"

Dia sangat khawatir dengan kondisi anaknya yang tidak bisa diandalkan, jangankan bertanggung jawab atas pekerjaan yang ada di pundaknya, bertanggung jawab terhadap diri sendiri saja belum bisa. Tidak tahan banting dan selalu merasa gagal.

***
Ummi, siapakah yang mematikan inisiatifnya untuk menolong orang lain? siapa yang membentuknya menjadi orang yang tidak peka dengan lingkungan? siapa yang menghancurkan harga dirinya? siapa yang melatihnya menjadi pemalas?

Saat membuat tulisan ini rasanya seperti berdiri di depan cermin.

Harta yang Membebani

Tidak selamanya punya harta banyak pasti menyenangkan. Ada harta yang justru menjadi beban. Ini kisah tentang seseorang, seorang pria lanjut usia.

Seharusnya di usia senja dia istirahat dengan tenang di rumahnya, menikmati masa pensiun dengan pikiran yang tenang. Tapi kenyataan tidak selalu sesuai dengan keinginan.

Tubuhnya semakin ringkih, namun dia memaksakan diri menjaga harta berharga yang dia miliki. Tanah dengan luas hektaran. Aku sedih melihatnya.

Tanah seharga ratusan juta itu dia beli dari tetesan keringat yang halal, dan saat ini justru menjadi beban di masa tua. Dia mati-matian bertahan dari orang yang bernafsu untuk merebut, menghadapi pemimpin desa yang zalim, sebagian warga desa yang gemar meminta uang dengan paksa, hingga para tukang tipu yang manis mulutnya namun berbisa.


Aku tahu mungkin Allah Swt. hendak menaikan derajatnya melalui terpaan ujian. Kelak di akhirat nanti akan ada persidangan yang maha adil. Tidak ada keadilan hakiki di dunia ini. Ada orang yang pergi meninggalkan dunia dengan segala masalah yang belum tuntas.

Saat itu kutatap rambutnya yang memutih, kedua bola mata yang kelabu, dan berat badan yang terus menyusut. Dia terlihat rapuh, seringkali di malam hari tidurnya tak nyenyak.

Teringatlah aku kalimat seorang teman, siapa yang mampu membeli kenikmatan tidur? ada orang yang mempunyai ranjang dengan harga jutaan tapi tidak juga dapat memejamkan mata.

Lalu aku menoleh ke sosok lain, pria yang juga kukenal. Dia tak punya harta banyak, hanya cukup untuk kebutuhan primer. Pekerjaannya berdagang di pasar. Pria itu bapak mertuaku, saat pertama melihatnya tidur tergeletak nyenyak di atas meja di tengah pasar, aku terpana.

Seakan tidak punya beban, dia tidak peduli dengan riuh rendah suara tawar- menawar dari pembeli dan pedagang, langkah kaki pengunjung pasar, dan derit roda gerobak pengangkut barang.

Dunia yang berusia pendek ini bagi sebagian orang terasa melelahkan, namun bagi sebagian yang lain berjalan sedemikian ringan. Ibarat melakukan perjalanan di siang hari dan pulang ke rumah di sore hari.

Ternyata untuk bisa menjalani kehidupan tidak butuh uang terlalu banyak hingga berlebihan. Asalkan cukup dan bebas dari berhutang. Harta tidak akan membahayakan selagi tidak berlebihan.

Lintasan Hati

Semakin Lama Semakin Realistis

"Dulu saya simpatisan *** sekarang tidak lagi karena ..."

"Dulu saya mengaji, sekarang tidak lagi karena ..."

Kawan, dua kalimat di atas sering kita dengar, sering pula dijadikan 'senjata' untuk menguatkan pendapat dan mencari pembenaran.

Kenyataan hari ini lebih penting dibandingkan peristiwa masa lalu. Masa lalu tidak akan bisa diulang.

Mari kita melihat dengan jujur, jika dulu kita begini dan sekarang berubah jadi begitu apakah kondisi kita saat ini lebih baik dari yang dulu?

Jika keadaan kita lebih buruk dari masa lalu berarti kita termasuk orang yang rugi.

www.muslimmatter.org

Menghela Nafas

Sebagian orang salah kaprah. Menganggap kasih sayang itu bermakna membiarkan semua perbuatan yang buruk dengan dalih rahmatan lil alamin.

Wajahnya tidak pernah memerah karena marah, di dalam hatinya tidak timbul kecemburuan saat melihat orang lain menentang Allah Swt.

Sementara sebagian lain begitu emosional dan reaktif. Mudah mengeluarkan caci maki meskipun dengan dalih membela kebenaran. Padahal Rasulullah Saw. orang yang paling teguh membela yang benar tapi beliau bukan pencaci maki.

Kawan, kita ini umat pertengahan. Tidak terburu-buru dalam bertindak, tegas dan punya sikap. Tegas tentu beda dengan keras dan kasar. Tegas menolak yang buruk dan mendukung yang baik.

www.pulsk.com

Rumah


Bagi orang yang sudah menikah--terutama yang telah memiliki anak, rumah menjadi sangat penting. Apalagi jika anak tumbuh semakin besar dan tidak mungkin tidur bersama orang tua.

Kebutuhan akan rumah semakin meningkat saat jumlah anak bertambah. Ketika mereka memasuki usia 7 tahun, orang tua sebaiknya memisahkan kamar tidurnya. Hatta anak-anaknya berjenis kelamin sama --sama-sama perempuan atau laki-laki.

Saat berusia 7 tahun anak mulai tumbuh naluri seksualnya, bukan hal yang bijak membiarkan mereka tidur satu ranjang atau bahkan satu selimut dengan saudara kandungnya. Seringkali permasalahan ini luput dari perhatian, lalu tiba-tiba orang tua terkejut saat mendapati 'insiden' yang tidak diinginkan.

www.comons.wikimedia.org


Ada banyak kasus penyimpangan seksual pada anak yang justru bermula dari rumah. Hal itu terjadi karena kelalaian atau ketidakpahaman orang tua tentang pengasuhan anak yang baik.

Di wilayah dekat aku tinggal, ada fenomena yang membuatku mengelus dada. Anak-anak di wilayah itu terbiasa melihat kedua orang tuanya saat memenuhi 'hajat biologis' hingga mereka tumbuh menjadi anak yang permisif, serba boleh, perkataannya vulgar dan tidak menganggap tabu seks pranikah.

Jika jiwa anak sudah keruh siapa yang bisa membersihkannya? Penyesalan selalu datang belakangan.


Focus Private

Les Privat

Les Privat Focus Private adalah lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri sebagai spesialis les privat guru ke rumah untuk mata pelajaran eksakta yaitu Matematika, Fisika, dan Kimia. Info 082312091982
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Total Tayangan Halaman