Sebelumnya tidak pernah terlintas dalam benak wanita yang tinggal di Surabaya ini untuk menjadi wanita pengusaha.
Hingga suatu hari, cemoohan yang terlontar dari kerabatnya membuat wanita yang biasa dipanggil Ibu Dhani ini meninggalkan pekerjaan yang selama ini dia tekuni, dan mulai mencoba berdagang. Berikut penuturannya kepada penulis.
1. Bisa diceritakan bunda, bagaimana awalnya hingga memutuskan untuk berwirausaha?
Sebelumnya tidak pernah terpikir kalau Allah menggariskan aku untuk menikmati dunia sepatu lukis. Aku sama sekali tidak punya pengetahuan melukis, kecuali saat pelajaran sekolah. Allah Dzat yang Maha membolak-balikkan keadaan. Saat itu aku murni ibu rumah tangga dengan tiga anak. Meskipun bertitel sarjana ekonomi aku tidak pernah berpikir untuk mencari pekerjaan. Itu mungkin disebabkan cemoohan dari salah satu kerabat. Waktu itu
aku pernah bekerja sebagai editor di perusahaan penerbitan kecil yang
biasa mencetak buku-buku islami. Gaji perbulan hanya 80.000 rupiah-pada tahun 1992.
Kerabatku itu mencemooh, “Sarjana kok gajinya kalah sama baby sitterku.”
Saat itu baby sitternya digaji 400.000/bulan. Malu aku mendengarnya,
dia selalu menggoda bahwa jam kantorku membuat suami lebih betah
berlama-lama di kampung halaman-suaminya berasal dari Banjarmasin,
Kalimantan. Akhirnya aku tidak kuat untuk tetap bekerja di luar rumah, terlebih
lagi aku dinyatakan hamil anak pertama setelah setahun menikah. Waktu terus berlalu, pada tahun 2000 anakku yang kedua sekolah di TK
yang cukup mentereng di Surabaya, orang tua muridnya suka berbelanja. Aku tidak seperti mereka, meskipun tergolong mampu. Aku memperhatikan
apa yang mereka minati dan bagaimana cara bergabung dengan mereka.
Dengan bermodal pertemanan dan tetangga toko di pasar Turi-suaminya
pedagang retail sepatu di Pasar Turi, aku berhasil membawa barang
dagangan mereka untuk dijual ke ibu-ibu wali murid di TK itu. Aku menjual baju muslim di sana sambil membawa anak yang bungsu.
Awalnya malu menawarkan dagangan. Bayangkan barang sudah kubawa tapi tak
pernah aku tawarkan (tertawa). Mental tempe kayaknya. Itu terjadi hampir beberapa hari.
Sampai suatu saat seorang ibu bertanya, “Bawa apa Bu? Kok kelihatannya besar banget.”
Aku hanya tersenyum dan menyuruh melihatnya.
“Lho ini dijual ya, saya buka ya?” katanya sambil mengambil baju
dagangan titipan itu. Sejak itu aku menjadi ibu rumah tangga sekaligus
pedagang baju. Melihat hasil usahaku, suami mulai mendukung dengan memberi modal
tambahan dan membukakan toko baju di Pasar Turi. Hasil berjualan di
pasar tidak lebih banyak dari hasil penjualan di sekolah. Selain pemasukan dari pasar yang semakin ngenes, puncaknya saat terjadi kebakaran di Pasar Turi. Di balik itu semua Allah punya skenario lain. Aku menjadi pelukis sepatu. Karyaku ternyata disukai pasar.
2. Apa hambatan dalam merintis usaha ini?
Dalam merintis usaha sepatu lukis ini lancar-lancar saja.
Alhamdulillah, Allah selalu menolong hamba-Nya yang sabar. Kendalanya
hanya cibiran salah satu kerabat. Beruntung doa suami selalu menguatkan setiap pijakan kakiku.
3. Produk yang bunda buat semuanya menggunakan bahan lokal atau ada yang impor?
Ada yang lokal dan impor, tergantung permintaan. Hanya saja semua yang aku sediakan produksi dalam negeri. Terutama saat pameran. Love Indonesia 100%
4. Saat ini di pasaran banjir dengan produk luar negeri. Apa kiat
dari bunda sehingga sepatu lukis buatan bunda dapat bersaing di pasaran?
Bismillah saja, tetap yakin dengan ketetapan Allah, dan selalu mengusahakan yang terbaik.
5. Adakah tips bagi orang yang ingin merintis usaha sepatu lukis?
Untuk semua pemula usaha, bukan hanya pemula usaha sepatu lukis, yang
terpenting selalu percaya diri dengan karya yang dihasilkan. Optimis melihat masa depan. Pelajari semua peluang dan kendala yang ada.
Go, go, go! Semua pasti bisa jika berpikir bisa!
(Tulisan ini telah dimuat di www.kreasianaknegeri.com)
0 komentar:
Posting Komentar