“Bukan ketenaran yang akan menyelamatkan kita nantinya.”
(Asma Nadia)
Sahabat, Al-Mawardi adalah salah satu tokoh terkemuka sekaligus pemikir
dan peletak dasar keilmuan politik islam. Ia lahir di Basrah, Irak
sekarang, pada 386 H.
Semasa
hidupnya ia memiliki karir yang cemerlang dan mencapai puncak karirnya
dalam bidang kehakiman saat diangkat sebagai hakim ketua di Baghdad.
Di
tengah-tengah kesibukannya ia masih menyempatkan diri untuk menuntut
ilmu dan menulis berbagai buku, baik di bidang politik maupun agama.
Sahabat,
ada sepenggal kisah menarik dari sekian banyak episode kehidupannya. Ia
tidak pernah menampakkan karya-karyanya semasa hidupnya. Ia hanya
mengumpulkan semua karyanya di suatu tempat.
Ketika
menjelang wafatnya, ia berkata kepada orang yang dipercayai, “Buku-buku
yang terdapat di tempat anu semuanya adalah karanganku. Jika kamu
melihat tanda-tanda kematianku, dan aku sudah berada dalam sakaratul maut, maka masukkan tanganmu dalam genggaman tanganku.
Jika
tanganku menggenggam erat tanganmu dan meremasnya, itulah tanda
karangan-karanganku tidak ada yang diterima. Maka, ambillah buku-buku
itu dan buanglah semua ke sungai Dajlah pada malam hari.
Tapi,
jika tanganku membuka dan tidak menggenggam tanganmu maka ketahuliah
bahwa karangan-karanganku itu diterima, dan bahwa aku memperoleh apa
yang selama ini aku harapkan dari niat yang ikhlas.
Orang
yang dipesan itu berkata, “Ketika kematian Al-Mawardi telah dekat, saya
letakkan tanganku pada tangannya. Ternyata ia membentangkan tangannya,
itu pertanda karangan-karangannya diterima. Maka sepeninggalnya saya
memperlihatkan buku-buku itu kepada orang-orang.”
Sahabat,
Al-Mawardi menghabiskan umurnya dan mengorbankan tidurnya di sepanjang
malam untuk menulis buku-buku itu, tapi sepertinya ia paham betul
konsekuensi jika buku itu dipublikasikan akan bertambah ketenarannya. Ia
takut tidak akan memperoleh apa yang selama ini dicarinya yaitu niat
yang ikhlas.
Sahabat, menjadi
seorang penulis sama artinya menjadi seorang publik figur. Ketika
tulisan-tulisan yang kita buat dipublikasikan akan bertambah banyak
orang yang mengenal diri kita. Inilah yang namanya popularitas.
Popularitas
merupakan ujian bagi orang yang dititipinya, apakah ia mampu
memanfaatkan popularitas untuk hal-hal yang baik dan tetap menjaga
kebersihan hatinya? Atau justru sebaliknya?
Maka
menjadi seorang penulis juga membutuhkan imunitas hati yang kuat, agar
hati terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang karena tipu daya
popularitas.
Referensi:
Majalah Tarbawi, edisi 14 Juni 2012
Orang-Orang yang Tidak Suka Popularitas, Walid bin Said Bahakim
Penulis dan Popularitas
Posted by Unknown
on 14.58
sumber gambar: internet
Bener bgt mak...menjadi penulis memang tidak rugi karena tulisan kita akan dikenang sepanjang masa...
BalasHapusSangat inspiratif, terima kasih.
BalasHapusmakasih sudah mampir teman-teman.
BalasHapus