Oleh: Inku Hikari
Ada banyak hikmah terserak di setiap perjalanan menyisir ibukota, Jakarta.
Seperti biasa, siang hari saya menjemput anak pulang
sekolah. Mata saya menatap nenek tua yang berjalan sambil duduk tanpa
alas kaki. Dia menyeret tas hitam kumal berisi plastik dan pakaian.
Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan, mungkin dia memang tinggal di daerah sekitar sekolah anak saya.
Namun setelah saya tiba di depan gerbang sekolah pikiran saya berubah.
Seorang pria menghampirinya karena iba.
"Kasian ibu ini, nyasar nyari rumah ibunya." Pria itu memberi tahu saya.
"Ibu rumahnya dimana?"
Sayang, dia tidak jelas menjawab seperti orang kebingungan.
Saya menduga dia sudah pikun, bola matanya kelabu, tubuh kurus kering,
tidak kuat berdiri. Usianya kira-kira 80 tahun lebih.
"Saya mau cari rumah ibu saya, di Bungur. Deket kontrakan," jawabnya.
Sebuah pertanyaan melintas di dalam hati, "Apa benar ibunya
masih hidup? Dia saja sudah sangat tua ... atau mungkin ingatannya
sudah menurun."
Dalam keadaan bingung, guru anak saya menghampiri nenek tua itu.
Dia berusaha menenangkan nenek yang sedang kebingungan.
"Ibu sudah makan?" tanyanya lembut.
"Makan apa Neng? Dari tadi belum makan, saya cuma mau nyari rumah ibu saya."
Melihat nenek itu sudah berada di tangan yang tepat, saya berpamitan, awalnya dia tidak mau saya tinggal.
"Aduh ... ditinggal sendirian." Mata kelabunya memancarkan kesedihan.
Saya berusaha meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja.
"Ini guru anak saya Bu, Ibu tunggu di sini ya."
Sementara itu guru anak saya masuk ke sekolah untuk mengambil makanan.
Dari jauh saya memandang nenek itu sembari berpikir, apa yang terjadi jika yang hilang dan tersesat orang tua saya sendiri?
Bayangan ayah yang telah lansia melintas di benak saya.
Sepanjang perjalanan pulang, anak saya berkata, "Mi, kasian ya nenek itu
ga bisa pulang."
Saya tersenyum mendengar kalimat polos dari mulut
mungilnya. Saya hanya bisa berdoa semoga nenek tua itu segera bertemu
dengan keluarganya.
Jakarta, bagi sebagian orang terkesan mengerikan, penuh persaingan, dan hidup serba tergesa-gesa.
Namun di sudut ibukota masih ada orang yang memiliki hati
nurani. Menunjukkan sejumput empati, meskipun sekedar bertanya, Ibu
sudah makan?
info menarik
BalasHapus