sumber gambar: propos.com
"Wuiih...kertas koran!" Seru temanku di ruang ujian ketika guru pengawas membagikan kertas ujian pelajaran bahasa Indonesia. Sudah menjadi kebiasaan di setiap catur wulan kami harus melahap berlembar-lembar karangan dan soal. Di tengah-tengah ujian, beberapa orang teman mulai berkeluh kesah.
Aku tahu tidak
semua anak suka membaca. Bayangkan! mereka harus membaca puluhan baris
kalimat hanya untuk menjawab pertanyaan "Di manakah rumah pak RT?" jujur
saja, bagi sebagian murid proses membaca merupakan bentuk penyiksaan.
Ketika aku duduk di kelas 2 SMA, pelajaran bahasa Indonesia bukanlah
pelajaran yang difavoritkan. Kebetulan guruku dulu sudah lanjut usia,
suaranya kecil dan cara mengajarnya membosankan. Selama berjam-jam
murid-murid harus menahan kantuk hingga matanya berair, tapi dia guru
yang baik, tidak pernah marah di kelas, dan senang sekali mengobrol.
Sayang, anak-anak sudah tidak mampu melawan bosan di setiap jam
pelajarannya. Hingga suatu hari, sebagian besar anak sepakat untuk
'cabut'. Hanya beberapa orang saja yang tersisa di kelas.
Ketika guruku tiba di depan pintu dia bertanya, "Kemana yang lain?"
"Cabut, Bu," jawab kami polos.
Guruku tidak jadi mengajar, dia kembali ke ruang guru. Salah seorang
teman melihatnya sedang menangis. Esok harinya ketika anak-anak yang
'cabut' tiba di kelas temanku itu menegur, "Parah lo pada! Tuh, Bu X
nangis, gara-gara lo pada cabut! Katanya dia udah ga mau ngajar kelas
2A."
Tentu saja teman-temanku itu merasa bersalah,
apalagi guruku sudah lansia dan tidak pernah marah di kelas. Akhirnya
kami sepakat untuk memberinya sekuntum mawar merah dan meminta maaf.
Belasan tahun kemudian, aku terdampar di dunia menulis. Siapa sangka
pelajaran bahasa Indonesia menjadi salah satu pelajaran favoritku
sekarang. Membaca, menulis, dan bermain dengan kata ternyata sangat
menyenangkan. Siapa bilang bahasa Indonesia itu membosankan. Mungkin ini
salah satu doa guruku yang dikabulkan ketika dia sedang merasa
tersakiti.
Bisa saja ketika itu dia berdoa, "Ya Allah, jadikan anak-anak itu cinta bahasa Indonesia."
Ya... jika saja para guru bahasa Indonesia bisa lebih kreatif,
memberikan kesempatan lebih kepada murid untuk bereksperimen dengan
tulisan dan menghasilkan karya, mungkin mereka akan jatuh cinta dengan
bahasa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar