“Citra ini udah nulis buku, iya kan Cit?" ucap seorang kawanku pada kawan yang lain.
"Iya Mbak, tapi itu cuma buku iseng-iseng aja," jawabku pelan tertunduk.
"Eh, buku kayak gitu kok iseng-iseng."
Di lain waktu seorang teman menggoda, "Wess, Mbak udah jadi penulis nih! nanti aku jadi asistennya ya." Dia tersenyum sembari bertepuk tangan.
Aku sadar dia hanya ingin menyenangkan hati, tapi sayang aku tak suka. Sambil menunjukkan ekspresi wajah prihatin dengan suara lemah kukatakan padanya, "Jangan ditepokin ..."
Dia tersadar, lalu diam.
Entahlah, ada hal yang sebenarnya sangat aku takuti dari dunia yang kupilih ini, dunia literasi. Aku sangat menyukainya tapi ada kegetiran tersendiri.
Sampai suatu saat aku berkata pada sahabat yang terpercaya, "Mbak, aku mau berhenti menulis."
"Kenapa?" wajahnya menunjukkan rona terkejut, "Kamu harus tetap menulis, gimana mau jadi penulis terkenal?"
"Enggak Mbak, aku ga mau jadi terkenal."
"Enggak Mbak, aku ga mau jadi terkenal."
Tidak bisakah aku bebas menggoreskan pena tanpa harus mendatangkan pujian orang lain? Sejujurnya pujian itu seperti narkoba yang menyebabkan kecanduan. Para pecandu pujian akan menuntut dosis pujian yang lebih besar dari sebelumnya, lagi dan lagi. Sampai akhirnya dia mati karena overdosis pujian.
Tidak percaya ada orang yang bisa mati karena pujian? Lihatlah orang-orang yang mengalami gangguan kepribadian Narsisme. Mereka orang yang sangat mencintai dirinya sendiri, gila pujian, menganggap diri besar tanpa cela, meremehkan orang lain hingga pada puncaknya selalu menganggap orang lain iri dengan dirinya. Bukan tubuh yang mati, tapi segumpal daging yang menentukan baik buruknya seseorang.
Pujian membuat seseorang gagal mengenali dan menilai dirinya sendiri. Dia menikmati kesenangan palsu, meyakini hal-hal yang sebenarnya tidak ada pada dirinya.
(Sumber gambar: www.photobucket.com)
Siapa yang tahan di dekat orang-orang semacam itu? Melihatnya saja sudah membuat perut mual.
Benarlah sabda Rasulullah SAW, "Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang
disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu bersabda,“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.”
-Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi
sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan
Allah.” (HR. Bukhari)
Pujian dan popularitas ujian yang berat, hanya orang-orang kuat yang mampu menghadapinya. Jika sayang dengan saudara seiman tahanlah lidah kita dari memuji di hadapannya. Saudara kita cukup santun, dia tidak akan tega menaburkan pasir di wajah kita saat memujinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Bila
kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan
menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR.
Ahmad)
0 komentar:
Posting Komentar